Momen Pemilu 2024, Fahri Hamzah: Momentum untuk Reformasi Politik Besar-besaran

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 14 Januari 2022 15:49 WIB
Monitorindonesia.com - Momen Pemilu 2024 adalah momentum untuk melakukan reformasi politik besar-besaran di Indonesia, karena negara harus menata ulang dirinya atau melakukan konsolidasi ulang atas seluruh kenyataan, yang selama ini penuh dengan kepura-puraan dan membiarkan politik berjalan tanpa argumen. Ajakan ini disampaikan Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah melalui keterangan tertulisnya, Jumat (14/1/2022), menyikapi momen Pemilu 2024 yang mendatang. Fahri juga berharap momen Pemilu 2024, menjadi awal bagi Indonesia menata dirinya sebagai kekuatan besar yang memimpin dunia, menuju kekuatan yang proporsional menjadi kekuatan kelima dunia. "Karena itu lah (momen pemilu), Partai Gelora Indonesia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk serius memikirkan politik pasca 2024, agar menjadi politik yang bermanfaat sekaligus bermartabat," kata mantan Wakil Ketua DPR RI ini lagi. Reformasi politik yang dimaksud Fahri dalam momen pemilu 2024, salah satunya adalah dengan menjadikan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, tidak sebagai lembaga permananen, tetapi cukup adhoc (sementara) saja. Alasannya, karena selama ini MPR dipakainya sekali 5 tahun, yakni untuk melantik presiden dan wakil presiden, juga melakukan amandemen atau perubahan (UUD 1945), kalau pun ada dan kegiatan-kegiatan lain yang diperlukan. "Jadi buat apa itu, kayak sekarang MPR-nya. Untuk apa? Buat Sosialisai Empat Pilar? Itu tugasnya eksekutif, bukan MPR. Karena itu, MPR perlu dilakukan reformasi sistem secara menyeluruh," katanya. Apalagi, masih menurut Fahri Hamzah, MPR sebagai cerminan dari daulat rakyat juga telah dikangkangi oleh partai politik (Parpol), karena para pimpinan MPR-nya semua dari partai politik. "Jadi banyaklah yang harus kita ubah kedepan, supaya kita betul-betul melakukan reformasi sistem politik kita agar jangan sampai daulat rakyat dikangkangi oleh partai politik. Itu bisa menjadi bencana," tegasnya. Fahri mengungkapkan, saat menjadi Ketua Tim Reformasi Parlemen dan Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 telah memberikan 7 RUU kepada Ketua DPR saat itu, Bambang Soesatyo (Bamsoet) yang kini menjadi Ketua MPR Periode 2019-2024, untuk dibahas lebih lanjut. "Saya mengajukan 7 RUU kepada Ketua DPR pada waktu itu, untuk diserahkan kepada DPR baru. Di antaranya pemisahan DPR dan DPD, UU Pemisahan DPR dan DPD dan termasuk saya mengusulkan agar MPR itu tidak menjadi lembaga permanen. Namun, 7 RUU tersebut oleh DPR Periode 2019-2024, termasuk usulan agar MPR tidak menjadi lembaga permanen tidak ditindaklanjuti hingga sekarang," bebernya. Fahri Hamzah menambahkan, usulan reformasi politik dilakukan Partai Gelora Indonesia mencakup reformasi sistem kepemiluan hingga sistem ketatanegaraaan termasuk menjadi MPR bukan lembaga permanen dan menghapus fraksi DPR. "Reformasi politik, merupakan bagian dari upaya memurnikan kembali demokrasi sehingga kedaulatan rakyat tidak terdistorsi oleh kekuatan lain, seperti partai politik. Jangan sampai kedaulatan rakyat dikangkangi oleh kedaulatan partai politik, itu sangat berbahaya ke depannya," pungkas politisi asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini. (Ery)