Pendapatan Transfer Anjlok, Pemprov Malut Waspada Fiskal

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 14 Oktober 2025 4 jam yang lalu
Wagub Malut Sarbin Sehe menyampaikan Nota Keuangan Rancangan APBD 2026 di hadapan pimpinan dan anggota DPRD Malut (Foto: Dok MI/Humas DPRD Malut)
Wagub Malut Sarbin Sehe menyampaikan Nota Keuangan Rancangan APBD 2026 di hadapan pimpinan dan anggota DPRD Malut (Foto: Dok MI/Humas DPRD Malut)

Sofifi, MI - Sidang Paripurna ke-III masa persidangan pertama tahun 2026 di Gedung DPRD Malut, Selasa (14/10), menjadi momen penting bagi arah pembangunan dan kebijakan fiskal daerah.

Di bawah komando Ketua DPRD Malut, Iqbal Ruray, rapat tersebut mengagendakan penyampaian Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2026 oleh Pemprov Malut.

Rapat paripurna ini dihadiri oleh anggota DPRD Malut, Wagub Sarbin Sehe, serta sejumlah kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Suasana rapat berlangsung tertib dan aman, mengingat agenda yang dibahas merupakan fondasi bagi arah kebijakan fiskal dan pembangunan daerah setahun ke depan.

Dalam sambutannya, Wagub Sarbin menegaskan bahwa rancangan APBD 2026 disusun setelah kesepakatan atas Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) ditetapkan pada 14 Agustus 2025.

“Setelah disepakati KUA-PPAS Tahun Anggaran 2026 pada tanggal 14 Agustus 2025, sebagaimana ketentuan yang berlaku maka hari ini saya dapat menyampaikan Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2026, dengan maksud memberikan penjelasan dan keterangan mengenai gambaran umum tentang kondisi umum keuangan daerah,” ujarnya.

Penyampaian nota keuangan ini bukan sekadar ritual tahunan. Di dalamnya tersimpan arah kebijakan, proritas pembangunan, serta strategi pengelolaan fiskal daerah di tengah tantangan keterbatasan pendapatan. 

Sarbin menekankan bahwa nota keuangan berfungsi sebagai instrumen penting untuk menampilkan data dan informasi sumber pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah secara transparan.

“Nota keuangan ini berfungsi sebagai instrumen dalam menyajikan data dan informasi mengenai sumber-sumber pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah,” jelasnya.

Mantan Kakanwil Kemenag Sulut ini, menegaskan bahwa penyusunan nota keuangan memiliki peran strategis dalam memastikan arah kebijakan fiskal daerah berjalan sesuai dengan kemampuan nyata keuangan daerah. 

Dokumen tersebut, kata dia, bukan sekadar formalitas tahunan, melainkan menjadi acuan utama dalam merancang APBD yang realistis, terukur, dan berpihak pada kebutuhan masyarakat

“Dengan demikian, melalui penyusunan nota keuangan rancangan APBD tahun anggaran 2026, diharapkan menjadi petunjuk dan memberikan gambaran proses penyusunan RAPBD tahun anggaran 2026,” sambung Sarbin.

Menurutnya, setiap kebijakan yang diambil melalui nota keuangan harus mampu menyeimbangkan antara pendapatan dan belanja daerah. Ia berharap seluruh perangkat daerah memahami arah kebijakan fiskal ini agar perencanaan dan pelaksanaan anggaran di tahun mendatang benar-benar efektif dan tepat sasaran.

Wagub Sarbin kemudian memaparkan rincian angka yang menunjukkan adanya penurunan signifikan pada pos pendapatan daerah dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini, menurutnya, menjadi cermin kondisi fiskal yang menantang di tahun 2026.

“Untuk mendukung pembiayaan pembangunan daerah secara optimal, maka pendapatan daerah dalam rancangan APBD 2026 sebesar Rp2.796.250.710.937, berkurang Rp709.341.934.760 atau 20,23 persen dari Perubahan APBD Tahun 2025 sebesar Rp3.505.592.645.697,” ungkapnya.

Dalam rincian tersebut, Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mencapai Rp1.165.611.217.937 atau turun 0,18 persen dibandingkan APBD 2025. Sementara pendapatan transfer yang biasanya menjadi tulang punggung keuangan daerah juga mengalami penurunan drastis hingga 30,25 persen.

“Pendapatan transfer dianggarkan sebesar Rp1.630.427.211.000, berkurang sebesar Rp707.234.255.000 atau kurang 30,25 persen dari perubahan APBD 2025 sebesar Rp2.337.661.466.000,” papar Sarbin.

Penurunan pendapatan tersebut berimplikasi langsung terhadap kebijakan belanja daerah. Pemprov Malut, kata Sarbin, harus menyesuaikan prioritas belanja dengan kemampuan keuangan yang ada, tanpa mengabaikan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.

“Kebijakan belanja daerah disesuaikan dengan rencana pembiayaan pendapatan daerah, orientasi belanja daerah diprioritaskan untuk efektivitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi masing-masing perangkat daerah sesuai dengan kemampuan keuangan daerah,” ujarnya.

Sarbin menegaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran harus diterapkan secara cermat tanpa mengganggu kualitas pelayanan publik. Dia menilai, upaya penghematan perlu diarahkan untuk menekan belanja yang tidak produktif, namun tetap menjaga program yang berdampak langsung bagi masyarakat.

“Setiap peningkatan alokasi belanja yang direncanakan oleh setiap pengguna anggaran diikuti dengan optimalisasi kinerja pelayanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” katanya menegaskan.

Sarbin bilang, bahwa belanja daerah pada RAPBD 2026 dirancang sebesar Rp2.819.497.309.219, turun sekitar 19,41 persen dari APBD Perubahan 2025. Angka ini mencerminkan perlunya efisiensi di tengah penurunan penerimaan.

“Belanja daerah dirancang dalam RAPBD 2026 sebesar Rp2.819.497.309.219, berkurang Rp679.261.686.558 atau 19,41 persen dari Perubahan APBD 2025 sebesar Rp3.498.758.995.777,” jelas Sarbin.

Dari sisi keseimbangan fiskal, rancangan APBD 2026 mencatat defisit sebesar Rp23,24 miliar, yang menurut Sarbin masih dalam batas aman bagi Pemprov Malut.

“Dari target Anggaran Pendapatan Daerah dan target Anggaran Belanja Daerah, maka Rancangan APBD 2026 mengalami defisit anggaran sebesar Rp23.246.598.282. Defisit ini masih di ambang batas defisit untuk Provinsi Malut,” katanya.

Untuk menutupi defisit tersebut, Pemprov Malut memanfaatkan pembiayaan netto yang bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya. Namun, Sarbin juga mengingatkan bahwa ruang fiskal daerah semakin sempit.

“Penerimaan pembiayaan dianggarkan Rp28.246.598.000, berkurang Rp5.388.833.718 dari Perubahan APBD 2025 sebesar Rp33.635.432.000, penerimaan pembiayaan ini diperoleh dari proyeksi sisa lebih perhitungan anggaran tahun 2025,” lanjutnya.

Sarbin menjelaskan bahwa pada tahun anggaran 2026, pengeluaran pembiayaan daerah mengalami penurunan cukup signifikan dibanding tahun sebelumnya.

Penurunan ini mencerminkan langkah kehati-hatian Pemprov Malut dalam mengatur keseimbangan fiskal di tengah berkurangnya pendapatan daerah.

Ia merinci, pengeluaran pembiayaan dianggarkan sebesar Rp5 miliar, turun Rp35,46 miliar dari Perubahan APBD 2025 yang sebelumnya mencapai Rp40,46 miliar.

Kebijakan ini diambil untuk menjaga stabilitas keuangan daerah agar tetap terkendali dan efisien dalam mendukung program prioritas pembangunan.

“Sementara pengeluaran pembiayaan dianggarkan Rp5.000.000.000, berkurang Rp35.469.081.920 dari Perubahan APBD 2025 Rp40.469.081.920,” papar Sarbin.

Dengan demikian, posisi pembiayaan netto dan defisit anggaran dapat diimbangi sehingga tidak menimbulkan sisa lebih pembiayaan atau SILPA di tahun berjalan.

“Dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan maka pembiayaan netto adalah Rp23.246.598.282, sehingga defisit anggaran ditambah dengan pembiayaan netto maka sisa lebih pembiayaan anggaran daerah tahun berkenaan (SILPA) adalah Rp0,” jelasnya.

Wagub Sarbin menutup sambutannya dengan harapan agar pembahasan lanjutan RAPBD 2026 di tangan DPRD dapat berjalan sesuai jadwal dan mekanisme yang berlaku.

“Saya berharap, penjelasan ini dapat membantu pembahasan RAPBD Tahun 2026 pada tahapan selanjutnya, sehingga jadwalnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” pungkasnya.

Sidang paripurna ini memperlihatkan dua hal penting. Pertama, bahwa realitas fiskal Malut di tahun 2026 akan menghadapi tekanan berat dengan turunnya pendapatan hingga lebih dari 20 persen.

Kedua, DPRD Malut dan Pemprov Malut dituntut untuk lebih selektif dan akuntabel dalam menentukan prioritas belanja agar tidak sekadar menutup defisit, tetapi juga menjaga kualitas pembangunan dan layanan publik.

Penurunan dana transfer hingga sepertiga dari tahun sebelumnya menunjukkan adanya ketergantungan struktural pada sumber dana pusat.

Dalam konteks otonomi daerah, kondisi ini menjadi alarm bahwa PAD harus diperkuat melalui inovasi sektor ekonomi lokal dan pengelolaan aset daerah yang lebih produktif.

Di sisi legislatif, tanggung jawab DPRD Malut tidak berhenti pada pembahasan angka-angka semata, tetapi juga memastikan keadilan distribusi anggaran antarwilayah, efisiensi program prioritas, dan transparansi pengelolaan keuangan publik.

Rapat paripurna ini bukan sekadar agenda prosedural, melainkan forum strategis untuk menilai sejauh mana arah kebijakan fiskal daerah benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat atau hanya berfokus menyeimbangkan neraca keuangan.

Tahun anggaran 2026 pun menjadi ujian penting bagi Pemprov Malut dalam menjaga keseimbangan antara kemampuan fiskal dan komitmen terhadap janji pembangunan. (Jainal Adaran).

Topik:

Maluku Utara