Prof Didik J Rachbini Sebut Buzzer dan Relawan Politik Kecoak Demokrasi

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 5 Februari 2023 20:29 WIB
Jakarta, MI- Ekonom Senior, Didik J Rachbini, menyoroti keberadaan buzzer-buzzer dan relawan tokoh politik tertentu dalam demokrasi saat ini. Didik bahkan dengan tajam menyebut keberadaan keduanya seperti kecoak dan hama demokrasi. Bukan tanpa alasan, Didik menyematkan istilah tersebut mengingat sepakterjang mereka agar ada perpanjangan jabatan presiden menjadi tiga periode. Dijelaskannya, dalam demokrasi hanya dikenal empat pilar, yakni eksekutif, legislatif, yudikatif, hingga pers. Diungkapkannya, keberadaan buzzer dan relawan ini belum ada semasa era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan baru muncul di era rezim Joko Widodo. "Zaman SBY enggak ada, hanya periode ini kecoak-kecoak ini muncul, hama-hama demokrasi muncul dan hidup, dikasih genderang sama media juga," kata Didik dalam sebuah diskusi secara virtual, Minggu (5/2/2023). Didik menyebut hama demokrasi ini yang membuat rumah demokrasi Indonesia keropos. Didik mengatakan, keberadaan buzzer dan relawan tak ada dalam pilar demokrasi. Didik beranggapan bahwa mereka hanya berada di bawah karpet kekuasaan. "Coba bayangkan, demokrasi itu kan trias politika dasarnya. Kuasa kehakiman, pemerintah, DPR. Ada civil society, ada media. Relawan tuh di mana? Enggak ada, dia tuh di bawah karpet, di sela-sela, lubang-lubang tikus itu. Itu yang meramaikan tunda pemilu, (jabatan presiden) tiga periode," tandasnya. Meski demikian, Didik mengatakan, keberadaan relawan, buzzer, atau tim sukses sebetulnya bukan hal yang salah. Mereka memang dibutuhkan, namun hanya untuk masa pemilu bukan saat-saat normal seperti sekarang. "Lain kalau timses, itu kalau di masa pemilu. Ini di masa normal dia nempel di kekuasaan pemerintah menjadi alap-alap di bawah karpet. Dia bukan kementerian, bukan civil society seperti Muhammadiyah atau NU. Mereka ini alap-alap," sindir Didik. "Jadi kita demokrasinya tuh banyak tikus dan kecoak-kecoak, itu relawan itu. Saya berani katakan," tegasnya. Menurut Didik, perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode justru berpotensi menggiring demokrasi Indonesia ke jurang. "Ini berpotensi menggiring demokrasi ke jurang, dan ini permainan politik tingkat tinggi sampai alap-alap relawan," ucap Didik.

Topik:

Buzzer
Berita Terkait