Skandal Gelar Doktor Menteri Bahlil Coreng Wajah Dunia Pendidikan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 25 Maret 2025 12:37 WIB
Hudi Yusuf (ketiga dari kanan) (Foto: Dok MI/Aswan)
Hudi Yusuf (ketiga dari kanan) (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Tujuan pendidikan nasional menurut undang-undang nomor 20 tahun 2003 adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang seutuhnya yaitu menjadi pribadi yang beriman, berakhlak mulia, sehat, cakap, cerdas, kreatif, mandiri dan bertanggung jawab.

Dewasa ini prihatin melihat dunia pendidikan yang bertolak belakang dengan tujuan pendidikan nasional, dunia pendidikan seharusnya lepas dari politik uang.

Namun harapan itu hilang setelah lembaga pendidikan yang menjadi barometer di Indonesia memiliki skandal yang memalukan dengan meluluskan mahasiswa program doktor yang seorang menteri tidak sebagaimana mestinya. Tak lain adalah Menteri ESDM, Bahalil Lahadalia di Universitas Indonesia (UI).

"Kasus ini mencoreng wajah dunia pendidikan, tujuan pendidikan untuk membentuk pribadi yang beriman dan berakhlak mulia sirna sudah, profesor yang menjabat dan yang mengambil putusan terkait kelulusan si Menteri di kampus negeri," kata praktisi hukum pidana, Hudi Yusuf kepada Monitorindonesia.com, Selasa (25/3/2025).

Skandal itu terjadi perlu ditinjau ulang gelar dan jabatannya, gelar profesor selain jabatan akademik melekat juga jabatan moralitas yang tidak dapat dipisahkan dengan gelar akademik.

"Sering mendengar istilah profesor hitam dan profesor putih, seyogyanya istilah itu tidak perlu ada, seorang profesor harus menjadi contoh yang baik dari segi ilmu dan akhlak mulianya," tegas Hudi.

Di sekolah dan di kampus tidak boleh ada politik uang, kata Hudi, siswa/mahasiswa harus mengikuti sistem pendidikan dengan jujur dan adil untuk membentuk pribadi yang beriman, akhlak mulia, cerdas, kreatif, mandiri dan bertanggung jawab.

Tujuan mulia ini akan kandas dan melahirkan manusia yang tidak beradab dan bermartabat jika lembaga pendidikannya rusak. Bagaimana nanti di masyarakat dan bagaimana saat siswa didik menjadi pejabat?

"Saya membanggakan kampus dan profesor tempat saya kuliah strata tiga (S3) yaitu di Universitas Borobudur sebagai kampus swasta yang memiliki akreditasi unggul secara obyektif universitas Borobudur bersih dari politik uang dan sistim pendidikan berjalan ketat dan ramah," ungkap Hudi.

Menurut Hudi, profesor di Universitas Borobudur tidak terbeli, mereka profesional ketat dengan nilai dan jadwal kuliah. Karena itu aneh apabila ada kampus negeri meluluskan mahasiswa seenaknya walaupun dia seorang Menteri tetap harus mengikuti aturan ketat.

"Jangan dilonggarkan, profesor harus bertanggung jawab dengan sebenarnya terhadap kualitas mahasiswa tersebut. Profesor saya seperti Prof. Dr. H. Faisal Santiago, SH.. MH dan Prof. Dr. Supardji Ahmad, SH., MH, mereka adalah profesor yang dapat dicontoh dalam menerapkan sistem pendidikan yang profesional di kampus masing-masing," tutur Hudi.

Menurut Hudi, masih banyak profesor yang masih menjunjung tinggi tujuan pendidikan nasional. "Di pundak mereka memiliki harapan untuk memajukan dunia pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan yang terdapat dalam UU nomor 20 tahun 2003," demikian Hudi Yusuf yang juga Dewan Pembina Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI) Jawa Barat.

Topik:

Disertasi Doktor Bahli UI Skandal Disertasi Bahlil