Dinas Kehutanan dan ESDM Malut Diduga Jadi Tembok Pengaman Perusahaan Tambang

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 19 Mei 2025 14:33 WIB
Kepala Dinas Kehutanan Malut, Sukur Lila (kanan) dan Kepala Dinas ESDM Malut, Suriyanto Andili (kiri) (Foto: Dok MI)
Kepala Dinas Kehutanan Malut, Sukur Lila (kanan) dan Kepala Dinas ESDM Malut, Suriyanto Andili (kiri) (Foto: Dok MI)

Sofifi, MI – Drama bungkamnya pejabat daerah kembali jadi sorotan tajam. Kali ini, anggota Komisi III DPRD Malut, Iswanto, tak segan melontarkan kritik tajam terhadap Kepala Dinas Kehutanan, Sukur Lila, yang dianggap sengaja tutup mulut soal penguasaan kawasan hutan oleh perusahaan tambang PT. Tri Usaha Baru (TUB) dan PT. STS di wilayah Halmahera Timur.

Iswanto tidak hanya menyayangkan, tapi juga mengecam keras sikap pengecut dan tak bertanggung jawab yang ditunjukkan pejabat publik yang digaji dari uang rakyat itu.

Menurut Iswanto, ketertutupan informasi dari dinas-dinas teknis ini bukan hanya mencederai prinsip transparansi, tetapi juga memperlihatkan lemahnya tanggung jawab institusional terhadap konflik agraria dan sosial yang merugikan masyarakat.

“Saya menilai Dinas Kehutanan tidak mampu memberikan informasi yang baik kepada publik. Saya sesali Dinas Kehutanan yang tidak memberi tanggapan saat dikonfirmasi oleh teman-teman media,” ujarnya.

Menurutnya, tindakan bungkam Sukur Lila bukan hanya sekadar sikap malas kerja, tapi bentuk nyata dari lari dari tanggung jawab sebagai kepala dinas. Dan lebih parahnya lagi, ketertutupan ini justru memperkeruh suasana di tengah konflik lahan yang sudah berlarut-larut, bahkan memicu kekerasan terhadap masyarakat.

Tak hanya Dinas Kehutanan, Iswanto juga mengangkat suara soal bungkamnya Kepala Dinas ESDM Malut, Suriyanto Andili, yang dianggap ikut-ikutan menutup mata dan telinga terhadap penderitaan rakyat akibat aktivitas tambang. 

Padahal, menurutnya, publik sudah kehilangan kepercayaan kepada pemerintah daerah karena dianggap hanya jadi tameng bagi kepentingan korporasi tambang.

“Pemerintah harus hadir dalam semua proses persoalan yang terjadi di Maluku Utara, terkait dengan masalah industri pertambangan. Apa pun kebijakan pemerintah yang keluar, masyarakat tidak bisa dirugikan. Intinya itu,” tegas Iswanto.

Tapi yang terjadi, kata Iswanto, pemerintah malah asyik menyalahkan pusat. Seolah semua urusan harus dilempar ke Jakarta. Lalu apa gunanya Dinas Kehutanan dan ESDM di daerah? Hanya untuk duduk diam di kursi empuk tanpa melakukan pengawasan?

Ia pun menilai, peran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) seperti Dinas Kehutanan dan Dinas ESDM tidak boleh berhenti pada urusan administratif. OPD harus tanggap dan berani hadir di tengah persoalan yang menyangkut konflik antara rakyat dan korporasi.

“Kalau semua jawabannya harus dikembalikan ke pusat, berarti bubar saja mereka itu,” semprotnya.

Iswanto juga membeberkan bahwa di Halmahera Timur, penyerobotan lahan adat oleh PT. STS sudah menimbulkan konflik serius, bahkan menyebabkan penembakan terhadap masyarakat. Ironisnya, lagi-lagi OPD hanya diam.

“Jangan sampai tunggu korban dulu, baru pemerintah hadir di masyarakat. Masalah di PT STS itu, nanti sudah ada korban dari masyarakat baru pemerintah provinsi hadir untuk mediasi. Ini kan keliru bagi saya,” ujarnya geram.

Dia menilai seharusnya dinas-dinas teknis seperti ESDM dan Kehutanan punya inisiatif sejak awal. Jangan tunggu situasi makin memburuk lalu sok-sokan datang bawa mediasi, padahal sebelumnya cuma ngilang.

“Seharusnya sebelum terjadinya kejadian itu, OPD yang bersangkutan, dalam hal ini Dinas Kehutanan dan ESDM, harus hadir, sehingga dapat memboboti permasalahan itu agar bisa diselesaikan tanpa ada yang dikorbankan lebih banyak orang,” lanjutnya.

Iswanto menegaskan bahwa meskipun izin usaha pertambangan (IUP), IPPKH, dan LHKP merupakan domain pemerintah pusat, itu bukan berarti pemerintah daerah boleh lepas tangan begitu saja.

“Artinya bahwa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), terkait dengan semua pertambangan yang melakukan eksploitasi atau produksi di lahan hutan. Maka Dinas Kehutanan sudah pasti memiliki data itu dan mengetahui pokok persoalannya. Untuk itu, Dinas Kehutanan wajib memberikan informasi yang pasti kepada masyarakat,” tegasnya.

Ia menyoroti bahwa segala izin itu sudah pasti diketahui oleh dinas-dinas terkait di daerah, jadi sangat konyol jika mereka pura-pura tidak tahu atau melempar tanggung jawab.

“Jika Dinas Pertambangan dan Dinas Kehutanan tidak mau kompromi, maka tanggapan saya bahwa mereka seakan-akan lari dari tanggung jawab terkait dengan persoalan yang terjadi, padahal mereka terlibat,” tegas Iswanto lagi.

Ia juga menyinggung soal pentingnya pengawasan aktif dari dinas. Jangan hanya menerima salinan izin dari kementerian, tapi tidak mengawasi apakah pelaksanaannya sesuai dengan kaidah pertambangan atau malah melanggar hak-hak masyarakat adat.

Kritik keras juga dilontarkan terkait kecenderungan pemerintah daerah yang seringkali melempar tanggung jawab ke pemerintah pusat ketika terjadi konflik, tanpa menunjukkan kinerja konkret di tingkat lokal.

“Jangan persoalan yang terjadi dikembalikan ke kewenangan pusat, lalu teman-teman di daerah dalam hal ini Dinas Pertambangan buat apa? Kalo semua jawabannya harus dikembalikan ke pusat, berarti bubar saja mereka itu,” pungkasnya. (Jainal Adaran)

Topik:

DPRD Malut Pemprov Malut Dinas ESDM Malut Dinas Kehutanan Malut