Peredaran Obat Palsu dan Kosmetik Berbahaya Kerap Terulang, RUU POM Harus Segera Disahkan

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 13 Desember 2023 16:02 WIB
Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo (Foto: Ist)
Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, mengatakan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah sangat geram dengan hukuman pidana yang dinilai terlalu ringan kepada para pelaku usaha obat-obatan tradisional dan kosmetik yang telah banyak merugikan masyarakat.

Pasalnya berdasarkan temuan-temuan BPOM, masih banyak pelaku usaha yang membuat obat-obatan dengan bahan kimia serta kosmetik yang mengandung zat berbahaya. 

"BPOM juga sudah menyadari ya, mereka gemes bahwa temuan-temuan itu ketika dibawa ke ranah hukum, diadili sangat ringan. Sehingga tidak sebanding dengan mereka menerima hukuman pidana, dengan dia dapatkan omset yang begitu banyak yang menggiurkan," kata Rahmad saat dihubungi Monitorindonesia.com, Rabu (13/12).

Padahal kata Rahmad, sampai saat ini pihaknya dan BPOM terus bekerja dan mendorong pengawasan sampai ke bawah. 

"Kenapa ini terus beredar toh pada kenyataannya BPOM juga terus bekerja, komisi IX terus mendorong akan meningkatkan fungsi pengawasan, fungsi kontrol di masyarakat di pasar-pasal tradisional juga sudah kita sampaikan ya," ujarnya. 

Untuk itu, kata Rahmad yang menjadi masalahnya adalah karena payung hukum kepada BPOM tidaklah kuat. Sehingga diperlukan Rancangan Undang-Undang Makanan dan Obat (RUU POM) demi memperkuat posisi BPOM dalam mengawasi peredaran obat dan makanan di Tanah Air.

"Ya memang saat ini masih proses RUU BPOM ya, sehingga masih perlu perbaikan penyempurnaan," ungkapnya. 

Namun, kata Rahmad, apabila tak ada payung hukum yang menguatkan BPOM, maka hal ini akan terus berulang. 

"Ini akan terus menjadi lingkaran setan, ini dibawa ke pengadilan tapi tidak membawa dampak dan akan terus berulang," tukas Rahmad. 

Sebelumnya, selama periode September 2022 hingga Oktober 2023. BPOM telah menemukan 50 item (1 juta pieces) obat tradisional mengandung Bahan Kimia Obat Berbahaya (BKO). Dan 181 item (1,2 juta pieces) kosmetik mengandung bahan dilarang/berbahaya. 

Total penemuan tersebut memiliki nilai keekonomian hingga mencapai lebih dari Rp39 miliar. Dan dari temuan itu diketahui, produk-produk tersebut telah tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.

"Temuan produk ini tersebar di seluruh Indonesia, terutama di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Riau, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Kalimantan Timur, Bali, dan Sulawesi Selatan," ujar Plt Kepala BPOM RI Rizka Andalucia, Jum'at (8/12).

BPOM telah memerintahkan kepada pelaku usaha yang memproduksi, mengimpor, dan mengedarkan OT dan SK mengandung BKO dan/atau ilegal, serta kosmetik mengandung bahan dilarang/berbahaya untuk melakukan penarikan produk dari peredaran untuk dimusnahkan dan juga tindak lanjut berupa pencabutan izin edar untuk produk yang terdaftar di BPOM.

Menurutnya, selain sanksi administratif, pelaku usaha yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu dapat dikenakan sanksi pidana.

Hal ini sesuai dengan Pasal 435 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar. (DI)