Benarkah Progres RTLH Capai 80 hingga 90 Persen?


Sofifi, MI - Program peningkatan kualitas hunian masyarakat berpenghasilan rendah di Malut menunjukkan progres signifikan. Melalui Dinas Perkim, pemerintah daerah terus mendorong percepatan pembangunan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) agar tuntas sesuai target akhir tahun anggaran 2025.
Sejak dimulai pada pertengahan tahun, program ini telah menjangkau tujuh kabupaten/kota dengan pola distribusi bahan bangunan yang menyesuaikan kondisi geografis masing-masing daerah. Pendekatan ini dipilih agar pemerataan pembangunan tetap berjalan tanpa mengorbankan kualitas.
Di tengah keterbatasan waktu dan tantangan lapangan, Dinas Perkim memastikan bahwa proses verifikasi dan penyaluran bantuan berjalan paralel. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Perkim Malut, Firmansyah Meidiawan, menjelaskan jumlah penerima bantuan telah melewati tahap seleksi administrasi yang ketat.
“Yang lolos verifikasi itu sekitar 560, tetapi torang tetap akomodir dari 700, jadi ada data-data dari belakang yang sudah dilakukan verifikasi, torang tambah kase masuk ulang torang kase genap 700 itu,” ujarnya, Rabu 2 Oktober 2025, di Sofifi baru-baru ini.
Proses verifikasi, kata Firmansyah menjadi pintu awal untuk memastikan bantuan diberikan kepada warga yang benar-benar membutuhkan. Tim teknis di lapangan bekerja bersama pemerintah kabupaten/kota untuk mencocokkan data, meninjau langsung kondisi rumah, dan menilai tingkat kelayakan fisik bangunan.
Selain itu, pendekatan ini juga memperhitungkan aspek swadaya masyarakat, karena program RTLH bersifat stimulan, bukan sepenuhnya bantuan pembangunan. Dengan demikian, warga penerima tetap memiliki tanggung jawab moral untuk melanjutkan pembangunan hingga selesai.
Firmansyah menegaskan bahwa seluruh tahapan kegiatan telah berjalan beriringan dengan pengawasan yang ketat dari pihaknya. Dari verifikasi hingga penyaluran bahan bangunan, semua proses diawasi agar tidak menimbulkan keterlambatan di lapangan.
“Dia pe KUBS sementara 500 ini sudah berjalan di tahapan verifikasi, tahapan doping juga sudah sementara berjalan, distribusi bahan sementara sudah berjalan di 7 kabupaten/kota,” jelasnya.
Menurutnya, pelaksanaan program ini tidak bersifat seragam di semua wilayah. Setiap daerah memiliki tingkat kesiapan dan progres berbeda-beda tergantung ketersediaan bahan, tenaga kerja lokal, dan kondisi medan.
Meski demikian, secara umum progres penyaluran bahan bangunan telah mendekati tahap akhir. Beberapa daerah bahkan sudah hampir menyelesaikan seluruh pengiriman material utama seperti semen, kayu, dan besi.
Firmansyah memastikan bahwa hingga awal Oktober, sebagian besar daerah penerima telah menerima sebagian besar bahan bangunan yang diperlukan untuk melanjutkan pekerjaan fisik rumah masing-masing.
“Jadi tidak merata di semua, karena per kabupaten/kota penerima masing-masing berbeda-beda, tapi kalau untuk tahapan distribusi ini 80 atau 90 persen yang sudah didistribusikan bahan untuk penerima masing-masing,” katanya.
Kota Ternate menjadi contoh paling cepat dalam pelaksanaan program ini. Dukungan transportasi dan kesiapan tenaga kerja lokal membuat progresnya lebih pesat dibanding daerah lain.
Di sisi lain, beberapa wilayah dengan akses transportasi yang lebih sulit masih dalam tahap penyelesaian pengiriman bahan. Namun demikian, pemerintah provinsi menilai capaian keseluruhan sudah sangat positif.
Firmansyah mengatakan, variasi pencapaian ini menunjukkan bahwa program benar-benar berjalan di tingkat akar rumput, bukan melalui kontraktor tunggal seperti proyek konvensional.
“Bahannya itu bervariasi, ada yang sudah 50 dan ada yang sudah 100 persen menerima bahan, kaya di Ternate itu sudah 100 persen menerima bahan, tinggal tahapan konstruksinya saja yang dorang selesaikan,” ungkapnya.
Distribusi bahan dilakukan secara bertahap sesuai kesiapan warga penerima. Ada keluarga yang telah menyelesaikan pekerjaan dasar rumah, sementara sebagian lainnya baru memulai tahap fondasi.
Dinas Perkim mencatat, dari tujuh daerah penerima bantuan, tingkat keterlibatan masyarakat cukup tinggi, menandakan keberhasilan pendekatan berbasis swadaya. Setiap kepala keluarga mengelola bahan bantuannya secara mandiri dengan pengawasan tim teknis.
Firmansyah menyebutkan bahwa penyebaran program meliputi hampir seluruh wilayah utama di Maluku Utara, yang dipilih berdasarkan data kemiskinan ekstrem dan kondisi permukiman yang dinilai tidak layak huni.
“Untuk 7 kabupaten/kota yaitu Ternate, Kota Tidore, Halmahera Barat, Halmahera Utara, Halmahera Selatan, Halmahera Timur dan Sula,” sebutnya.
Selain menyasar pembangunan baru, program ini juga menargetkan perbaikan rumah serta pembangunan dapur sehat. Pola ini diharapkan menciptakan lingkungan hunian yang sehat, bersih, dan layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Firmansyah menjelaskan bahwa hasil verifikasi terakhir menunjukkan adanya variasi dalam bentuk bantuan yang diterima masyarakat. Sebagian memperoleh rumah baru, sebagian lagi mendapatkan perbaikan ringan hingga pembangunan dapur sehat. Data ini menjadi dasar pemerintah provinsi untuk menyusun perencanaan RTLH tahun anggaran 2025 agar lebih adaptif terhadap kebutuhan lapangan.
“Yang terdata awalnya torang pe kuota ini 100, 200 dan 400, saat torang melakukan verifikasi sekarang yang 560 ini, yang 68 orang sudah dapat jatah bangun baru, sekitar 100 lebih yang dapat rehab, dan sisanya itu dapur sehat,” terangnya.
Skema bantuan RTLH bersifat stimulan, artinya pemerintah hanya menanggung sebagian biaya dan sisanya dikerjakan secara swadaya oleh masyarakat. Tujuannya agar penerima turut berperan aktif dalam membangun rumah mereka.
Dengan sistem ini, pemerintah berharap tercipta rasa kepemilikan yang kuat serta memastikan bangunan dibangun dengan semangat gotong royong di setiap lingkungan penerima manfaat.
Firmansyah menegaskan bahwa bentuk bantuan bukan untuk menggantikan seluruh biaya pembangunan, tetapi menjadi pemicu agar masyarakat turut bergerak memperbaiki tempat tinggalnya.
“Biaya itu kan torang tanggung tapi tara sebesar biaya tukang yang normal, torang bantuan secara stimulan saja untuk bagaimana menggerakkan masyarakat bangun dong pe rumah secara swadaya,” katanya.
Setiap kategori bantuan memiliki nilai anggaran yang berbeda tergantung jenis kegiatan. Bantuan untuk pembangunan baru tentu lebih besar karena membutuhkan material dan tenaga kerja yang lebih banyak.
Sementara bantuan untuk perbaikan atau dapur sehat disesuaikan dengan kondisi fisik bangunan serta kebutuhan dasar penghuni rumah. Semua alokasi ini sudah ditetapkan dalam pedoman teknis pelaksanaan program RTLH tahun 2024.
Firmansyah memaparkan secara rinci besaran dana yang diberikan pemerintah kepada masing-masing penerima sesuai dengan jenis programnya.
“Untuk pembangunan baru itu Rp50 juta dan upah tukangnya Rp5 juta, kalau rehab Rp35 juta upahnya Rp3,5 juta, terus dapur sehat Rp25 juta upah tukangnya Rp2,5 juta,” jelasnya.
Meski beberapa lokasi masih menyisakan pekerjaan fisik, optimisme tetap tinggi bahwa seluruh pembangunan akan rampung sesuai waktu yang tersisa. Pengawasan rutin dan komunikasi aktif dengan pemerintah daerah menjadi kunci penyelesaian tepat waktu.
Firmansyah menyebut, program ini berbeda dengan proyek biasa karena masing-masing penerima memiliki tanggung jawab langsung atas rumahnya sendiri, sehingga progres di lapangan sangat bergantung pada semangat masyarakat. Dengan waktu tersisa dua bulan menuju akhir tahun, ia meyakini semua target masih dapat tercapai jika semangat kerja di lapangan tetap terjaga.
“Saya rasa kalau dengan waktu sisa dua bulan lebih ini masih bisa lah, kalau lihat di Ternate itu waktu satu bulan lebih sudah jadi, jadi saya yakin bisa selesai,” pungkasnya. (Jainal Adaran)
Topik:
Pemprov Maluku Utara Malut Disperkim Maluku Utara