Presidential Club: Ujungnya jadi 'Klub Elite Para Sultan' yang Memunculkan 'Oligarki Politik Luar Biasa'?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 8 Mei 2024 12:06 WIB
Prabowo Subianto (Foto: Dok MI/Dhanis)
Prabowo Subianto (Foto: Dok MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Presiden terpilih 2024, Prabowo Subianto ingin membentuk “Presidential Club” yang diisi oleh para mantan presiden RI yang masih hidup. Presiden Joko Widodo turut menyambut baik usulan agar Prabowo menjalankan pertemuan presidential club. 

“Ya bagus, bagus,” kata Jokowi usai meninjau pameran mobil listrik di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat pada Jumat (3/4/2024).

Jokowi bahkan mengutarakan bahwa pertemuan Prabowo dan para mantan presiden, termasuk dirinya ketika sudah lengser nanti, bisa dilakukan sering-sering. “Ya (bertemu) dua hari sekali ya enggak apa-apa,” kata ayah dari wakil presiden terpilih pendamping Prabowo, Gibran Rakabuming Raka itu.

Rencana ini menuai pro dan kontra. Mereka yang pro menilai, para mantan presiden tersebut memiliki kebajikan, pengalaman, dan pengetahuan yang berguna bagi presiden yang akan datang. Sementara mereka yang kontra, mempertanyakan wacana pembentukan Klub Kepresidenan itu. 

Pihak Gerindra telah mengklaim bahwa Prabowo membentuk Presidential Club sudah didiskusikan di internal partai, bahkan ide Presidential Club sudah direncanakan sejak 2014.

Namun pengamat politik dari Universitas Multimedia Nusantara, Silvanus Alvin, menilai kesepakatan-kesepakatan yang tercapai di belakang layar via klub kepresidenan bisa diterjemahkan menjadi kebijakan partai, sehingga meredam perbedaan pendapat saat proses legislasi dan perumusan anggaran di parlemen.

Dari sana, mekanisme checks and balances dikhawatirkan tak berjalan semestinya.

"Dalam demokrasi tentu checks and balances menjadi penting. Anggota parlemen tentu bukan kepanjangan tangan dari pemerintah, melainkan suara rakyat," kata Alvin kepada wartawan, Rabu (8/5/2024).

Aisah Putri Budiatri dari BRIN pun turut khawatir apa yang disebut klub kepresidenan ujung-ujungnya akan menjadi "klub elite para sultan" yang memunculkan "oligarki politik luar biasa".

Sebelum pemilu 2024, menurut Aisah, sistem oligarki memang telah tampak dalam peta politik nasional dan daerah. Namun, para elite selama ini tidak secara gamblang "berkumpul jadi satu" seperti yang kemungkinan terjadi melalui klub kepresidenan.

"Oligarki ini kan jadi penyakit yang merugikan demokrasi di Indonesia, karena semua pasti berpihak pada kepentingan oligarki. Dalam situasi kemudian ada presidential club, di mana ini menjadi [tempat berkumpul] leader politik yang penting di level nasional maupun lokal, itu bisa jadi berbahaya, karena semakin mengkristalkan kekuatan oligarki," bebernya.

Sekarang, kuncinya ada di tangan Megawati, apakah ia bersedia "rujuk" dengan SBY dan Jokowi serta bergabung dengan koalisi pemerintahan atau setia menjadi oposisi seperti di masa 10 tahun pemerintahan SBY yang lalu.

"Begitu [PDI-P] masuk ke dalam barisan oposisi, maka itu signifikan bisa memengaruhi. Fungsi checks and balances bisa berjalan lebih baik, dibandingkan dengan tidak ada sama sekali oposisi ataupun sangat kecil meninggalkan PKS di sana," tandasnya.

Kubu Prabowo: Agar para pemimpin bangsa bisa kompak dan rukun
Juru bicara Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak, sebelumnya membicarakan keinginan Prabowo untuk rutin bertemu dengan para mantan presiden. 

Pertemuan-pertemuan itu nantinya bisa disebut sebagai presidential club atau klub kepresidenan. Prabowo ingin para mantan presiden bisa tetap rutin bertemu dan berdiskusi tentang masalah-masalah strategis kebangsaan. 

Melalui pertemuan-pertemuan itu, Prabowo ingin menjaga silaturahmi kebangsaan dan menjadi teladan. Semua presiden dan mantan presiden Indonesia yang masih ada bisa bergabung dalam presidential club itu.

Dahnil mengklaim keinginan itu adalah harapan Prabowo agar para pemimpin bangsa bisa kompak dan rukun. Guyub memikirkan dan bekerja untuk kepentingan rakyat banyak, terlepas dari perbedaan pandangan politik dan sikap politik, Meski begitu, dia mengatakan presidential club bukanlah sebuah institusi.

Sementara itu, menurut Peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro, gagasan Prabowo itu dapat diterjemahkan sebagai keinginan untuk memiliki hubungan harmonis dengan para mantan presiden. 

Prabowo mungkin melihat adanya ketegangan dalam transisi kepemimpinan sebelumnya. Ia mungkin melihat selama ini transisi kepemimpinan di Indonesia kurang berjalan smooth (lancar). 

Upaya Prabowo untuk membentuk Presidential Club patut diapresiasi, meskipun tantangannya besar, dan untuk mewujudkannya mungkin juga tidak mudah. Bahkan di dalam beberapa kasus cenderung terjadi ketegangan seperti transisi dari Megawati kepada SBY.

Dahnil menjelaskan bahwa presidential club adalah istilah yang bisa disematkan untuk silaturahmi para mantan presiden dengan presiden yang sedang menjabat. Klub tersebut sebagai pertemuan biasa yang dilakukan secara teratur. Itu hanya silaturahmi biasa, namun terjaga rutinitasnya.

Dahnil menyampaikan bahwa forum tersebut tidak akan dilembagakan secara formal. Dia juga mengungkapkan seberapa sering pertemuan-pertemuan para presiden dan mantan presiden bisa dilakukan. 

Frekuensi pertemuan mereka akan menyesuaikan dengan kebutuhan Prabowo, jika sudah menjabat sebagai presiden kelak.

Sementara itu, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengatakan sifat Presidential Club yang akan dibentuk Presiden terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto, sukarela. 

Sehingga, para presiden terdahulu dibebaskan untuk datang ataupun tidak. Persoalan politik dan pribadi antara para Presiden terdahulu, seharusnya sudah selesai.

Menurut Yusril, posisi mereka semua adalah negarawan yang sudah tidak punya kepentingan pribadi dan golongan, tetapi mengedepankan kepentingan bersama, kepentingan bangsa dan negara. Klub itu bukanlah lembaga negara, melainkan hanya sebuah forum informal di mana Presiden dan para mantan presiden yang masih hidup bertemu dan bertukar pikiran. 

Apa yang mau didiskusikan tergantung Presiden yang masih aktif. Dialah yang berinisiatif mengundang para mantan Presiden untuk bertemu dan bertukar pikiran tentang masalah-masalah yang tengah dihadapi bangsa dan negara.