DPRD Malut ‘Ngeyel’ Tetap Ambil Keputusan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 6 November 2024 06:43 WIB
Wakil Ketua DPRD Malut, Kuntu Daud, didampingi unsur pimpinan lainnya, yaitu Husni Bopeng dan Husni Salim, memberikan keterangan pers kepada sejumlah wartawan usai paripurna, di Sofifi, Selasa (5/11/2024) (Foto: MI/Rais Dero)
Wakil Ketua DPRD Malut, Kuntu Daud, didampingi unsur pimpinan lainnya, yaitu Husni Bopeng dan Husni Salim, memberikan keterangan pers kepada sejumlah wartawan usai paripurna, di Sofifi, Selasa (5/11/2024) (Foto: MI/Rais Dero)

Sofifi, MI – Rapat paripurna Pengumuman dan Penetapan Pimpinan DPRD Provinsi Maluku Utara (Malut) untuk masa jabatan 2024-2029 yang digelar pada Selasa, 5 Oktober 2024, di ruang paripurna kantor DPRD di Sofifi, menjadi sorotan tajam akibat adanya ketegangan di internal DPRD. 

Polemik utama berkaitan dengan penetapan ketua DPRD yang tak kunjung selesai, terutama menyangkut sikap Partai Golkar yang belum mengumumkan nama calon ketua DPRD mereka.

Rapat paripurna tersebut seharusnya menjadi momentum penting dalam penetapan pimpinan definitif, namun justru menimbulkan perpecahan di kalangan anggota dewan. 

Desas-desus beredar bahwa surat undangan untuk rapat tersebut sempat ditolak untuk ditandatangani oleh Ketua Dewan Sementara, Maria Silfi Deyabora Tongo-Tongo. Hanya setelah adanya desakan dari anggota DPRD lainnya, surat tersebut akhirnya ditandatangani oleh Wakil Ketua Sementara, Kuntu Daud.

Ketidakhadiran delapan anggota DPRD dari Fraksi Golkar pada rapat paripurna tersebut semakin memperkeruh suasana. Keputusan untuk melanjutkan penetapan pimpinan definitif meski tanpa partisipasi penuh dari partai Golkar menunjukkan adanya tarik menarik yang semakin intens di internal partai politik tersebut.

Wakil Ketua DPRD Malut, Kuntu Daud, yang juga berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), menjelaskan bahwa berdasarkan tata tertib (tatib) yang berlaku, pimpinan sementara DPRD sudah seharusnya ditetapkan dalam waktu 30 hari. 

Dengan waktu yang sudah melampaui batas tersebut, pimpinan sementara akhirnya memutuskan untuk menetapkan tiga pimpinan definitif tanpa mengikutsertakan Partai Golkar. 

Kuntu menegaskan bahwa keputusan tersebut diambil setelah melalui berbagai pertimbangan, termasuk untuk menjaga kelancaran proses-proses penting seperti pembahasan APBD.

“Sesuai dengan tatib itu, 30 hari atau satu bulan itu harus pimpinan DPRD sudah ditetapkan. Makanya kita putuskan untuk menetapkan pimpinan definitif hari ini,” ujar Kuntu.

Namun, Kuntu juga menegaskan bahwa terkait masalah internal Golkar, dirinya memilih untuk tidak mencampuri urusan partai tersebut. 

Menurutnya, keputusan yang diambil oleh pimpinan sementara DPRD didasarkan pada kebutuhan untuk memastikan agenda-agenda penting dewan berjalan lancar, meski tanpa kehadiran penuh dari Fraksi Golkar.

Keputusan untuk mempercepat penetapan pimpinan ini juga dipengaruhi oleh tekanan terhadap agenda-agenda kedewanan yang harus segera dilaksanakan. 

Wakil Ketua DPRD lainnya, Husni Bopeng dari Partai NasDem, menegaskan bahwa meskipun keputusan untuk menetapkan hanya tiga pimpinan definitif sudah diambil, hal tersebut tidak melanggar aturan yang ada. 

Ia mengingatkan bahwa, sesuai edaran dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), meskipun satu orang ketua pun ditetapkan, maka keputusan tersebut sudah dapat diterima untuk kelancaran berbagai agenda DPRD.

“Jangankan tiga orang, satu orang pun yang diusulkan ke Mendagri pasti diterima, karena ini untuk kelancaran agenda kedewanan yang harus segera dilaksanakan, terutama terkait APBD 2025,” ujar Husni Bopeng.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD lainnya, Husni Salim dari PKS, menyatakan bahwa penetapan pimpinan DPRD pada hari itu adalah hasil dari desakan berbagai fraksi, yang ingin agar agenda-agenda penting dewan segera berjalan tanpa terkendala masalah internal partai.

“Acara hari ini sebenarnya karena desakan seluruh anggota dari delapan fraksi. Kami ingin mempercepat agenda kedewanan, agar bisa diselesaikan, meskipun masih ada kendala terkait penetapan ketua yang merupakan wewenang partai Golkar,” jelas Husni Salim.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari Partai Golkar terkait alasan ketidakhadiran delapan anggota mereka dalam rapat paripurna tersebut. Begitu pula dengan ketidaksepakatan Ketua Dewan Sementara, Maria Silfi Deyabora Tongo-Tongo, yang enggan menandatangani surat undangan rapat, belum mendapat penjelasan resmi.

Ketegangan ini menambah panjang polemik yang terjadi di tubuh DPRD Malut, di tengah upaya untuk mempercepat pembahasan anggaran daerah yang sangat penting untuk kemajuan provinsi. 

Ketidakjelasan di internal Golkar dan lambatnya proses komunikasi antar fraksi telah memperburuk situasi yang sebelumnya sudah cukup rumit.

Dengan penetapan pimpinan yang akhirnya hanya melibatkan tiga nama tanpa Partai Golkar, masa depan proses legislasi di DPRD Malut kini bergantung pada langkah-langkah yang akan diambil oleh pihak-pihak terkait, terutama terkait penyelesaian masalah internal Golkar yang tampaknya belum menemukan titik terang. (Rais Dero)

Topik:

DPRD Maluku Utara