Komisi Pertahanan DPR: Pembelian 12 Jet Tempur Bekas Qatar Beban Keuangan Negara Masa Depan 

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 8 Juli 2023 15:38 WIB
Jakarta, MI - Anggota Komisi Pertahanan DPR RI Syarif Hasan menilai pembelian 12 jet tempur bekas Mirage 2000-5 dari Qatar senilai total Rp 11,8 triliun bakal menjadi beban keuangan negara di masa depan. "Saya telah berulang kali menegaskan perlunya evaluasi kritis atas rencana pembelian Mirage 2000-5. Kebijakan ini hanya akan menjadi beban keuangan negara di masa depan," Syarif Hasa dikutip pada, Sabtu (8/7). Menurut Wakil Ketua MPR RI ini, jet tempur bekas Mirage 2000-5 itu telah berusia tua sehingga tidak optimal menjaga wilayah udara Indonesia. Apalagi, tegas dia, dipastikan mahalnya biaya pemeliharaan dan perawatan yang membuat rencana ini menjadi Hal ini juga, kata Syarif Hasan, yang menjadi alasan mengapa rencana hibah jet tempur bekas ini ditolak di era Presiden SBY. Politikus senior Partai Demokrat itu mengingatkan biaya pemeliharaan dan perawatan adalah komponen biaya yang juga mesti dipertimbangkan, selain memang teknologi pesawat ini telah ketinggalan zaman. "Karakteristik ruang udara Indonesia yang sangat luas menuntut pesawat yang baru dan bertahan lama. Saya kira membeli pesawat baru tetap opsi kebijakan yang lebih baik dibandingkan membeli pesawat bekas,” bebernya. Lebih lanjut, Syarief Hasan menyatakan rencana anggaran yang akan digunakan untuk membeli Mirage 2000-5 sebaiknya dialihkan untuk pembelian pesawat baru atau dialihkan untuk perawatan alutsista pesawat tempur yang telah ada. Apalagi Mirage 2000-5 ini dikirimkan 24 bulan setelah kontrak yang disepakati pada 31 Januari 2023. "Ini hanya selisih 1 tahun dengan kedatangan jet tempur Rafale yang diperkirakan sampai Indonesia pada 2026," ungkapnya. Diakuinya, bahwa dunia memang tengah dilanda situasi geopolitik yang tidak berkepastian, namun pilihannya bukan dengan membeli pesawat bekas. "Apalah artinya punya alutsista bekas, namun kemampuannya lemah," tegasnya. "Meskipun dunia sedang menegang, namun potensi terjadinya invasi atau perang dalam skala global sangat kecil kemungkinannya," sambungnya. Dengan demikian,Menteri Koperasi dan UKM di era Presiden SBY ini menilai tidak ada urgensi pengadaan alutsista bekas dengan menggelontorkan sejumlah besar uang negara. Semestinya pemerintah mempertimbangkan faktor keberlanjutan, menurut Syarif Hasan, alutsista yang berusia lama dan tua dapat dipastikan pemeliharaan dan perawatan yang sangat tinggi dan tidak efektif. “Kapasitas fiskal yang terbatas, harus digunakan seefisien mungkin," tegasnya. Selain opsi pembelian alutsista baru, lanjut dia, yang juga penting adalah peningkatan kapasitas alutsista yang ada. "Kita harus menjamin angkatan perang kita siap sedia menghadapi ancaman perang. Tentunya kualitas alutsista perlu diperkuat, selain perlunya mendorong kapasitas SDM, teknologi, dan finansial industri pertahanan," jelasnya "Dengan begitu, ketahanan nasional semakin kuat dan maju, baik di tataran regional maupun global,” timpalnya. (AL) #Jet Tempur Bekas Qatar