KPU Dinilai 'Mengebiri' Hak Rakyat Ingin Maju ke Parlemen

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 21 Juni 2024 21:08 WIB
KPU RI (Foto: Dok MI/Aswan)
KPU RI (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan menilai bahwa KPU telah mengebiri hak raykat yang ingin maju ke Parlemen. Hal itu karena KPU dinilai selalu mengabaikan aturan minimal pemenuhan 30 persen keterwakilan perempuan. 

Akibatnya, sejumlah TPS di Provinsi Gorontalo dan Ternate terpaksa harus melakukan pemungutan suara ulang (PSU) pemilihan legislatif 2024. Keputusan itu dijatuhkan oleh Mahkamah Konstitusi atas perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) untuk Pemilu Legislatif 2024. 

“Terbukti bahwa apa yang diputuskan dalam PHPU oleh Mahkamah Konstitusi pada peristiwa di Gorontalo, rakyat merasa haknya dikebiri. Hak-hak warga negara untuk bisa memiliki anggota legislatif dari perempuan itu dipotong oleh keputusan KPU,” kata Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Iwan Misthohizzaman di kantor DKPP, Jakarta Pusat, Jumat (21/6/2024). 

Iwan menilai, keputusan KPU ini akan berdampak jauh, setidaknya selama lima tahun ke depan. Dimana anggota-anggota legislatif yang terpilih itu kebanyakan dari kelompok laki-laki. 

Ia khawatir, kepentingan perempuan mungkin tidak lagi menjadi prioritas bagi sebuah lembaga negara yang memiliki kewenangan menghasilkan Undang-Undang. Untuk menetapkan regulasi, kebijakan keuangan dan sebagainya yang berpihak kepada perempuan, anak, dan kelompok rentan lainnya. 

“Ada hak kita sebagai warga negara untuk bisa memilih perempuan sebagai anggota legislatif itu dipotong oleh kebijakan KPU. Oleh karena itu kami melaporkan pelanggaran KPU kepada DKPP,” ujar Iwan. 

Ia juga menekankan, makna ‘keputusan terakhir’ yang dikeluarkan MK untuk pelanggaran etik berulang oleh KPU. 

Disini, ia menilai bahwa KPU tidak mencoba untuk memperbaiki dan mengindahkan keputusan MK. 

“Ini saya kira yang harus menjadi atensi kita bersama, bagaimanapun mungkin ada keputusan terakhir, tapi tidak yang terakhir. Ini banyak diterbitkan oleh lembaga yang menjadi harapan kita untuk memperoleh keadilan yang hakiki,” tutupnya.