Hak Angket DPR Omon-omon Saja, Akan Berubah Saat Dirayu Kekuasaan!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 23 Februari 2024 01:08 WIB
Wacana penggunaan hak interpelasi dan hak angket DPR digulirkan oleh Ganjar Pranowo, capres dari kubu 03 (Foto: MI/Repro Antara)
Wacana penggunaan hak interpelasi dan hak angket DPR digulirkan oleh Ganjar Pranowo, capres dari kubu 03 (Foto: MI/Repro Antara)

Jakarta, MI - Calon presiden (Capres) nomor urut 03, Ganjar Pranowo mengatakan bahwa untuk menyelidiki dugaan kecurangan pemilu, maka bisa dilakukan hak interpelasi hingga hak angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. 

Maka Ganjar Pranowo mendorong partai pengusungnya di DPR, yaitu PDI Perjuangan dan PPP. Namun demikian, patut diketahui bahwa hak angket di DPR adalah urusan partai politik. Bukan urusan capres.

Usulan yang sama juga disetujui capres 01 Anies Baswedan. Berikutnya harus didukung oleh partai Koliasi Perubahan, yakni Nasdem, PKB, dan PKS. Ketiga partai tersebut memiliki kursi masing-masing Nasdem 59 kursi, PKB 58 kursi dan PKS 50 kursi atau 29,04 persen. 

Gabungan dua kekuatan politik tersebut di DPR menghasilkan 54,6 persen kursi di DPR. Jadi, kalau kubu 03 dan 01 solid, maka hak angket akan menggelinding dengan mudah. Adapun kubu partai-partai pendukung Prabowo-Gibran 45,4 persen.

Sore Kamis (22/2) tadi, tiga sekjen partai pendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) mengadakan rapat di Nasdem Tower. Namun, mereka berkilah bahwa yang dilakukan membahas hak angket. Tetapi, lebih kepada evaluasi Pilpres secara menyeluruh.

Pihak NasDem juga masih menunggu arahan Surya Paloh selaku Ketua Umum (Ketum). "Ya kalau capresnya ngomong mendukung tapi ketum partainya nggak, kan kita nggak tau loh," kata Bendahara Umum Partai NasDem Ahmad Sahroni di NasDem Tower, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (22/2).

Menurut Wakil Ketua Komisi III DPR RI itu, tidak ada perbedaan "Anies pada prinsipnya dengan pemikirannya kan juga sama, Pak Anies dan Cak Imin berpikir bahwa ada hal yang dalam rangka pemilu ini udah diselesaikan, tapi ada hal-hal yang kurang baik, maka itu ada mekanisme".

"Semua tim menyiapkan apa yang menjadi untuk hasil apa yang dilalukan KPU akan digugat, itu mereka lagi siapin, jadi itulah mekanismenya," jelasnya.

Sementara Wakil Ketua Umum Partai NasDem, Ahmad Ali, menilai usulan tersebut boleh namun harus jelas proporsionalnya. "Ya sah-sah saja. Sah-sah saja untuk mengusulkan hak angket cuma kan kita juga harus proporsional ya. Proporsional mengedepankan tanda porsinya," ujar Ali kepada wartawan, Rabu (21/2).

Khawatir

Tetapi ada kekhawatirkan dengan gejolak yang ditimbulkan dari hak angket tersebut. Apalagi, kata Ali jika sudah disahkan untuk dimulai dilakukan penyelidikan terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024. "Saya khawatir bahwa itu hanya akan menimbulkan gejolak yang kemudian pada akhirnya ya tidak pada tempatnya," ungkap Ali.

Pun Ali mengingatkan proses penyelidikan nantinya bisa berimbas ke institusi-institusi dan berujung pada penyalahgunaan wewenang. Pejabat-pejabat terkait berpotensi ikut terseret. Menurutnya jika hak angket tetap digulirkan, kata Ali, proses pemilu saat ini belum rampung. Hasil keputusan akhir yang disampaikan oleh KPU juga belum dirilis.

"KPU belum memutuskan satu pun keputusan yang menetapkan kemenangan salah satu pasangan, KPU sedang melaksanakan penghitungan berjenjang yang diatur dan diperintah oleh Undang-Undang," ujarnya.

Ali turut mempertanyakan objek dari hak angket yang kini tengah digulirkan isunya. Baginya, hak angket itu bisa saja membuat repot jika pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) menang dalam Pilpres 2024. "Jadi yang mau diangket ini apa? Kalau tiba-tiba nanti NasDem menerima untuk angket, tapi ternyata yang menang AMIN, itu kan repot?"  kata Ali.

Tak Sesingkat Itu

Sementara PKB sendiri juga belum menyatakan sikap terkait hak angket tersebut. PKS sendiri juga menyatakan memilih berkomentar aman terkait hal tersebut.  Juru Bicara PKS Ahmad Mabruri kepada wartawan menyatakan bahwa usul hak angket tersebut sangat bagus. "Namun tidak dalam waktu dekat karena sedang dalam pengawalan suara di daerah," kata Ahmad Mabruri.

Kini Timnas AMIN masih menunggu aksi PDIP mengajukan hak angket tersebut di DPR. Sementara PPP menyatakan untuk hati-hati menyikapi inisiasi hak angket sebagai langkah mengusut dugaan kecurangan pilpres. PPP juga mengaku fokus lebih dahulu mengawal rekapitulasi suara pemilu 2024 sebelum menentukan penggunaan hak angket.

"Jadi, kami masih belum fokus ke sana. Fokus kami mengawal rekapitulasi suara, karena kami ingin lolos ke parlemen," kata Ketua DPP PPP Achmad Baidowi alias Awiek, Kamis (22/2).

Adapun usulan penggunaan hak-hak ini kemungkinan akan dibahas pada pembukaan sidang DPR pada Maret mendatang. Namun pengamat meragukan itu.

“Tapi apakah itu mungkin berlanjut hingga disidangkan dan selesai, itu saya ragukan,” kata Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP BRIN) Aisah Putri Budiatri.

Menurutnya, penggunaan hak interpelasi dan angket  yang kemungkinan bertujuan untuk menunjukkan terjadinya kecurangan dan memengaruhi hasil pemilu, bahkan memakzulkan presiden membutuhkan proses politik yang panjang.

“Kurang dari satu tahun akan terjadi pergantian partai parlemen dan pemerintahan, sementara hak angket yang melakukan investigasi butuh waktu. Saya pesimis dari sisi waktu,” katanya lagi.

Pengucapan sumpah anggota DPR dan DPD dilaporkan akan dilakukan pada 1 Oktober 2024, sedangkan pelantikan presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2024. Aisah lebih condong menganalisi bahwa gaung hak interpelasi dan hak angket untuk melihat arah peta koalisi dan oposisi di pemerintahan ke depan.

“Siapa yang akan menjadi teman atau oposisi. Jadi tanda-tanda posisi politik mereka ke depan,” ungkapnya.

Omon-omon saja?

"Iya bisa jadi. Saya kira akan berubah arah begitu satu per satu dirayu masuk kekuasaan," kata Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus saat disapa Monitorindonesia.com, Kamis (22/2) malam merespons sikap partai politik (parpol) terkait usulan hak angket itu.

Masalahnya, kata dia, masa depan hak angket ini juga nggak pasti-pasti amat. Apakah kecurangan yang ditemukan mampu memenuhi prasyarat pembatalan pemilu, atau pencoblosan ulang. Kalau akhirnya yang menang sekarang ditetapkan secara resmi.

"Ya yang ada parpol-parpol mulai menatap pemerintahan baru. Mereka sudah cukup puas bahwa kursi legislatif tetap aman. Selebihnya cari aman untuk dapur partai 5 tahun ke depan," cetusnya.

Menurut Lucius, kalau targetnya mempersoalkan penguasa sekarang yang dianggap menjadi biang kecurangan pemilu. "Ya artinya yang dipersoalkan itu Jokowi dan cawe-nya, bukan kecurangan pemilu saja," tukas Lucius.

Pesimis

Menurut Lucius, ide penggunaan hak angket untuk menyelidiki kecurangan Pemilu itu baik-baik saja. Akan tetapi melihat beberapa wacana angket yang sempat diusulkan DPR 2019-2024, dia agak pesimis usulan hak angket ini akan bisa terwujud. 

Pasalnya, kata dia, beberapa usulan angket sebelumnya juga heboh dibicarakan tetapi ujungnya "hilang tidak diketahui dimana rimbanya". Apalagi perwujudan penggunaan hak angket oleh DPR ini tak selalu ditentukan oleh seserius apa persoalannya yang terjadi. 

"Tetapi seberapa masalah yang diangketkan itu menguntungkan atau merugikan secara politik bagi parpol atau fraksi-fraksi di parlemen," jelasnya.

Soal apakah usulan hak angket DPR itu hanyalah sebuah gertakan dan pepesan saja, Lucius menyatakan hal itu sulit untuk menerkanya.

"Kan sekarang baru wacana. Wacana dilempar lalu melihat respons fraksi-fraksi dulu. apalagi DPR masih reses, jadi sulit untuk secepatnya mengetahui apakah ini gertakan atau memang serius," tegas Lucius.

Semuanya, tambah Lucius, baru bisa terlihat nanti di saat DPR mulai kembali bersidang. "Apakah gerakan mendorong hak angket ini sungguh diperjuangkan atau tidak," tandas Lucius.

Jalan terjal pun sepertinya akan dihadapi untuk mewujudkan hal angket tersebut. Pasalnya, sebelum isu hak angket ini bergulir, Presiden Jokowi sudah bertemu dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh (18/2). Banyak yang menduga ada perbincangan politik antara keduanya. Meskipun belum terungkap ke publik komitmen apa yang dimaksudkan itu.

Apa itu hak angket maupun hak interpelasi?

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam bidang pengawasan, DPR dipersenjatai dengan tiga hak, seperti diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Pertama adalah hak interpelasi, yaitu hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Hak ini harus diusulkan oleh paling sedikit 25 orang anggota DPR dan lebih dari satu fraksi.

Usul itu dapat menjadi hak interpelasi DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari satu per dua jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari satu per dua jumlah anggota DPR yang hadir.

Yang kedua adalah hak angket, yaitu hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Sama seperti hak sebelumnya, hak angket harus dihadiri dan mendapat persetujuan lebih dari setengah anggota DPR.

Jika hak angket diterima maka dibentuk panitia khusus untuk melakukan penyelidikan, dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna DPR paling lama 60 hari sejak dibentuknya panitia.

Apabila rapat paripurna memutuskan terjadi pelanggaran, DPR dapat menggunakan hak ketiganya, yaitu hak menyatakan pendapat.

Hak menyatakan pendapat, yaitu hak DPR untuk menyatakan pendapat atas kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di dalam negeri atau di dunia internasional.

Hak ini juga dapat menjadi sikap atas tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket, atau dugaan bahwa presiden dan atau wakil presiden melakukan pelanggaran hukum.

Jika rapat paripurna DPR memutuskan menerima laporan panitia khusus yang menyatakan bahwa presiden dan atau wakil presiden melakukan pelanggaran hukum maka DPR menyampaikan pendapat itu kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendapatkan putusan.

Jika MK memutuskan pendapat DPR itu terbukti maka DPR menyelenggarakan rapat paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian presiden dan atau wakil presiden kepada MPR. (wan)