Komite II DPD RI Kebut Penyusunan RUU Perubahan Energi

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 8 November 2021 18:59 WIB
Monitorind0nesia.com - Komite II DPD RI menyusun RUU tentang Perubahan Atas UU No 30 Tahun 2007 tentang Energi dan mencari masukan yang komprehensif baik dari sisi akademik maupun implementasi di lapangan. Wakil Ketua Komite II DPD RI Lukky Semen khawatir terdapat tumpang tindih regulasi RUU sehingga dilakukan proses harmonisasi RUU energi baru dan terbarukan. “Di sisi lain, kebijakan optimalisasi energi baru dan terbarukan juga sebenarnya sudah tertuang dalam PP 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional,” ucapnya saat memimpin RDPU di Gedung DPD RI, Jakarta, Senin (11/8/2021). Komite II merasa bahwa RUU ini tidak hanya berbicara soal transisi energi, melainkan juga bagaimana RUU ini ke depannya dapat menjadi alat untuk mendorong terpenuhinya pemerataan akses seluruh masyarakat kita terhadap sumber energi. “Termasuk mendorong terpenuhinya pemerataan akses yang berada di daerah terpencil dan pulau-pulau terluar,” harapnya. Sementara itu, Anggota DPD RI asal Provinsi Kalimantan Barat Christiandy Sanjaya berharap RUU ini bisa 100 persen mengakomodir dan menjawab harapan dari daerah-daerah. Dirinya juga menilai bahwa RUU ini rawan dimanfaatkan oleh segelintir oknum yang tidak bertanggungjawab. “Jangan sampai RUU ini nantinya dimanfaatkan oleh segelintir orang. Kita perlu kawal ini terus,” tuturnya. Selain itu, Anggota DPD RI asal Provinsi Bali Made Mangku Pastika mengaku heran daerah-daerah penghasil energi justru malah miskin. Untuk itu, hal seperti ini harus dimasukkan ke dalam usulan RUU ini. “Saya merasa heran daerah penghasil energi justru malah miskin, makanya kita harus mengatur dalam RUU bagaimana memasukkan daerah bagi hasil, agar diarahkan pemanfaatannya untuk daerah penghasil energi ini,” harapnya. Di kesempatan yang sama, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengatakan dalam dua bulan terakhir dunia diguncang krisis energi. Ia menilai bahwa Indonesia mengalami dampak dari krisis energi dunia namun tidak merasakan, karena Indonesia menggunakan energi fosil. “Dari energi fosil yang digunakan 90 persen impor, 10 persen dalam negeri, energi terbarukan hanya 10 persen. Sedangkan dari segi tenaga listrik bersumber dari batu bara, di sisi lain kita menginginkan pengurangan emisi karbon,” imbuhnya. Direktur Institut Energi Pertambangan dan Industri Strategi Lukman Malanuang juga mengacungkan jempol kepada DPD RI karena sebagai inisiator RUU yang diharapkan bisa menjadi lebih bermanfaat bagi daerah, karena selama ini daerah yang kaya sumber daya alam mengalami ‘kutukan’. “Mudah-mudahan RUU ini bisa memutus kutukan daerah penghasil SDA yang justru krisis energi, tertanggal, dan miskin,” paparnya.