Motif Politik di Balik Ide Klub Kepresidenan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 8 Mei 2024 11:16 WIB
Prabowo Subianto (kiri) dan Gibran Rakabuming Raka (kanan) (Foto: Dok MI)
Prabowo Subianto (kiri) dan Gibran Rakabuming Raka (kanan) (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Presiden terpilih 2024, Prabowo Subianto berencana membentuk Klub Kepresidenan (Presidential Club) yang diisi oleh para mantan presiden RI yang masih hidup.

Mereka yang pro menilai, para mantan presiden tersebut memiliki kebajikan, pengalaman, dan pengetahuan yang berguna bagi presiden yang akan datang. Sementara mereka yang kontra, mempertanyakan wacana pembentukan Klub Kepresidenan itu. 

Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Kuskridho Ambardi, menilai bila ide ini terwujud, Prabowo Subianto bisa memperkuat legitimasinya sebagai presiden. Apalagi, katanya, sebagian masyarakat, termasuk dari kelompok elite sempat mempertanyakan hasil pemilihan umum presiden 2024, yang diduga diwarnai kecurangan.

Hal itu disebut bisa diatasi bila Prabowo berhasil merangkul para mantan presiden dan mendapatkan dukungan mereka. "Saya kira [pembentukan presidential club] itu untuk meningkatkan legitimasi, untuk menjustifikasi bahwa ini adalah representasi Indonesia," kata Kuskridho kepada wartawan, Rabu (8/5/2024).

"Itu biasanya secara sosial diterima. Itu teknik untuk bisa mendapatkan dukungan yang maksimal," tambahnya.

Selain itu, kata Dodi sapaannya, klub kepresidenan pun secara simbolis dapat menampilkan kerukunan para elite politik, seperti yang kerap ditunjukkan mantan presiden AS melalui the president's club di sana.

Ini penting, terutama mengingat sikap dingin Megawati Soekarnoputri terhadap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama 20 tahun terakhir dan terhadap Joko Widodo sejak kira-kira tahun lalu.

Diketahui, bahwa hubungan Megawati dan SBY renggang sejak setidaknya 2003, saat SBY memutuskan maju melawan Megawati di pilpres 2004.

Hal itu membuat SBY dikucilkan. Megawati tidak melibatkannya dalam rapat-rapat kabinet, meski SBY saat itu menjabat menteri koordinator bidang politik dan keamanan. Dari sanalah muncul politik "terzalimi" SBY, yang membuatnya sukses meraih simpati masyarakat dan memenangkan pemilu 2004.

Pada 2009, SBY dan Megawati kembali bersaing memperebutkan kursi presiden, tapi Megawati kalah lagi. Akhirnya, hubungan mereka kian renggang. Megawati menolak sejumlah undangan pertemuan dari SBY.

Di beberapa acara resmi, mereka pun tercatat hanya bertegur sapa seadanya.

Sementara itu, relasi Megawati dan Jokowi memburuk setelah putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, maju bersama Prabowo di pilpres 2024.

Gibran bisa maju karena putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden. Saat itu MK dipimpin Anwar Usman, adik ipar Jokowi.

Dalam perjalanannya, Jokowi pun tampak condong mendukung Prabowo-Gibran alih-alih pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang diusung PDI-P.

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, pun menyatakan bahwa Megawati dan SBY, sudah lima kali pemilu dari 2004 hingga 2024 tidak akrab. Bahkan di 2024 ini, antara Megawati dan Jokowi tidak akrab.

Karena itu, tegas dia, yang jadi persoalan, kelihatannya Prabowo ingin menjadi jembatan untuk mempersatukan tokoh-tokoh bangsa tersebut.

Ujang berujar, Prabowo harus bisa mendekatkan hubungan Megawati dengan SBY. Pasalnya, sudah menjadi rahasia umum hubungan kedua pemimpin terdahulu Indonesia itu kurang harmonis.

"Yang harus dilakukan Prabowo adalah mendekati dua tokoh Mega dan SBY agar mereka bisa rekonsiliasi dan damai, dan bisa bersatu,” ungkapnya.

Tak hanya dengan SBY, tambah Ujang, Prabowo harus bisa memperbaiki hubungan Megawati dengan Jokowi. Dia menilai hubungan kedua tokoh itu tak baik-baik saja buntut Pemilu 2024. 

“Saya melihatnya tahap pertama Prabowo harus mendekati Megawati, SBY maupun Jokowi agar mereka bisa bersatu dan harmonis kembali dalam satu irama,” tuturnya.

Menurutnya, keharmonisan para anggota Presidential Club sebagai hal mutlak yang harus diwujudkan.  "Jangan sampai hubungan para anggota tak harmonis setelah Presidential Club terbentuk," katanya.

Hubungan harmonis yang harus ditekankan sebagai modal fondasi untuk terealisasinya presidential club.

Koalisi gendut
Di lain sisi, usaha merangkul para mantan presiden juga sejalan dengan usaha Prabowo membentuk "koalisi gendut" demi memperkuat kekuatan politiknya untuk menjalankan pemerintahan lima tahun ke depan.

Kata peneliti politik di Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aisah Putri Budiatri, Bila berhasil merangkul PDI-P, yang memiliki perolehan suara terbesar di pemilu legislatif 2024, akan lebih mudah bagi Prabowo untuk merumuskan kebijakan dan menjalankan janji-janji kampanyenya.

"Jadi, tidak ada kekuatan oposisi yang secara signifikan bisa menjadi penyeimbang, menjadi pengawas, dan bagi mereka juga pada akhirnya 'memudahkan' pembuatan kebijakan sesuai orientasi pemerintahan tanpa checks and balances yang kuat dari oposisi," kata Aisah.

Apalagi, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Nasional Demokrat (NasDem), yang sebelumnya mengusung pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar di pilpres 2024, telah terang-terangan menyatakan dukungannya ke pemerintahan baru Prabowo.

Dalam pemilu legislatif 2024, persentase perolehan suara PDI-P menyentuh 16,72%, sementara suara PKB dan NasDem masing-masing mencapai 10,61% dan 9,65%. 

"Yang pasti diincar [untuk masuk koalisi pemerintahan] adalah, satu, yang punya peluang untuk masuk lebih mudah, lebih mudah diajak lobi dalam konteks politik, dan yang kedua, dia punya kekuatan politik besar di parlemen. Masuknya partai bersuara besar pasti signifikan pengaruhnya ke kekuatan politik koalisi pemerintah," bebernya.

Sudah direncanakan sejak 2014
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman menjelaskan bahwa rencana Prabowo membentuk Presidential Club sudah didiskusikan di internal partai, bahkan ide Presidential Club sudah direncanakan sejak 2014.

“Tentu serius sekali. Gagasan tersebut sudah disampaikan Pak Prabowo yang di diskusikan dengan kami, terutama partai Gerindra sejak bertahun-tahun lalu. Saya ingat betul mungkin sekitar tahun 2014 Pak Prabowo itu pernah menyampaikan ide tersebut, mengakomodir para presiden yang pernah menjabat," kata Habiburokhman di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (6/5/2024).

"Beliau tidak sebut mantan presiden, karena Presiden itu kan jabatan tidak ada bekasnya. Jadi periodenya saja disebut beliau, presiden ke-7 presiden ke-6 ke-5,” tambah Wakil Ketua Komisi III DPR RI itu.

Menurutnya, Presiden-Presiden sebelumnya harus diajak diskusi, dimintai pendapatnya dan mengkonfirmasi untuk menanyakan kebijakan-kebijakan yang pernah diambil.

"Tempat yang paling tepat adalah kepada top leader yang merumuskannya di waktu yang lalu. Jadi ini sangat-sangat serius. Soal komunikasi terus terang ini sangat baik sekali, baik dengan pihak Ibu Megawati dengan pak SBY, maupun dengan pihak Pak Joko Widodo,” ungkapnya.

Soal komunikasi khusus dengan Megawati Soekarnoputri terkait Presidential Club, dia tidak bisa menyampaikan secara rinci. Tetapi prospeknya sangat baik.

“Ya kalau teman-teman tanyakan khusus soal dengan Ibu Megawati banyak hal yang nggak bisa saya sampaikan secara detail dan terbuka dulu ya. Tapi secara umum hubungannya baik banget dan prospeknya baik banget, ini yang saya perlu sampaikan kepada teman-teman,” lanjutnya.

Optimis terbentuk
Melihat begitu baiknya hubungan antar institusi, misalnya PDIP dengan partai Gerindra, antar orang-orangnya Prabowo dengan orang-orang Megawati, dia sangat yakin dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi akan ada pertemuan antara Prabowo dengan Megawati.

"Ya kita tunggu ya. Kick off pembentukan kabinet pemerintahan Pak Prabowo itu kan tanggal 20 Oktober, ya masih sekitar 5 bulanan. Saya pikir itu waktunya lega sekali untuk persiapan pembentukan yang namanya Presidential Club tersebut,” katanya.

Mengingat hubungan antara Megawati dengan SBY maupun Jokowi kurang harmonis, Habiburokhman tetap optimistis forum Presidential Club akan terbentuk.

“Saya pikir kita semua harus optimis, jangan justru malah kita panas-panasin, ini nggak bakal ketemu. Ini mah nggak ketemu. Bahkan ada yang pengamat juga menertawakan ide tersebut, Ibu Mega tidak mungkin ketemu Pak SBY, Ibu Mega tak mungkin ketemu pak Jokowi," jelasnya.

Persoalan-persoalan yang telah lalu, kata dia, biarlah berlalu sebagaimana dinamika yang memang harus terjadi. 

"Tapi saat ini dan ke depan kita kedepankan persatuan. Kita saling kedepankan semangat untuk saling merangkul. Ini bukan untuk pribadi atau kelompok masing-masing kok," jelasnya.

Menurutnya, hal demi bangsa dan negara. "Kami yakin hati kecil para pemimpin-pemimpin tersebut sama semua kalau sudah bicara kepentingan bangsa dan negara bicara soal situasi saat ini kan penuh tantangan, ya nggak?"

"Geo politik internasional ada ketegangan bener nggak? Nah itu saya pikir tokoh-tokoh bangsa akan mengedepankan egonya masing-masing dan bisa akhirnya untuk saling bertemu,” imbuhnya.

Apa kata PDIP?
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto mengatakan dalam sejarah dan tradisi PDIP klub yang ada adalah klub kerakyatan dengan petani, buruh, nelayan, guru, dan anak-anak muda. 

Maka dari itu, skala prioritas klub yang terus menginspirasi PDIP sebagai partai yang terus mencerminkan rakyat, kerakyatan sebagai aspek penting di dalam seluruh gerak napas PDIP.

Hal ini dikatakan Hasto usai acara Halalbihalal Barikade 98 di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (7/5/2024). 

Menurut Hasto, jika pihaknya belum meninjau lebih jauh soal isu pembentukan Presidential Club merupakan cara Prabowo dalam merekonsiliasi Megawati dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang hingga saat ini belum kunjung bertemu usai kontestasi Pilpres 2024. 

"Tidak ada kelembagaan terkait hal tersebut (rekonsiliasi Mega-Jokowi). Kelembagaan kita adalah kelembagaan ada kepresidenan, eksekutif, legislatif, dan peradilan. Tetapi di atas segalanya adalah kekuasaan rakyat," jelas Hasto. 

Kendati, Hasto enggan menanggapi lebih jauh soal urgensi dibentuknya Presidential Club. Dia hanya berpesan bahwa fokus seorang presiden adalah untuk menerima mandat rakyat. 

"Kita fokus aja bahwa presiden menerima mandat yang sangat penting untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa dan negara yang juga untuk membangun masa depan itu yang menjadi prioritas klub dengan rakyat," pungkasnya. (wan)