JAKI Akan Perkuat Putusan PN Jakpus yang Menghukum KPU Tidak Meneruskan Tahapan Pemilu

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 6 Maret 2023 21:41 WIB
Jakarta, MI - Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI) akan memperkuat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menghukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak meneruskan tahapan pemilu 2024. Koordinator Eksekutif JAKI Yudi Syamhudi Suyuti menyatakan, pihaknya akan mengambil sikap untuk berpatisipasi secara inisiatif terlibat dalam sidang banding hingga kasasi sebagai pihak intervensi dalam putusan PN Jakpus terkait putusan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) yang dimenangkan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) melawan tergugat KPU. "Sebagai Pihak Intervensi, JAKI akan memposisikan legal standingnya secara independen tanpa memihak penggugat atau tergugat, namun berada pada posisi sebagai "Sahabat Pengadilan" dalam istilah hukumnya," kata Yudi kepada Monitor Indonesia, Senin (6/3). Menurut Yudi, posisi legal standing ini, adalah memberikan pertimbangan hukum kepada majelis hakim tinggi di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, yang mengkhususkan pada salah satu putusan hukum yang menghukum tergugat. Pertimbangan hukum ini, lanjut dia, adalah sebagai salah satu bahan pertimbangan hakim banding untuk menguatkan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait salah satu putusan yang merupakan putusan hukuman untuk dikabulkan. Yaitu menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemiihan umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari. "Pertimbangan hukum yang akan kami sampaikan, pada prinsipnya menegaskan bahwa kedudukan Mahakamah Agung (MA) beserta badan-badan peradilan dibawahnya memiliki kedudukan kekuasaan yang setingkat dengan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya. Hal ini sesuai konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku," tegas Yudi. Dalam proses peradilannya, lanjut Yudi, dengan mengacu pada Kekuasaan Kehakiman, mulai dari menerima gugatan, memeriksa perkara dan menghadirkan saksi-saksi sesuai KUHAP, putusan majelis hakim yang merupakan putusan Pengadilan Negeri harus dihormati. "Persoalan hukum atas gugatan PMH ini tidak dapat dipolitisir. Apalagi sidang perdata ini bukan menyangkut peradilan Pemilu. Meskipun ada latar belakang persoalan terkait Pemilu, akan substansi hukumnya bukan di peradilan Pemilu," jelas Yudi. "Apapun hasilnya, tentu pihak JAKI akan menghormati apapun putusannya. Akan tetapi kami akan memperkuat Putusan Pengadilan Negeri ke Pengadilan Tinggi hingga Mahkamah Agung, dalam Putusan yang menghukum KPU untuk tidak meneruskan tahapan pemilu," sambungnya. Putusan ini saja yang akan JAKI perkuat dan memfokuskan dengan memohon kepada majelis hakim juga menggunakan hukum dengan menggunakan judicial activism, dimana atas pertimbangan-pertimbangannya, majelis hakim dapat menemukan hukum baru. Selain itu, sebagai pertimbangan lainnya, JAKI akan memohon kepada majelis hakim baik ditingkat banding atau kasasi untuk memutuskan perbaikan pemilihan umum secara adil melalui pengulangan proses Pemilu. Serta atas kekuasaan kehakiman, jika perkara ini sampai ke tingkat kasasi. "Kami akan mendorong Mahkamah Agung sesuai Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985, Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan dalam hal ini kekosongan kekuasaan," kata Yudi. Karena implikasi tertundanya pemilu yang mengakibatkan terjadinya vacuum of power dalam kekuasaan Negara di tingkat legislatif dan eksekutif, tandas Yudi, maka Mahkamah Agung dapat memerintahkan Presiden mengeluarkan dekrit untuk menjalankan pemerintahan sementara. "Hal ini sampai diperbaikinya sistem Pemilu yang benar-benar sesuai kedaulatan rakyat sepenuhnya," tutup Yudi. (Nuramin) #JAKI