Pengamat Sebut Ada Unsur Politik Dibalik Rencana Pemeriksaan Khofifah Kasus Dana Hibah

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 31 Desember 2022 06:01 WIB
Jakarta, MI - Pengamat politik Ujang Komarudin menilai rencana pemanggilan terhadap Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemungkinan ada unsur permainan politiknya. “Mungkin saja itu permainan politik, tapi semuanya kita kembalikan ke KPK sebagai penegak hukum,” kata Ujang kepada wartawan, Sabtu (31/12). Hal semacam itu sudah biasa terjadi setiap menjelang Pemilu. “Inilah Indonesia, hukum berdampingan dengan politik begitupun sebaliknya,” lanjutnya. Ia juga mengatakan bahwa hukum tak jarang dijadikan alat politik. Meski demikian, ia tetap menaruh kepercayaan pada kinerja KPK dan berharap KPK bertanggung jawab serta bijak dalam menegakkan hukum. “Tapi kembali lagi, kita percayakan semuanya kepada KPK. Berharap KPK bekerja secara bijak dan bertanggung jawab,” tandasnya. Ia beranggapan bahwa setiap pejabat bermasalah dengan kasus korupsi, pasti akan dipanggil juga oleh KPK. “Semuanya kalau menurut KPK bermasalah ya pasti dipanggil juga,” imbuhnya. Pemanggilan terhadap Gubernur Jatim Khofifah dan Wakilnya Emil Dardak itu diketahui terkait kasus suap dana hibah di lingkungan Pemprov Jatim. Kasus yang menjerat Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua P. Simandjuntak itu telah menetapkan 4 orang tersangka dalam perkara tersebut. Adapun keempat orang tersangka tersebur yaitu, Sahat Tua P Simandjuntak (STPS) selaku Wakil Ketua DPRD Jatim, Rusdi (RS) selaku Staf Ahli STPS sebagai penerima suap. Sedangkan tersangka pemberi, KPK menetapkan Kepala Desa Jelgung Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang Abdul Hamid (AH) dan Koordinator Lapangan Pokmas Ilham Wahyudi (IW). Sahat dan Rusdi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.