Proyek Eco City Pulau Rempang Tak Memanas Jika Dilakukan Secara Transparan

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 10 September 2023 12:30 WIB
Jakarta, MI - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyoroti kisruh rencana pembangunan Eco City di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau yang kian memanas. Rencana pembangunan Eco City oleh investor itu telah membuat ribuan warga yang tinggal di 16 kampung tua dan pemukiman warga asli di Pulau Rempang harus tergusur dari tanah yang telah didiaminya sejak tahun 1834 silam. Dari informasi yang berkembang, bahwa sejak awal rencana kawasan ekonomi baru atau The New Engine of Indonesia's Economic Growth dengan konsep Green and Sustainable City di daerah itu sama sekali tidak melibatkan masyarakat. Alhasil, masyarakat menolak program yang telah dirancang investor dan diberikan karpet merah oleh pemerintah itu. Menurut LaNyalla, rencana tata ruang di wilayah tersebut sesungguhnya dapat diubah dengan memperhatikan kearifan lokal warga setempat. "Rencana tata ruang dan wilayah proyek tersebut sebenarnya bisa saja diubah dengan melibatkan entitas dan heritage Kampung Tua sebagai bagian dari kearifan lokal untuk destinasi wisata," ujar LaNyalla, Minggu (10/9). Senator asal Jawa Timur itu pun menilai bahwa sesungguhnya masyarakat bisa diajak berdialog, sepanjang dilakukan secara terbuka dan transparan. Termasuk jaminan sosial safety nett yang dijanjikan benar-benar terukur dan terinformasikan secara terbuka dan utuh. [caption id="attachment_564903" align="alignnone" width="730"] Ratusan warga memblokir jalan menolak tim gabungan yang hendak melakukan pengukuran lahan di Pulau Rempang (Foto: Doc BP Batam)[/caption] "Saya kira sepanjang kita menginisiasi secara baik, masyarakat mau diajak berkomunikasi. Asal terbuka, jangan ada yang ditutup-tutupi," tegas LaNyalla. Belajar dari apa yang terjadi di Pulau Rempang, LaNyalla menegaskan betapa pentingnya menggunakan model pendekatan public, privat and people partnership dalam konteks pembangunan di suatu wilayah. Dengan begitu, tambah dia, pendekatannya tidak melulu public, privat partnership saja atau KPBU. "Itulah perlunya sistem bernegara di Indonesia kembali kepada Pancasila, dengan membuka ruang bagi Utusan-Utusan untuk duduk di MPR, sebagai lembaga penjelmaan rakyat," beber LaNyalla. Selain itu, menurut LaNyalla bengan adanya MPR sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat, seluruh komponen dapat terlibat secara utuh dalam menyusun rencana pembangunan Indonesia. "Karena di MPR juga akan ada utusan dari Kerajaan dan Kesultanan Nusantara serta masyarakat adat yang nantinya akan terlibat dalam merumuskan pembangunan serta arah perjalanan bangsa ke depan," tutup LaNyalla. (An) #Rempang#Pulau Rempang