Pembahasan dan Pengesahan RUU TPKS Baiknya Dilanjutkan Tahun 2022

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 30 November 2021 11:55 WIB
Monitorindonesia.com - Pembahasan dan pengesahaan draf Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pindana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), sebaiknya dilanjutkan pada pada Massa Persidangan DPR RI tahun 2022. Alasannya, karena masa sidang tahun ini akan berakhir di pertengahan Desember 2021. Saran ini disampaikan Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai Golkar (F-PG), Firman Soebagyo kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (30/11/2021), terkait rencana pembahasan dan pengesahan RUU TPKS. Firman menegaskan, fraksinya meminta Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS tidak perlu tergesa-gesa melakukan pembahasan dan mengesahkan draf rancangan perundang-undangan tersebut. Sebab beberapa poin dalam draf tersebut memiliki titik singgung yang sangat luas. Dia mencontohkan poin terkiat medical consent terkait penggunaan alat kontrasepsi. Poin tersebut dinilai sensitif karena adanya sanksi pidana bagi orang yang memaksakan orang lain menggunakan alat kontrasepsi. "Bagaimana antara suami-istri dan dokter yang menggunakan alat kontrasepsi ini, apakah akan dituntut atau dipenjara? Kemudian bagaimana petugas BKKBN? Ini kan juga diperhitungkan," kata Firman. Selain itu, politisi Partai Golkar ini menyinggung terkiat norma yang mengatur hubungan seks sesama jenis, karena dalam poin tersebut ditetapkan adanya sanksi tapi tidak tegas melarang sehingga berpotensi menimbulkan salah tafsir. "Oleh karenanya, Fraksi Golkar meminta agar RUU TPKS disempurnakan sebelum drafnya disahkan sebagai RUU usulan inisiatif DPR RI. Kemarin ada lagi norma yang mengatur hubungan seks sesama jenis itu dikasih sanksi, tapi tak ada larangan. Nah ini nanti dapat menimbulkan (salah) tafsir, ohh kalau gitu hubungan sesama jenis boleh dong, nah ini undang-undang harus tegas," sebut dia. Lebih lanjut, Firman mengakui ada lima fraksi yang meminta pleno pengesahan draf RUU TPKS sebagai usul inisiatif DPR RI ditunda, salah satunya fraksi Golkar. Fraksi Golkar beralasan karena perlu mendengarkan pendapat tokoh masyarakat dan agama, sehingga proses penyusunannya dilakukan secara hati-hati. "Sikap kami di DPR, tentunya harus mendengarkan juga aspirasi dari para tokoh, masyarakat, tentunya alim ulama. Tapi kami dari Fraksi Golkar berpandangan RUU TPKS ini menjadi sebuah kebutuhan, namun harus sikap kehati-hatiaan, karena titik singgungnya bisa kemana-mana," tegasnya. Diberitakan sebelumnya, Baleg DPR RI tak jadi menggelar pleno menetapkan darf RUU TPKS sebagai usulan inisiatif DPR RI. Sebabnya, belum ada suara bulat untuk meneruskan draf RUU TPKS disahkan sebagai usulan inisiatif DPR RI. Padahal, pleno RUU TPKS rencananya digelar pada 25 November 2021 bertepatan dengan Hari Anti Kekerasan Perempuan. "Kita agendakan memang 25 November ini pleno di Baleg. Tapi masih sesuai dengan keputusan kemarin, ada beberapa fraksi yang bersurat minta untuk ditunda," kata Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS Willy Aditya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis kemarin (25/11/2021). (Ery)