Sherly Tjoanda Sukses Bawa Malut jadi Provinsi Penerima Titik Terbanyak Kampung Nelayan

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 12 Juli 2025 18:26 WIB
Gubernur Malut, Sherly Tjoanda (Foto: Dok. MI)
Gubernur Malut, Sherly Tjoanda (Foto: Dok. MI)

Sofifi, MI - Gubernur Malut, Sherly Tjoanda, kembali menunjukkan komitmennya dalam mendorong pembangunan berbasis kerakyatan, khususnya di sektor kelautan dan perikanan. Setelah intensif membangun komunikasi strategis dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Pemprov Malut berhasil mengamankan alokasi enam titik program Kampung Nelayan Merah Putih yang akan dijalankan pada tahun 2025. Ini bukan sekadar angka administratif. Namun bagi masyarakat pesisir, ini adalah harapan nyata akan perubahan kondisi hidup.

Program nasional tersebut dirancang sebagai inisiatif prioritas dalam penguatan ekonomi nelayan, pembangunan fasilitas pendukung perikanan, serta perbaikan tata kelola hasil tangkapan. Dari 100 titik yang tersedia secara nasional, Malut menjadi provinsi dengan alokasi terbanyak, mengungguli 37 provinsi lainnya di Indonesia. Capaian ini menjadi penanda bahwa di bawah kepemimpinan Sherly, Malut tidak lagi menjadi penonton dalam agenda pembangunan nasional.

Gubernur Sherly tidak hanya menargetkan keberhasilan administratif, tetapi juga ingin memastikan bahwa program ini benar-benar menjangkau masyarakat yang paling membutuhkan. Lokasi enam titik program ditetapkan melalui seleksi ketat berdasarkan kesiapan wilayah, potensi hasil laut, dan dorongan politik anggaran yang kuat dari Pemprov Malut.

Hal ini diungkapkan Plt Kadis Kelautan dan Perikanan (DKP) Malut, Fauji Mamole, saat diwawancarai awak media pada Kamis, 10 Juli 2025, di Sofifi. Ia menyebutkan bahwa keenam lokasi program tersebar di berbagai wilayah strategis pesisir Malut.

“Di antaranya, Desa Bajo, Kabupaten Sula, Desa Wasilei, Halmahera Timur, Desa Loleo Halmahera Tengah, Loloda, Halmahera Utara, Desa Tuada, Halmahera Barat, Morotai,” kata Fauji.

Penetapan lokasi ini, menurut Fauji, tidak lepas dari pendekatan kepemimpinan Gubernur Sherly yang mengarahkan agar program menyentuh wilayah-wilayah yang selama ini memiliki potensi perikanan besar namun minim fasilitas penunjang. 

Di tiap lokasi tersebut, dirancang pembangunan infrastruktur berupa cold storage, tempat pelelangan ikan, pusat pelatihan nelayan, dan penguatan koperasi.

Fauji menjelaskan bahwa dari enam titik itu, lima di antaranya akan difokuskan untuk kegiatan perikanan tangkap, sementara satu titik di Halbar diarahkan untuk perikanan budidaya. Pendekatan ini sesuai dengan karakteristik geografis dan sumber daya perairan di masing-masing daerah.

“Program Kampung Nelayan Merah Putih ini ada 100 titik di seluruh Indonesia. Dari 38 provinsi, Malut mendapatkan enam titik di tahun 2025. Dari 38 provinsi, Malut paling terbanyak mendapatkan program Kampung Nelayan Merah Putih,” ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa capaian ini merupakan bentuk penghargaan dari pemerintah pusat terhadap keseriusan Pemprov Malut dalam menyusun perencanaan pembangunan yang kredibel. 

Keberhasilan tersebut juga tidak bisa dilepaskan dari dorongan langsung Gubernur Sherly yang menjadikan sektor kelautan sebagai salah satu prioritas utama dalam RPJMD Malut 2025–2029.

Lebih lanjut, Fauji menuturkan bahwa meski enam titik telah disetujui tahun ini, Pemprov Malut masih terus mengupayakan penambahan titik pada tahun anggaran berikut. 

Ia menyebut, program ini tidak mungkin dilaksanakan serentak di seluruh kabupaten/kota karena keterbatasan alokasi anggaran dari pusat.

“Sementara untuk beberapa kabupaten/kota yang lainnya akan dimaksimalkan pada tahun anggaran berikut. Karena tidak semua bisa diakomodir dalam waktu yang bersamaan karena keterbatasan alokasi yang tersedia,” ujar Fauji.

Kata Fauji, hal ini mengindikasikan bahwa koordinasi antara Pemprov dan pemerintah kabupaten/kota akan menjadi kunci kelanjutan program. Gubernur Sherly juga sudah menginstruksikan seluruh bupati dan wali kota untuk menyusun usulan teknis secara rinci guna mengamankan peluang di tahun mendatang.

Mengenai pendanaan, program ini menggelontorkan dana sebesar Rp132 miliar, dengan Rp22 miliar untuk tiap titik. Anggaran ini akan digunakan untuk pembangunan sarana produksi, pascapanen, hingga kelembagaan nelayan, menggantikan ketidakpastian Dana Alokasi Khusus (DAK) yang belum final.

“Sementara DAK sampai hari ini belum tahu kepastiannya. Tapi melalui Kampung Nelayan Merah Putih ini kita ada injek anggarannya,” katanya.

Sikap proaktif Gubernur Sherly dalam mendorong skema injeksi dana langsung ini patut diapresiasi, karena memberikan kepastian program di tengah ketidakpastian fiskal. Dengan strategi ini, Malut menjadi provinsi yang tidak menunggu, tapi menjemput pembangunan.

Tujuan utama program ini, menurut Fauji, adalah memperbaiki sistem penanganan hasil tangkapan nelayan yang selama ini tidak tertangani dengan baik. Minimnya fasilitas seperti tempat penyimpanan dan pengolahan menjadi masalah lama yang berulang setiap musim panen ikan.

“Harapannya setelah program ini dilaksanakan, pengelolaan perikanan kita jauh lebih baik ke depan, terutama kaitannya dengan penanganan hasil tangkapan,” ujarnya.

Persoalan infrastruktur perikanan di tingkat desa selama ini menjadi salah satu hambatan utama dalam pengelolaan hasil tangkapan nelayan. Banyak desa pesisir di Malut belum memiliki fasilitas rantai dingin, tempat penyimpanan hasil laut, maupun sistem distribusi yang efisien. Akibatnya, hasil tangkapan nelayan tidak dapat bertahan lama dan terpaksa dijual dalam kondisi yang tidak layak konsumsi dengan harga yang jauh di bawah standar.

Gubernur Malut Sherly Tjoanda telah menggarisbawahi pentingnya pembangunan infrastruktur pendukung nelayan sebagai bagian dari prioritas pembangunan pesisir. Salah satu upaya konkret yang kini tengah dijalankan adalah menghadirkan program Kampung Nelayan Merah Putih di enam titik strategis di Malut. Program ini dirancang untuk tidak hanya menghadirkan fasilitas fisik, tetapi juga memperkuat kelembagaan koperasi dan akses pasar bagi nelayan kecil.

Fauji menekankan bahwa program ini akan menyentuh langsung masalah riil di lapangan yang selama ini dihadapi masyarakat pesisir. Ia menyebut salah satu contoh nyata terjadi di wilayah Halmahera Timur, yang selama ini kekurangan fasilitas penyimpanan hasil tangkapan, meskipun memiliki potensi laut yang besar.

“Di Wasilei misalnya, pada saat musim penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan kita tidak tertangani melalui sarana-sarana yang kita miliki, sehingga pada akhirnya terpaksa harus diseguhkan. Ini salah satunya bagian dari solusi yang kita urai. Mudah-mudahan dengan penempatan Kampung Nelayan ini, yang nantinya diikutkan dengan Koperasi Merah Putih, bisa mendorong potensi desa nantinya.” ujarnya.

Program ini diharapkan dapat menjawab keterbatasan yang selama ini menahan pertumbuhan ekonomi pesisir. Dengan dibangunnya fasilitas-fasilitas strategis dalam program tersebut, nilai tambah hasil perikanan dapat ditingkatkan, dan nelayan tidak lagi tergantung pada tengkulak atau pasar dadakan.

Melalui koperasi yang akan dilibatkan secara langsung, hasil tangkapan nelayan akan dikelola lebih profesional dan sistematis. Skema ini tidak hanya meningkatkan efisiensi distribusi, tetapi juga memberi kepastian harga dan jaminan kualitas bagi pasar lokal maupun luar daerah.

Fauji menyebutkan bahwa Koperasi Merah Putih akan menjadi pengelola utama program ini di tingkat lokal. Koperasi tersebut akan dibentuk atau diperkuat di setiap titik lokasi kampung nelayan, sesuai dengan arahan Gubernur Sherly yang mendorong pendekatan pembangunan berbasis kelembagaan rakyat.

“Mudah-mudahan ini dikelola secara maksimal sehingga hasil tangkap nelayan bisa tertangani melalui sarana-sarana yang akan dibangun oleh program ini. Untuk itu nantinya teman-teman di kabupaten/kota memacu itu, karena ini pemanfaatannya langsung oleh kabupaten/kota,” imbuhnya.

Dalam pelaksanaannya, peran aktif daerah menjadi sangat vital. Pemprov Malut telah membuka ruang kolaborasi lintas sektor dan lintas level pemerintahan agar program ini benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat nelayan, bukan sekadar memenuhi target laporan.

Plt Kadis DKP Malut itu juga menekankan bahwa koperasi yang terlibat akan dipastikan memiliki legalitas, kapasitas, dan kapabilitas untuk mengelola fasilitas, distribusi hasil, serta keuangan program.

“Sasarannya yaitu di mana titik letak pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih ini akan diprioritaskan pengelolaannya oleh Koperasi Merah Putih,” katanya.

Gubernur Sherly melalui Dinas Kelautan dan Perikanan juga mendorong agar pengelolaan program Kampung Nelayan Merah Putih dilakukan secara profesional dan terukur. Koperasi yang terlibat dalam pelaksanaan program ini diharapkan tidak hanya berfungsi sebagai penyalur bantuan, tetapi juga sebagai lembaga penggerak ekonomi desa yang bertanggung jawab terhadap tata kelola hasil laut dan distribusinya.

Fauji Mamole juga menekankan pentingnya konsistensi dan kesiapan dari pihak-pihak yang telah mendapatkan alokasi program. Menurutnya, keberhasilan program ini akan ditentukan oleh sejauh mana pengelolaan di lapangan dijalankan dengan baik dan sesuai target.

“Untuk itu kita berharap yang sudah ada ini harus memastikan pengelolaannya berjalan secara baik. Agar supaya penilaian positif, sehingga kita men-tracking kebutuhan kita yang ada di sini untuk meng-cover semua melalui program ini agar jauh lebih mulus,” tandasnya.(Jainal Adaran)

Topik:

Gubernur Malut Sherly Tjoanda