PDIP Sebut PKS dan Demokrat Gunakan Taktik Politik Berbasis Fitnah dan Adu Domba

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 24 Desember 2022 23:41 WIB
Jakarta, MI- Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Sitorus menyesalkan taktik politik berbasis fitnah dan adu domba yang kerap dilakukan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Demokrat. “Mereka ini sedikit-sedikit melempar fitnah tanpa dasar dan tanpa bukti yang seringkali menyebabkan kegaduhan politik,” sindir Deddy dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (24/12/2022). Deddy mengungkapkan, fitnah-fitnah dan provokasi tersebut telah dilakukan berulang kali oleh para elite Demokrat dan PKS. Mulai dari soal (potensi) kasus hukum Anies Baswedan, jegal menjegal bakal calon presiden dan cawapres, tawar menawar kursi kabinet, serta intervensi KPU. Menurut Deddy, kedua pihak itu dengan mudah melontarkan provokasi mereka dengan sembrono menunjuk ke istana hingga Presiden Jokowi. “Ini tidak sehat, asumsi dibangun atas fitnah dan tidak memikirkan dampaknya bagi kualitas demokrasi dan pemilu,” tegasnya. Anggota Komisi VI DPR RI ini mengatakan, taktik murahan ini sepertinya menjadi pakem bagi kedua partai politik tersebut untuk mendapatkan simpati publik. “Dari dulu Demokrat itu suka main drama politik, sinetron murahan. Sementara PKS suka menuduh sembarangan tanpa bukti yang logis dan valid," tudingnya. Deddy mengaku tidak melihat ada bukti yang valid bahwa istana maupun Presiden Jokowi melakukan intervensi apapun yang dapat digugat baik secara hukum maupun etika. "Sepertinya tuding menuding dan bermain drama murahan memang sudah menjadi genetika politik dari kedua partai itu,” sindir dia lagi. Sebagai contoh, Deddy menjelaskan insinuasi bahwa Presiden Jokowi memihak bakal capres manapun dengan penggunaan kekuasan haruslah dibuktikan secara hukum dan etika demokrasi. Sejauh ini Jokowi maupun istana tidak pernah menyebut mendukung nama bakal calon presiden manapun. Juga tidak pernah menunjukkan preferensi tunggal yang bisa dikatakan memihak atau meng”endorse” calon. “Bahwa Presiden beberapa kali menyampaikan gimmick atau metafora politik, itu hal yang wajar, menghibur dan harusnya dianggap sebagai intermezo dalam demokrasi," ujarnya. “Yang harus diawasi adalah apakah ada penggunaan elemen kekuasaan, anggaran, fasilitas negara yang dipakai untuk mengendorse salah satu bakal calon,” sambung dia. Oleh karena itu, Deddy menilai seharusnya Demokrat dan PKS lebih elegan dalam berpolitik, fokus dalam memperbaiki partai mereka dan mempromosikan calon mereka. “Tudingan-tudingan yang disampaikan kedua partai itu merupakan racun bagi demokrasi. Sebab politik adalah masalah persepsi dan persepsi bagi masyarakat awam cenderung dianggap realita," tuturnya. Menurut Deddy, istana dan Jokowi memang harus merespons tudingan dan fitnah tidak berdasar yang dilontarkan di ruang publik. Sebab jika tidak, maka publik akan menganggap semua itu benar belaka. “Sebaiknya Demokrat dan PKS memperbaiki cara berpolitiknya agar lebih elegan dan positif. Ini era medsos dimana semua orang bisa mengawasi dan melaporkan segala sesuatu yang terjadi hingga ke daerah pelosok," pungkasnya.

Topik:

PDIP