Pengamat Sebut Belum Terbentuknya Koalisi Dukung Anies Karena NasDemnya Maruk

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 9 Desember 2022 12:38 WIB
Jakarta, MI- Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga menilai, belum belum terbentuknya koalisi resmi NasDem, Partai Demokrat, dan PKS, karena NasDem ingin mendominasi koalisi. "NasDem terkesan ingin memaksakan cawapres pendamping Anies dari partainya. Ada dua nama yang 'dipaksakan' Nasdem untuk mendampingi Anies, yaitu Khofifah Indar Parawansa dan Andika Perkasa," kata Jamiluddin, Kamis (9/12/22). Lanjut Jamiluddin mengatakan, upaya NasDem memaksakan cawapres dari partainya tampaknya sulit diterima Partai Demokrat dan PKS. Karena bagi dua partai ini, NasDem sudah mengusulkan capres dari partainya. Karena itu, NasDem seharusnya memberikan jatah cawapres kepada Demokrat dan PKS selama sesuai dengan kriteria yang disepakati. Demokrat dan PKS tampaknya wajar menolak cawapres dari NasDem karena perolehan kursi mereka pada Pileg 2019 tidak jauh berbeda. Sebab itu, tidak boleh ada partai yang mendominasi dalam menentukan pasangan capres yang akan diusung. "Apalagi cawapres yang ingin dipaksakan NasDem itu tidak istimewa. Khofifah dan Andika misalnya, elektabilitasnya relatif rendah. Bila salah satu diantara mereka dipaksakan menjadi pendamping Anies, tentu tidak akan membantu mengerek elektabilitas Anies," tuturnya. Di lain pihak, lanjut Jamiluddin, ada kader lain dari Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang elektabilitasnya jauh lebih baik dari Khofifah dan Andika. Namun NasDem terkesan mengabaikannya. Padahal hasil simulasi dari beberapa lembaga survei yang kredibel, pasangan Anies-AHY sangat kompetitif dan berpeluang besar menang pada Pilpres 2024. Sementara kandidat dari PKS, Ahmad Heryawan (Aher), memang hingga saat ini elektabitasnya belum muncul. Karena itu, PKS tampaknya lebih realistis dan tahu diri sehingga tidak ngotot untuk mendapat jatah cawapres. "Jadi, bagi NasDem tidak ada alasan yang kuat untuk memaksakan Khofifah atau Andika menjadi.pendamping Anies. Nasdem tidak boleh tamak dengan memaksakan cawapres pilihannya yang memang tidak menjual," bebernya. Jadi, kata dia, NasDem lebih baik menyerahkan cawapres pendamping Anies kepada Demokrat dan dan PKS. Biarkan dua partai ini berembuk memutuskan cawapres selama memenuhi kriteria yang sudah disepakati. Dengan begitu NasDem sudah menganggap Demokrat dan PKS dalam kesetaraan. Prinsip ini yang kalau dilaksanakan, tentu koalisi Nasdem, Demokrat, dan PKS akan segera terwujud. Sebaliknya, kalau NasDem tetap tamak dan ingin mendominasi, maka bersiaplah koalisi yang diharapkan hanya sebuah mimpi. Kalau hal itu terjadi, besar kemungkinan pendukung Anies akan marah kepada NasDem. "Efek bumerang itu tentu tidak diinginkan NasDem. Sebab, keinginan NasDem mengusung Anies menjadi capres karena berharap dapat meningkatkan elektabilitas partainya. Hal itu kiranya pantas direnungkan petinggi NasDem," tukasnya.

Topik:

Nasdem