Joko Widodo Disematkan Berpolitik "Gentong Babi", Untuk Apa?

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 9 Februari 2024 19:24 WIB
Baliho Joko Widodo bertuliskan 'Politik Gentong Babi Ala Jokowi' di kawasan Patung Kuda,  Kamis (8/2) (Foto: MI/Aswan)
Baliho Joko Widodo bertuliskan 'Politik Gentong Babi Ala Jokowi' di kawasan Patung Kuda, Kamis (8/2) (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Presiden Joko Widodo alias Jokowi disematkan telah berpolitik "gentong babi". Maksud dari penyematan yang dilakukan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia (SI) itu adalah simbol penguasa yang mengerahkan otoritasnya dan sumber daya yang banyak untuk kepentingan pribadinya.

“Kita tau betul bahwa dalam kajian politik, istilah politik gentong babi itu dipakai untuk yang penguasa yang punya otoritas dan sumber daya yang banyak atau dalam hal ini adalah rezim yang sedang berkuasa itu menghibahkan anggaran sumberdaya,” kata Koordinator Wilayah Jateng DIY BEM SI Bagus Adi Kusuma dalam konferensi pers Aliansi BEM SI di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (8/2).

Menurutnya, tujuannya adalah personifikasi agar bansos itu dianggap sebagai pemberian dari Jokowi. "Atau bansos itu dianggap sebagai bantuan yang lahir dari empati atau simpatinya Jokowi terhadap masyarakat Indonesia,” katanya lagi.

Bagus menambahkan, bahwa praktik bagi-bagi bansos oleh Presiden Jokowi di massa kampanye pemilu merupakan pembodohan. Bagus menilai, hanya demi kepentingan pribadi dan keberpihakan politiknya pada salah satu paslon capres-cawapres, apa yang dilakukan presiden amat tidak pantas dan tidak etis.

“Presiden Jokowi telah memainkan politik gentong babi. Itu untuk apa? Untuk menjaga loyalitas konstituen. Lalu untuk apa? Untuk melihat bahwa Jokowi seperti ratu adil yang hadir di masyarakat miskin, di masyarakat miskin kota, masyarakat miskin desa, nelayan petani dan lain sebagainya,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua BEM Unpad, Fawwaz Ihza Mahenda Daeni mengatakan, makna 'Politik Gentong Babi' adalah ketidaknetralan pada Pemilu 2024 bukan dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saja, tetapi pemangku jabatan di bawah Presiden.

"Kami melihat hal yang tidak netral adalah tidak hanya Presiden saja, tapi justru terdapat indikasi penggunaan fasilitas-fasilitas negara untuk berpihak dan juga mendukung salah satu paslon. Oleh karenanya, kami menganalogikannya seperti itu," katanya, Jumat (9/2).

Ada beberapa tuntutan dalam aksi unjuk rasa yang bergulir pada Jumat (9/2). Unjuk rasa berangkat dari kondisi memprihatinkan terkait Pemilu 2024.

"Seperti kita tahu, konstitusi telah ditabrak oleh presiden kita. Kita melihat presiden kita tidak netral pada pemilu 2024," katanya.

Menurut Fawwaz, pihaknya bersama BEM SI telah melakukan konsolidasi sbanyak dua kali dalam satu bulan belakangan, hingga akhirnya memutuskan menggelar aksi simbolis. "Kami bersama teman-teman mahasiswa lain sudah satu bulan lalu mengkonsolidasikan diri dan kurang lebih ada 2 kali konsolidasi dan akhirnya memutuskan untuk menggelar aksi simbolis hari ini di depan KPU RI," pungkasnya. (wan)