DPR Kangkangi Putusan MK, PDIP: Rakyat Kembali Jadi Saksi Kekuasaan Merobek Keadilan


Jakarta, MI - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas amar putusan No.60/PUU-XXII/2024 terkait syarat ambang batas threshold pencalonan pilkada.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Adian Napitupulu, menyebut ada yang tidak beres dengan Baleg DPR yang membegal putusan MK.
Padahal Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada kata Adian, sudah lama tak menjadi pembahasan DPR sejak Oktober 2023 dan tak masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang mesti didahulukan.
Namun, sejak MK memutus perkara No.60/PUU-XXII/2024 pada Selasa (20/8) kemarin, Baleg DPR secara mengejutkan menggelar rapat Panja RUU Pilkada bersama pemerintah dan DPD pada, Rabu (21/8).
"RUU Pilkada sudah tidak di bahas sejak Oktober 2023 sehingga tidak masuk dalam Prolegnas 2024 tapi tiba-tiba ketika MK memutuskan perubahan pasal-pasal tertentu, maka tidak sampai 24 jam langsung Baleg DPR rapat RUU Pilkada," kata Adian dalam unggahan di akun Instagram miliknya, Rabu (21/8/2024).
Lebih parahnya lagi kata Adian, setelah putusan MK dibegal oleh Baleg DPR RI, DPR justru akan menggelar rapat paripurna untuk mensahkan UU tersebut.
Sehingga kata dia, sekali lagi rakyat Indonesia diperlihatkan bagaimana kekuasaan telah merobek-robek payung demokrasi dan konstitusi yang selama ini terjaga dengan baik.
"Kemudian besok di sahkan jadi UU melalui Paripurna DPR. Kembali kita menjadi saksi bagaimana kekuasaan merobek-robek rasa keadilan Rakyat," pungkasnya.
Seperti diketahui, Baleg DPR RI telah menolak Putusan MK tentang syarat pencalonan kepala daerah pada rapat Panja RUU Pilkada yang dimulai pada pukul 10.00 pagi tadi, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (21/8).
Pembahasan mengenai MK berlangsung hanya lima menit, yakni mulai pukul 11.55 hingga 12.00 WIB. Awalnya pimpinan sidang Baleg DPR Achmad Baidowi alias Awiek meminta Tenaga Ahli Baleg DPR Widodo, untuk membaca perubahan substansi pasal berkaitan dengan keputusan MK.
Widodo lantas membacakan ketentuan pasal 40 yang diubah:
(1) Partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
(2) Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Provinsi dapat mendaftarkan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dengan ketentuan.
Usai dibacakan perubahan pasal 40 tersebut, Awiek langsung membuat keputusan untuk tidak mengakomodasi putusan MK tanpa menghitung berapa fraksi yang menolak dan setuju. "Merujuk pada MA ya? Lanjut," ucapnya.
Lantas, Anggota Baleg Fraksi PDIP, Putra Nababan melakukan protes lantaran tak terima dengan pengambil keputusan yang sangat terburu-buru.
"Sudah dihitung per fraksi siapa setuju dan tidak setuju?” tanya Putra.
Mendapatkan protes, Awiek pun menolak mengakomodasi pendapat Fraksi PDIP. Dia beralasan Fraksi PDIP sudah diberi kesempatan bicara sebelumnya.
"Yang penting Fraksi PDIP sudah sampaikan pendapat. Saya kira fair saja kan,” kata Awiek dengan nada tinggi.
Topik:
Baleg DPR DPR Putusan MK PDIP Mahkamah Konstitusi