Sependapat Dengan La Nyalla, Pengamat Sebut Penyebar Hoaks Big Data Terancam 6 Tahun Penjara

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 16 April 2022 22:33 WIB
Jakarta, MI - Pengamat Ekonomi dan Politik Anthony Budiawan, sependapat dengan pernyataan Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti yang menyebut Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan bohong soal 'big data'. "Luhut klaim ada 110 juta orang dukung penundaan pemilu. Ketua DPD La Nyalla bilang Luhut bohong. Menurut Evello, pembicaraan pemilu maksimal 693 ribu," ujar Anthony melalui akun Twitter @AnthonyBudiawan pada Sabtu (16/4). Anthony Budiawan berpendapat, jika Luhut melakukan penyebaran kebohongan, maka berdasarkan UU ITE, Luhut terancam hukuman 6 tahun penjara. "Luhut terancam pidana? Menurut UU ITE, penyebar berita bohong dapat dihukum penjara maksimal 6 tahun?" ujar Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) itu. Luhut sebelumnya mengaku bahwa dia memiliki big data, yakni terdapat 110 juta netizen media sosial yang mendukung isu penundaan pemilu 2024. Namun hal tersebut dibantah oleh Ketua DPD RI La Nyalla dengan mengacu pada data yang dikeluarkan perusahaan analisis data, Evello. Data yang dipaparkan La Nyalla mengungkapkan bahwa big data netizen yang terlibat dalam percakapan tentang isu penundaan pemilu hanya berjumlah 693.289 akun media sosial, bukan 110 juta. Data tersebut diperoleh dari analisis data terhadap akun media sosial seperti Twitter, Instagram, YouTube, dan Tiktok. Dengan begitu, LaNyalla menegaskan, big data yang digaungkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan terkait keinginan masyarakat agar Pemilu 2024 ditunda adalah berita bohong alias hoaks. Dia pun meminta masyarakat tidak percaya dengan pernyataan Luhut. “Jadi saya sampaikan bahwa yang disampaikan oleh saudara Luhut Binsar Pandjaitan itu adalah (berita) bohong. Saya hanya menyampaikan itu (berita) bohong,” kata LaNyalla di Jakarta, Kamis (14/4) kemarin. (La Aswan)

Topik:

Big data
Berita Terkait