Kejagung Diminta Ungkap Aktor Intelektual Kasus Ekspor Minyak Goreng

wisnu
wisnu
Diperbarui 20 April 2022 10:32 WIB
Jakarta, MI – Anggota Komisi VI DPR Achmad Baidowi meminta Kejaksaan Agung mengungkap aktor intelektual kasus ekspor minyak goreng yang menjerat Dirjen Kemendag dan tiga tersangka lainnya. "Fraksi PPP berharap persoalan ini diusut tuntas karena telah menyebabkan kegaduhan di sektor pangan yaitu kelangkaan minyak goreng,” kata Sekretaris Fraksi PPP DPR itu di Jakarta, Rabu (20/4). Terlebih-lebih, harga minyak goreng hingga saat ini masih saja mahal. Padahal Indonesia merupakan penghasil sawit terbesar. "Hingga hari ini harga minyak goreng masih tinggi di masyarakat. Hal ini sebuah ironi terjadi di salah satu negara penghasil sawit terbesar d dunia," katanya. [caption id="attachment_424800" align="aligncenter" width="300"] Para tersangka kelangkaan minyak goreng. (Dok/Ist)[/caption] Dia juga berharap sistem penegakan hukum memberikan efek jera agartidak ada lagi yang bermain-main dengan minyak goreng. Pada Selasa (19/4), Kejagung menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan pemberian fasilitas izin ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng, pada Januari 2021 sampai Maret 2022 hingga menyebabkan kelangkaan minyak goreng. Keempat tersangka itu adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen Perdaglu Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana (IWW), Stanley MA (SMA) selaku Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Master Parulian Tumanggor (MPT) selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, serta Picare Togar Sitanggang (PT) selaku General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas. Kasus tersebut melibatkan pejabat Dirjen Perdaglu IWW sebagai tersangka karena telah menerbitkan persetujuan ekspor terkait komoditas CPO dan produk turunannya kepada Permata Hijau Group, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, serta PT Musim Mas. Setelah ditetapkan tersangka, keempat tersangka dilakukan penahanan di tempat yang berbeda. IWW dan MPT ditahan di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari, terhitung mulai Selasa hingga 8 Mei 2022, sedangkan tersangka SMA dan PT ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari dengan masa penahanan serupa.