Kecanduan Media Sosial

Suja Kumara - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Ar Raniry Banda Aceh

Suja Kumara - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Ar Raniry Banda Aceh

Diperbarui 29 Mei 2024 17:05 WIB
Ilustrasi - Media Sosial (Foto: Istimewa)
Ilustrasi - Media Sosial (Foto: Istimewa)

MENGAPA pada malam hari kita sangat sulit untuk tidur padahal kita seharian sudah sangat produktif atau sudah sangat lelah tetapi tetap saja kita masih sulit untuk tidur. 

Menurut riset pola tidur malam yang baik untuk orang dewasa disarankan mendapatkan waktu tidur 7 sampai 9 jam tidur setiap malamnya agar keesokan harinya merasa segar dan bugar. 

Fenomena yang terjaadi sekarang banyak orang yang kesulitan tidur pada malam hari dikarenakan meraka bermain handphone pada malam hari yang dapat menggagu kualitas tidur mereka. 

Ada penyakit tidur yang biasa di kenalalkan oleh kedokteran yang namanya insomnia, insomnia dianggap sebagai pennyakit gangguan tidur atau gangguan tidur kronis. 

Insomnia adalah kondisi di mana seseorang memiliki kesulitan tidur atau sulit untuk tetap tidur selama waktu yang diinginkan. Orang dengan insomnia mungkin mengalami kesulitan tertidur di malam hari, ini bisa membuat mereka merasa lelah, kurang konsentrasi, dan bahkan memengaruhi kesehatan secara keseluruhan.

Nah ada beberapa penyebab dimana seseorag itu kesulitan tidur kerena mempunyai kebiasaan dimana mereka sebelum tidur bermain handphone mereka pada malam hari, pada malam hari otak kita terstimulasi secara berlebihan. 

Konten yang menarik dan beragam bisa membuat otak kita tetap aktif, bahkan setelah kita berhenti menggunakan handphone pun. Aktivitas otak yang tinggi ini bisa membuat sulit bagi kita untuk rileks dan merasa mengantuk. 

Selain itu, paparan cahaya biru dari layar ponsel atau perangkat elektronik juga dapat mengganggu produksi hormon tidur seperti melatonin, yang dapat menghambat kemampuan kita untuk tertidur. 

Jadi, kecanduan pada TikTok atau media sosial lainnya bisa menjadi salah satu penyebab kita kesulitan tidur pada malam hari.

Sekarang pun algoritma pada media sosial itu sangat lah membuat kita kecanduan terhadap platform-platform media sosial tersebut seperti Tiktok, Instagram, Facebook, dll, karena mereka merancang bagaimana media sosial itu dapat membuat seseorang kecanduan. 

Ada beberapaa faktor yang membuat kenapa kita bisa kecanduan dengan handphone atau media sosial yaitu : Hope probability (Harapan), surprise gift (hadiah kejutan), easy to repeat (mudah diulang).

Ketika seseorang men-scroll media sosial seperti tiktok atau lain sebagainya, mereka akan memberikan kita pertama yaitu ada: hope probability, kita gatau itu apa yang akan keluar karna ada hope atau harapan mau itu vidio yang kita sukai atau vidio yang kita tidak sukai karena berharap untuk melihat konten menarik. 

Atau mendapatkan like atau komentar pada posting nya yang telah ia posting, atau bisa saja mereka menemukan informasi baru dan menarik,  sehingga dapat membuat kita terus kembali ke aplikasi tersebut secara berulang-ulang.

Lalu ada surprise gift (hadiah kejutan) kita akan diberikan video yang relate dengan keadaan sebelumnya seperti vidio-vidio yang sering kita lihat-lihat sebelumnya, maka itu adalah sebuah hadiah bagi penikmat sosial media, walaupun ada vidio yang tidak sesusai dengan kita atau pun kejutan ini bisa berupa notifikasi tentang like atau komentar yang kita posting pada akun mereka sebelumnya.

Atau mendapatkan notifikasi yang menarik pada platform yang kita gunakan, ini dapat meningkatkan rasa kepuasan dan kegembiraan pengguna media sosial tersebut, mendorong mereka untuk terus menggunakan aplikasi tersebut. 

Kita tidak akan kecewa sekali ketika video yang diberikan mau itu tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan maupun yang apa yang kita inginkan karena. 

Easy to repeat (mudah diulang) pengguna itu sendiri sangat mudah mengakses platform media sosial tersebut sehingga pengguna dapat dengan cepat menggulir feed atau mengakses berbagai fitur tanpa kesulitan. 

Hal ini membuat proses pengguna media sosial menjadi lebih lancar dan cepat, mendorong mereka untuk tetap di dalam platform tersebut dan menghabiskan lebih banyak waktu di dalamnya.

Maka itulah mengapa sekarang media sosial sangat di buat kita addicted atau kecanduan dengannya karena memakai teori addiction atau adiksi faktor tersebut lah yang membut kita kecanduan terhadap media sosial.

Lalu mengapa sekarang juga kita tidak bisa filter apa yang kita lihat seperti mengikutinya 0 tapi kita bisa melihat semua konten-konter yang lewat di berada kita apa pun itu, karena ada istilah buy what you want (membeli apa yang kamu inginkan), kalau sekarang by recomending (direkomendasikan) lalu siapakah yang merekomendasikan vidio tersebut ?

Algoritma pada media sosial adalah seperti "otak" di belakang layar yang membantu menentukan konten apa yang kita lihat ketika kita membuka platform seperti Instagram, Facebook, atau TikTok. 

Algoritma ini memutuskan posting apa yang muncul di feed kita berdasarkan berbagai faktor, seperti interaksi sebelumnya, waktu posting, dan preferensi pengguna.

Jadi, bayangkan jika Anda suka posting tentang kucing di Instagram. Algoritma akan melihat hal itu dan mulai menampilkan lebih banyak posting tentang kucing di feed Anda. Ini karena algoritma mencoba memberikan Anda konten yang menurutnya Anda akan sukai berdasarkan apa yang Anda lakukan di platform.

Namun, ada juga kontroversi seputar algoritma media sosial. Beberapa orang khawatir bahwa algoritma bisa membuat kita terjebak dalam gelembung informasi, artinya kita hanya melihat konten yang sesuai dengan yang sering kita lihat.

Algoritma juga bisa membuat kita menghabiskan banyak waktu di media sosial. Mereka dirancang untuk membuat kita terus-menerus terlibat dengan platform, dengan menampilkan konten yang membuat kita ingin terus menggulir dan mengklik.

Jadi, meskipun algoritma media sosial membantu kita menemukan konten yang kita sukai, mereka juga memiliki dampak yang kompleks pada cara kita berinteraksi dengan platform dan informasi yang kita terima.

Opini Sebelumnya

Polemik Tapera

Opini Selanjutnya

Ibu Kota Negara Gagal?