Pasca Pemilu 2024, DKPP Kebanjiran Aduan dengan Anggaran Minim

Aswan LA
Aswan LA
Diperbarui 8 Mei 2024 18:10 WIB
Ketua DKPP Heddy Lugito (Foto: Dok MI/Aswan)
Ketua DKPP Heddy Lugito (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Berpedoman pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, pada Pasal 155 ayat (2) yang menyatakan bahwa Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) dibentuk untuk memeriksa dan memutus aduan dan/atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU, Anggota PPLN, anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, anggota Bawaslu, Panwas LN, anggota Bawaslu Provinsi dan anggota Bawaslu Kabupaten/Kota serta Penyelenggara di tingkat adhoc. 

Selain itu, DKPP memiliki tugas-tugas, yaitu: (1) menerima pengaduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara Pemilu; (2) melakukan penyelidikan dan verifikasi, serta pemeriksaan atas pengaduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara Pemilu; (3) menetapkan putusan; dan (4) menyampaikan putusan kepada pihak-pihak terkait untuk ditindaklanjuti. 

DKPP juga mempunyai kewenangan, yakni (1) memanggil Penyelenggara Pemilu yang diduga melakukan pelanggaran kode etik; (2) memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang terkait untuk dimintai keterangan, termasuk untuk dimintai dokumen atau bukti lain; dan (3) memberikan sanksi kepada Penyelenggara Pemilu yang terbukti melanggar kode etik.

Tahun 2024 adalah puncak dari pesta demokrasi yang tentunya tahapan Pemilu 2024 dimulai sejak tahun 2023. 

Oleh karena DKPP mempunyai tugas dan kewenangan untuk menegakkan Kode Etik Penyelenggara Pemilu baik yang dilakukan oleh KPU beserta jajarannya, dan Bawaslu beserta jajarannya di seluruh Indonesia, maka tentulah DKPP banyak menerima aduan dari masyarakat, peserta Pemilu, sesama Penyelenggara Pemilu dan Partai Politik. 

Sepanjang tahun 2024, Januari sampai dengan 8 Mei 2024, DKPP telah menerima 233 pengaduaan dugaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP). Dengan demikian, dapat diartikan bahwa lonjakan pengaduan pasca Pemilu 2024 meningkat terkait dugaan Kode Etik yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu.

“Jumlah pengaduan ke DKPP sepanjang tahun 2024 saja tercatat 233. Kami perkirakan akan terus bertambah, bahkan bisa berkali lipat seiring dimulainya tahapan Pilkada 2024,” ungkap Heddy Lugito di Jakarta, Rabu (8/5/2024).

Dari 233 pengaduan yang diterima DKPP, sebanyak 99 di antaranya mengadukan KPU Kabupaten/Kota. Kemudian Bawaslu Kabupaten/Kota (66), PPK/PPD (13), Bawaslu Provinsi (12), KPU Provinsi (12), KPU RI (9), dan Bawaslu RI (7).

Pada awal tahun 2024 sampai dengan Mei 2024, jumlah perkara teregistrasi sebanyak 90 perkara, dengan rincian perkara yang telah diputus adalah 13 perkara dan 77 perkara dalam proses pemeriksaan. Dari 13 Putusan, jumlah Teradu 67 Teradu dengan rincian 54 Teradu direhabilitasi, 12 Teradu diberikan sanksi Teguran Tertulis dan 1 orang Pemberhentian Sementara.

Perkara pada tahun 2023 yang diputus pada tahun 2024 sebanyak 20 perkara dengan jumlah 94 Teradu, dengan rincian 40 Teradu direhabilitasi, 49 Teradu diberikan sanksi Teguran Tertulis, 2 Teradu diberikan sanksi Pemberhentian Sementara dan 3 Teradu diberikan sanksi Pemberhentian Tetap.

Sehingga,  jumlah perkara yang diputus oleh DKPP sepanjang tahun 2024 sebanyak 33 perkara yang terdiri dari 20 perkara tahun 2023 yang diputus pada tahun 2024 dan 13 perkara tahun 2024 yang telah diputus. Dari 33 perkara jumlah Teradu yang diputus sebanyak 161 Teradu.

Heddy menambahkan profesionalitas masih membayangi kinerja penyelenggara pemilu. Dari 57 Teradu yang telah dijatuhi sanksi oleh DKPP, prinsip yang paling banyak dilanggar Teradu adalah prinsip profesional sebanyak 43 Teradu. Sedangkan 11 Teradu melanggar prinsip berkepastian hukum dan 3 Teradu melanggar prinsip jujur. 

“Jika kita melihat data di atas, DKPP telah banyak melaksanakan sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu yang bertujuan untuk mewujudkan penyelenggara pemilu yang profesional, kredibel, dan berintegritas,” tegasnya.

Anggaran DKPP Minim
Jumlah pengaduan dan perkara dugaan pelanggaran KEPP yang ditangani DKPP sepanjang tahun 2024 berbanding terbalik dengan kondisi anggaran lembaga penjaga integritas dan kredibilitas penyelenggara pemilu ini.

Pagu anggaran DKPP tahun anggaran 2024 sebesar Rp67.532.578.000. Turun sebesar Rp24.153.806.000 dibandingkan pagu anggaran tahun 2023 sebesar Rp91.686.234.000.

Heddy Lugito mengungkapkan penurunan anggaran tersebut merupakan ‘warning’ bagi mimpi masyarakat Indonesia akan hadirnya penyelenggara pemilu yang profesional, kredibel, dan berintegritas, serta demokrasi yang berkualitas.

“Ini tentu saja harus menjadi prioritas dalam menghadapi pemilu serentak tahun 2024,” tegasnya.

Sejumlah program prioritas DKPP diperkirakan tidak terlaksana di tahun ini. Seperti penguatan kode etik dan perilaku penyelenggara pemilu melalui Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil), pendidikan dan sosialisasi etika penyelenggara pemilu, dan lainnya.

Wartawan senior tanah air ini berharap Rakorwil bisa kembali diselenggarakan, bahkan diperuntukan bagi penyelenggara di tingkat kecamatan (adhoc). “Tahun lalu kita berhasil melaksanakan Rakorwil di empat wilayah di Indonesia. Ini maanfaatnya sangat besar dirasakan oleh penyelenggara pemilu di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota,” pungkasnya.