Soal Putusan Penundaan Pemilu, Partai Prima Minta Semua Pihak Hormati Putusan PN Jakpus

Akbar Budi Prasetia
Akbar Budi Prasetia
Diperbarui 4 Maret 2023 17:05 WIB
Jakarta, MI - Ketua Umum Partai PRIMA, Agus Jabo Priyono, meminta kepada semua pihak untuk menghormati putusan PN Jakarta Pusat yang perintahkan KPU RI menunda Pemilu serentak 2024. Pria yang akrab disapa Jabo itu menilai, Partai PRIMA sebagai partai politik berhak mendapatkan perlindungan hukum dari pengadilan. Lebih lanjut Jabo menyampaikan bahwa, dalam amar putusan yang dikeluarkan PN Jakarta Pusat, KPU RI terbukti telah melakukan kesalahan dalam proses verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024. "KPU juga melanggar hak-hak kami yang berkaitan dengan hak-hak sipil dan politik dalam International Covenant on Civil and Political Rights yang telah diratifikasi melalui UU Nomor 12 Tahun 2005," jelas Jabo melalui keterangan tertulis yang diterima Monitor Indonesia, Sabtu (4/3). Jabo mengatakan, partainya telah mendapatkan perlakuan yang tidak adil atau diskriminatif dari penyelenggara Pemilu. Padahal, kata Jabo, sesuai dengan Universal Declaration of Human Right, Partai PRIMA berhak mendapatkan perlakuan yang sama sebagai partai politik untuk menjadi bagian dari pemerintahan secara langsung ataupun melalui suatu pemilihan umum. "KPU juga melanggar hak-hak kami yang berkaitan dengan hak-hak sipil dan politik dalam International Covenant on Civil and Political Rights yang telah diratifikasi melalui UU Nomor 12 Tahun 2005," terangnya. Menurutnya, putusan PN Jakarta Pusat yang perintahkan KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diucapkan adalah hukuman yang rasional. "Agar tercipta kesamaan hak dan keadilan bagi kami sejalan dengan Pasal ICCPR dan UU Nomor 12 Tahun 2005," jelasnya. Jabo menjelaskan, hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih telah dijamin oleh konstitusi, Undang-Undang, dan konvensi Internasional. Atas dasar ini, kata Jabo, KPU RI sebagai penyelenggara Pemilu tidak menjalankan hak konstitusional tersebut. "Sehingga, pembatasan perlakuan yang tidak adil merupakan pelanggaran terhadap hak asai dari warga negara termasuk hak kami yang dijamin oleh konstitusi. Dengan demikian terbukti, KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum," tandasnya.