Warning untuk KPU dan Bawaslu, Suatu Saat Bisa Dibubarkan!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 23 Februari 2024 14:31 WIB
Petugas KPPS menunjukan surat suara pemilihan calon presiden dan wakil presiden saat penghitungan suara Pemilu 2024 di Banda Aceh, Aceh, Rabu (14/2)
Petugas KPPS menunjukan surat suara pemilihan calon presiden dan wakil presiden saat penghitungan suara Pemilu 2024 di Banda Aceh, Aceh, Rabu (14/2)

Jakarta, MI - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI sengaja dibentuk untuk mengawasi tahapan penyelenggaraan pemilu, menerima aduan, menangani kasus pelanggaran administratif Pemilu serta pelanggaran pidana Pemilu berdasarkan tingkatan sesuai peraturan perundang-undangan Bawaslu diatur dalam Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Dalam politik lima tahunan, masyarakat kerap disuguhkan dugaan-dugaan kecurangan dan pelanggaran pemilu. Pemilu 2024 ini misalnya. Namun Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, mengatakan sejauh ini pihaknya belum menemukan adanya dugaan kecurangan pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Sementara itu, Komisioner Komisi Pemlihan Umum (KPU), Idham Kholik, sempat mengatakan jika ada dugaan kecurangan maka proses itu akan ditangani Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). 

Anggota Bawaslu, Loly Suhenty, menyebut pihaknya belum bisa memastikan jumlah surat suara yang telah tercoblos. Sementara itu, Presiden Jokowi berkata jika ada bukti pelaksanaan pemilu curang agar segera dibawa ke Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi.

Akan tetapi Lembaga pemantau pemilu Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia menyebut dugaan kecurangan dan pelanggaran yang terjadi pada Pemilu 2024 "lebih parah" ketimbang pemilu sebelumnya.

Direktur DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati berkata, bahwa selain karena indikasinya terjadi di banyak provinsi juga tak ada gerak cepat yang dilakukan Bawaslu sebagai pengawas. Padahal insiden kecurangan atau pelanggaran pemilu akan berdampak pada kepercayaan publik atas pelaksanaan pemilu.

"Ini berkaitan dengan trust (kepercayaan) publik kepada penyelenggara pemilu makin terkikis," katanya dikutip pada Jum'at (23/2).

Neni Nur Hayati, mengatakan pihaknya sudah melaporkan dugaan pelanggaran dan kecurangan itu ke Bawaslu setempat maupun pusat berserta bukti-bukti yang mereka miliki. Tapi dia mengaku pesimistis Bawaslu bakal bergerak cepat menyelidiki kasus-kasus dugaan kecurangan. Sebab katanya, selama 75 hari tahapan kampanye saja "peluit Bawaslu masih senyap".

Berbeda dengan yang terjadi pada 2019 lalu yang mana badan pengawas langsung menindak pelaku pelanggaran. "Bawaslu ini terlalu fokus pada pencegahan dan imbauan dibandingkan penindakan pelanggaran. Padahal justru ketika di lapangan tidak bisa dicegah dan diimbau, harus ditindak secara serius," jelasnya.

"Tapi penindakan sangat-sangat lemah. Pada 2019 putusan sangat progresif bahkan ada caleg yang didiskualifikasi karena terbukti melakukan politik uang di 50 kecamatan."

Sebagai badan pengawas pemilu, menurut Neni, Bawaslu memiliki kewenangan besar untuk menangani pelanggaran pemilu sampai penyelesaian sengketa. Sehingga dia berharap dalam kasus surat suara yang sudah dicoblos, Bawaslu bisa mencari dan mengungkap aktor utamanya.

Sebab bagaimanapun kepercayaan publik jadi taruhannya. "Jadi menurutku Bawaslu harus ada keberanian," tegasnya.

Soal Bawaslu ini, sebelumnya Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri juga memberikan peringatan, berikutnya juga kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar bekerja dengan baik jelang Pemilihan Umum 2024.

"Kebenaran ketika pemilu dapat terjadi ketika rakyat dapat mengekspresikan hati nurani secara bebas, merdeka, dan berdaulat. Nah ini juga untuk KPU, Bawaslu, tolong dong kerja yang bener," kata Megawati dengan tegas dalam pidato politiknya dalam rangka HUT ke-51 PDI Perjuangan yang bertajuk "Satyam Eva Jayate, Kebenaran Pasti Menang" di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (10/1/2024) lalu.

"Saya kan baca tuh di jalan ada baliho. Pemilu yang demokratis, lalu jujur, adil, luber. Langsung, umum, bebas. Jadi tidak digiring lho. Tolong ya," tambah mantan presiden RI itu.

Megawati lantas menceritakan status KPU yang dulu bernama LPU. Menurut dia, status kelembagaannya lebih kuat. "Tapi waktu reformasi itu dijadikan komisi. Saya selalu mengatakan, tapi selalu saya dibully. Saya bilang komisi itu sifatnya ad hoc kan? Bahwa suatu saat bisa dibubarkan. Itu berulang kali saya ngomong. Aduh gimana sih," kata Megawati.

Di lain pihak, pengamat kebijakan publik, Riko Noviantoro kepada Monitorindonesia.com, Jum'at (23/2) menyatkan bahwa Bawaslu saat ini "kurang tegas dan kurang berwibawa".

"Bawaslu memang terlihat kurang tegas dan tidak berwibawa. Beberapa kasus pelanggaran yang terlihat sepaturnya diberikan peringatan keras. Tidak membiarkan. Agar ada kepercayaan publik terhadap Bawaslu," ujar Riko, wartawan senior itu.

Pada sisi lain Bawaslu juga perlu apresiasi bagi pihak yang mengikuti prose pemilu secari baik. "Bawaslu sebagai pihak kontrol pelaksanaan yang jika ada temuan maka DKPP yang bekerja," tandasnya. (wan)