Provokatif! Sifat Benny Ramdhani Disebut Premanisme, Brutal, Anti Kritik

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 30 November 2022 16:34 WIB
Jakarta, MI - Mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) La Ode Ida menyarankan Presiden Jokowi mengabaikan permintaan Kepala BP2MI, Benny Ramdhani yang ingin memerangi lawan politiknya. Pasalnya, kata dia, hal ini merupakan bentuk provokatif yang sangat membahayakan, berpontensi perpecahan pada masyarakat Indonesia. "Presiden Jokowi sebaiknya mengabaikan permintaan Benny soal memerintahkan jajarannya khusunya aparat penegak hukum untuk kemudian menangkap atau memenjarakan pihak yang mengkritik presiden, toh juga pernyataan tersebut ternilai provokatif," kata La Ode kepada Monitor Indonesia, Rabu, (30/11). Menurutnya, jika mendengar pernyataan dari Ketua BP2MI Benny Ramdani tersebut sangat berbahaya bagi bangsa dan negara ini karena pasti ternilai suatu hal premanisme serta anti kritik. "Pernyataan itu sangat berbahaya karena ini sifatnya premanisme, brutal, anti kritik dan itulah wajah barisan pendukung pak Jokowi dan juga sebagian pejabat pemerintahnya," tegas mantan anggota Ombusman RI itu. La Ode menambahkan bahwa apabila permintaan dari Benny tersebut dilaksanakan oleh Presiden Jokowi maka sama halnya dengan sifat komunisme, dalam pemerintahan sudah sewajarnya mendengarkan kritik karena Presiden bukanlah jabatan untuk sekelompok orang saja. "Permintaan Benny kan ada dua pertama memerangi para pengkritik Jokowi dan meminta aparat penegak hukum untuk menangkap pengkritiknya, ini kan sama halnya negara Cina yang tidak bisa mengkritik Pemerintahan, sedangkan negara kita adalah negara demokrasi," pungkasnya. Sebelumnya, Benny telah merespons beredarnya video viral yang memperlihatkan dirinya meminta izin tempur kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Benny menyebut video yang beredar tak memperlihatkan keseluruhan pembicaraan secara utuh. Ia mengatakan potongan video diambil di sela acara relawan Nusantara Bersatu di Gelora Bung Karno (GBK). Acara di GBK berlangsung Sabtu (26/11) kemarin. Dia mengatakan percakapan dirinya dengan Presiden Jokowi tak dilakukan secara tertutup. “Jadi itu bukan acara tertutup tapi saya yakin video itu adalah video yang tidak utuh, kalau utuh kan seharusnya keseluruhan dong, dari mulai pertama sampai selesai kurang lebih 40 menit. Harusnya, dimuat secara utuh dan yang menyampaikan aspirasi, pandangan masalah, saran, usul, kepada presiden kan tidak hanya saya,” kata Benny di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (28/11). Benny menyebut di pemerintahan Jokowi mungkin ada hal yang kurang. Namun, kata dia, masih ada tindakan yang terlewatkan sehingga berujung pada serangan. “Yang kita soroti dalam perjalanan kebangsaan ini, ini sudah bukan kritik, lihat cara-cara yang mereka lakukan selama ini upaya untuk mendelegitimasi, menjatuhkan pemerintahan. Selalu dengan pola yang sama penyebaran kebencian, fitnah, adu domba antarsuku dan agama, berita-berita hoax bahkan penghinaan dan pencemaran terhadap simbol-simbol negara, presiden, ibu negara,” kata Benny. “Ini kan terus berulang, ini menjadi mesin mematikan yang terus diproduksi, yang kami menangkap ini tidak lepas dari dendam politik yang diformalin pasca Pilpres 2019,” imbuhnya. (MI/Adi)