Membaca Survei-survei Pilpres 2024, Siapa Pemenangnya?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 18 Desember 2023 18:57 WIB
Ketua Front Pembangunan Persatuan Rakyat (FPPR), Yudi Syamhudi Suyuti (Foto: Dok MI)
Ketua Front Pembangunan Persatuan Rakyat (FPPR), Yudi Syamhudi Suyuti (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Ketua Front Pembangunan Persatuan Rakyat (FPPR), Yudi Syamhudi Suyuti menganalisa hasil sebagian besar lembaga riset atau lembaga survei yang telah beberapa kali merilis hasil surveinya terkiat dengan pemilihan presiden (pilpres) 2024.

Yudi menganalisanya, sebab seringkali dihadirkan dalam berbagai seminar atau forum-forum diskusi akademik. "Namun saya, menanggapi hanya membatasi dari beberapa lembaga survei yang paling terakhir yang dilakukan oleh lembaga indikator politik indonesia, litbang kompas, roy morgan poll dan poltracking," ujar Yudi dalam keterangannya, Senin (18/12).

Selain itu, Yudi juga hanya membaca hasil elektabilitasnya saja secara nasional. Hal ini, karena untuk membaca kemana arah paling memungkinkan, paslon yang akan menang di pilpres 2024. 

"Sehingga di pilpres mendatang, pemilih mampu membuat pertimbangan atau setidaknya dapat meraba kemungkinan-kemungkinan situasi politik ke depan," lanjut anggota Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.

Yudi membaca itu melalui pendekatan sosiologi matematik. Menurutnya, hal ini merupakan cara pendekatan seperti yang ditemukan oleh Nicolas Rashevsky atau Anatol Rapoport pada 1940-an.

Dimana, ungkap Yudi, kedua peneliti tersebut berhasil menemukan formula. "Jika a terhubung ke b dan c, maka ada kemungkinan lebih besar bahwa b dan c terhubung sama lain," menurut Yudi.

Selain itu pendekatan sosiologi matematik, juga pernah digunakan ahli matematika, Frank Harary, yang berhasil menyelidiki perselisihan antar manusia. 

"Dimana melalui teori grafik, Harary menemukan adanya jaringan positif dan negatif yang saling terikat seimbang, dengan hasil penemuan teodrama yang sangat terkenal, yaitu prinsip psikologis yang menyatakan, musuh temanku adalah musuhku," katanya.

Penemuan ini, ungkap Yudi, terkonstruksi dari dua sub-jaringan sedemikian rupa, sehingga masing-masing mempunyai ikatan positif di antara simpul-simpulnya dan yang ada hanya ikatan negatif dari sub-sub yang berbeda. 

"Gambaran disini adalah terbentuknya sistem sosial yang terbagi menjadi dua. Prinsip psikologis yang telah diselidiki secara matematis tersebut menyerupai pemikiran filsafat kuno, musuh dari musuhku adalah temanku," katanya.

Namun bacaan yang Yudi lakukan adalah bacaan dalam konteks perlombaan atau pertandingan politik pilpres 2024. Bukan bacaan tentang konflik sosial atau membaca tentang kondisi permusuhan. 

Sehingga pembacaan ini adalah bentuk pembacaan tentang pertandingan politik demokratik di Indonesia yang dapat dijadikan pertimbangan oleh masyarakat pemilih, siapa paslon capres-cawapres mana yang paling berpeluang memenangkan pilpres 2024. 

Sehingga lebih tepat dibaca dengan cara membaca, "lawannya temanku adalah lawanku."  "Kalimat ini lebih kontekstual dalam pertandingan Pilpres 2024," tuturnya.

"Melalui penggabungan pendekatan sosiologi matematik yang saya gunakan pendekatannya, saya akan menarik garis temuan secara singkat, akan tetapi menghasilkan hasil yang paling memungkinkan," tambahnya.  

Dari obyek bacaan hasil survei terakhir yang dihasilkan lembaga-lembaga survei, dimana saya sebut diatas, tersebut menghasilkan :

Indikator Politik (dalam persen)

1. Anies-Cak Imin  : 19,1 
2. Prabowo-Gibran : 38,2
3. Ganjar-Mahfud   : 20,4
TT/TJ/Rahasia.      : 20,8
Lainnya                  : 1,5

Litbang Kompas (dalam persen)

1. Anies-Cak Imin  : 16,7
2. Prabowo-Gibran : 39,3
3. Ganjar-Mahfud   : 15,3
Belum menentukan pilihan : 28,7

Roy Morgan Poll Australia (dalam persen)

1. Anies-Cak Imin     : 25
2. Prabowo - Gibran : 30
3. Ganjar-Mahfud     : 38

Poltracking (dalam persen)

1. Anies-Cak Imin     : 23,1
2. Prabowo-Gibran   : 45,2
3. Ganjar-Mahfud     : 27,3

"Dari keempat lembaga riset atau lembaga survei yang melakukan survei terakhir dengan hasil di bulan desember 2023, berdasarkan pendekatan sosiologi matematik yang menjadi basis pembacaan saya, akan menghasilkan kesimpulan," jelasnya.

Menurut Yudi, dari survei diatas, besar kemungkinan Pilpres akan terjadi pada dua putaran, karena meski dari sebagian besar hasil survei, Prabowo-Gibran unggul di tingkat atas dalam elektabilitasnya, namun posisi Prabowo-Gibran tidak mampu mencapai 50 persen lebih. 

"Justru dari kekuatan yang didapatnya saat ini, bukan tidak mungkin posisi Prabowo-Gibran akan menuru. Dan sangat dimungkinkan, pada putaran kedua, paslon Prabowo-Gibran kemungkinan besar kalah," lanjut Yudi.

Hal ini mengacu pada teori grafik Frank Harary dengan teodramanya, bahwa kedua paslon Anies-Cak Imin dan Ganjar-Mahfud berpotensi menyatu dengan prinsip psikologis, "lawannya temanku adalah lawanku."

Sehingga para pemilih yang belum menentukan pilihan atau tidak tahu atau rahasia akan terpompa untuk memastikan suara pilihannya ke arah lawan Prabowo-Gibran, yang telah bergabung.

"Namun untuk melihat siapa yang akan menjadi lawan Prabowo-Gibran, parameter yang paling memungkinkan untuk diambil keputusan oleh para pemilih yang belum menentukan pilihan, khususnya para pemilih yang cenderung memilih pasangan yang paling memungkinkan menang, terdiri dari gabungan pemiilih beraliran demokratik, nasionalis, religius."

"Serta pemilih yang setuju dengan sebagai program Jokowi, namun memerlukan perbaikan-perbaikan," cetusnya.

Sehingga pada putaran pertama pilpres 2024 nanti pada 14 Februari, sangat besar kemungkinan pasangan yang lolos ke putaran kedua adalah Prabowo - Gibran melawab Ganjar - Mahfud. 

"Dan seperti bacaan saya diatas, yang akan memenangkan pertandingan pilpres 2024 adalah Ganjar-Mahfud," katanya.

Namun demikian, juga perlu membaca bahwa pemilu 2024 yang diadakan secara bersamaan adalah pilpres dan pileg. Dengan adanya koalisi Partai-partai pengusung capres-cawapres, Koalisi Indonesia Maju, paling berpotensi memiliki koalisi yang kuat di parlemen.

Sehingga, kata Yudi, sangat memungkinkan dalam situasi politik nasional yang tidak terlepas dari situasi politik global yang tidak pasti, hampir sangat pasti akan terjadi konsolidasi partai-partai politik untuk bersatu. 

Dan sangat mungkin, dalam politik 2024 pasca pemilu, partai-partai akan membangun persatuan nasional untuk menghadapi banyak masalah baik di tingkat lokal, nasional dan global. 

"Tentu dalam persatuan partai-partai politik ini dalam membangun negara, diperlukan keterlibatan rakyat banyak secara partisipatif dalam setiap keputusan-keputusan politik, baik di tingkat eksekutif maupun legislatif," tutup Yudi.