Dua Perusahaan Farmasi Biang Kerok Gagal Ginjal Akut, DPR: Penjarakan Saja, Jangan Hanya Cabut Izin!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 4 November 2022 01:35 WIB
Jakarta, MI - Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago mendesak Kementerian Kesehatan untuk memenjarakan perusahaan farmasi yang mendistribusikan obat sirup oplosan diduga sebagai memicu penyakit gagal ginjal akut pada anak. Karena sengaja menggunakan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) melebihi ambang batas dalam obat sirop. “Dipenjarakan saja, jangan cuma sekadar dicabut izinnya. Laporkan kepada pihak yang berwajib, penjarakan. Karena apa, ini tindakan kriminal, ini nyawa lho. Nyawa,” kata Irma dikutip pada, Jum'at (4/11). Menurut Irma, tidak ada alasan bagi Pemerintah untuk memberikan toleransi kepada para pelaku. Apalagi, tegas Irma, jumlah korban jiwa yang mencapai 178 anak meninggal dunia dan 325 kasus gagal ginjal akut pada anak per 1 November 2022, “Nyawanya melayang sekian banyak ini. Satu saja enggak kita toleransi, ini lebih dari ratusan,” katanya menegaskan. Bareskrim Polri telah mengumumkan dua korporasi diduga melakukan tindak pidana terkait kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) atau gagal ginjal akut yang umumnya diderita anak-anak, Senin (31/10/2022). Dua korporasi itu adalah PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries. Kedua perusahaan farmasi tersebut menggunakan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas dalam produksi obat sirop. Dua zat tersebut diduga jadi pemicu penyakit gagal ginjal akut. Sementara itu, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengatakan, dua perusahaan farmasi ini terancam pidana yang mengacu pada UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan pidana penjara hingga 10 tahun dan denda Rp 1 miliar. BPOM juga sudah memberikan sanksi administrasi dengan mencabut izin edar maupun produksi obat dalam sediaan oral dan cairan. "Diberikan sanksi administrasi berupa penghentian produksi, distribusi, penarikan kembali dan pemusnahan. Selanjutnya pencabutan sertifikat CPOB (Cara Produksi Obat yang Baik) untuk pasca produksi cairan oral," kata Penny. (MI/Aan)