Koalisi Besar di Jakarta Mengusung Ridwan Kamil – Suswono


Jakarta, MI - Pemenang Pileg di Daerah Khusus Jakarta adalah PKS. Figur yang punya elektabiltas tertinggi di Jakarta adalah Anies Baswedan. Tapi walau keduanya bergabung, nyatanya tidak dapat tiket untuk berlaga di Pilkada Gubernur. Itu fakta politik, mau dibaca dengan kacamata seperti apapun fakta itu tetap tak terbantahkan.
Post-factum bisa dikomentari macam-macam. Kemarin ada kelompok pendukung Anies yang marah-marah ke PKS gegara mencabut dukungannya. Tapi apa pula dasar kemarahannya, lha wong PKS sendirian tidak bisa mengusung lantaran tidak cukup kursi di DPRD Jakarta.
Butuh 22 kursi atau 20 persen dari total 106 kursi DPRD Jakarta, sementara PKS “hanya” punya 18 kursi. Kurang 4 kursi lagi, dan Anies dianggap gagal untuk menggalangnya. Expired, kadaluwarsa sudah. The show must go on.
Kemarin publik menyaksikan bagaimana12 partai politik akhirnya mendeklarasikan Ridwan Kamil (Golkar) dan Suswono (PKS) sebagai bakal calon gubernur dan wakilnya untuk provinsi Daerah Khusus Jakarta yang bakal mengelola sekitar Rp 85 triliun anggaran daerah.
Ke-12 parpol itu adalah PKS (punya 18 kursi), Gerindra (14 kursi), Nasdem (11 kursi), Golkar (10 kursi), PKB (10 kursi), PAN (10 kursi), Demokrat (8 kursi), PSI (8 kursi), PPP (1 kursi), dan Perindo (1 kursi).
Ditambah Partai Gelora dan Garuda yang ikut mendukung walau belum ada kursi di parlemen Jakarta. Jadi, total parpol pendukung RK-Suswono punya 91 kursi di DPRD Jakarta. Tersisa PDIP yang punya 15 kursi dan hampir dipastikan tidak bisa mengusung calonnya. Apakah PDIP bakal ditinggal sendirian? Nampaknya begitu kalau terus berkeras hati.
Apakah RK-Suswono bakal melawan kotak kosong? Belum tentu. Ada calon independen yang sudah dinyatakan bisa ikut kontestasi, Dharma Pongrekun yang berpasangan dengan Kun Wardhana. Siapa dia?
Komjen Pol (Purn) Dharma Pongrekun, lahir 12 Januari 1966 adalah seorang purnawirawan Polri yang jabatan terakhirnya sebelum pensiun adalah Analis Kebijakan Utama Bidang Jianbang Lemdiklat Polri.
Dharma, yang merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1988 ini berpengalaman dalam bidang reserse. Selama menjabat sebagai polisi aktif, pria berdarah Toraja ini pernah menjadi Wakil Kepala BSSN, Deputi Bidang Identifikasi dan Deteksi BSSN, Pati Bareskrim Polri, Karorenmin Bareskrim Polri, dan Dirtipnarkoba Bareskrim Polri.
Riwayat Pendidikan, SD (1977), SMP Bruderan Purwokerto (1981), SMA Negeri 34 Jakarta (1984), S2 Magister Manajemen Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (2002), S2 Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada (2006), Gelar Doktor Kehormatan Bidang Kemanusiaan dari MBC University, Depok (2023).
Sedangkan Kun Wardana, sang bakal calon wakil gubernur mendampingi Dharma Pongrekun adalah seorang jenius (kabarnya IQ scorenya 152), ia menguasai bahasa Inggris, Jerman dan Belanda. Setelah pendidikan dasar dan menengahnya diselesaikan dengan cepat, ia melanjutkan ke Universitas Trisakti pada usia 12 tahun.
Lalu melanjutkan ke jenjang S2 di UI, dan S3 di ITB selesai tahun 1995. Saat ini Kun tercatat sebagai dosen tetap di program studi S2 Teknik Elektro di Institut Sains dan Teknologi Nasional. Selain itu Kun juga dikenal sebagai pemerhati ketenagakerjaan dan hubungan industri.
Pendeknya dari cerita latar belakang ini keduanya bukanlah orang sembarangan. Dharma Pongrekun, jenderal polisi bintang tiga dan Kun Wardana si jenius, bakal melawan Ridwan Kamil dan Suswono yang punya segudang pengalaman, kecerdasan dan dukungan politik yang seabrek-abrek. Bagaimana keseruannya? Bakal kita saksikan dalam episode sebentar lagi.
Tapi hal penting yang mesti kita pahami adalah, koalisi besar (12 parpol) yang mengusung RK-Suswono ini jelas membawa misi Asta-Cita Prabowo-Gibran dan keberlanjutan program Jokowi menuju Visi Indonesia Emas 2045. Gibran pun hadir dalam deklarasi RK-Suswono. Sebagai wapres terpilih yang tugasnya nanti bakal mengkoordinir.
Menurut Sekjen Golkar Letjen (Purn) Lodewijk F. Paulus, kehadiran Gibran Rakabuming Raka karena Ridwan Kamil nantinya terpilih sebagai Gubernur Jakarta maka dia akan berkoordinasi dengan Gibran selaku Wapres dalam menjalankan tugas pemerintah pusat. Itu sesuai undang-undang, karena provinsi ini perpanjangan tangan dari pemerintah pusat.
Semangat keberlanjutan ini sempat mandeg selama lima tahun kepemimpinan Jakarta sebelumnya. Banyak kebijakan aneh-aneh yang belum jelas pertanggungjawabannya sampai sekarang.
Beberapa diantaranya, instalasi bambu mesum di Bundaran HI, Pohon Mahoni Monas yang sudah habis dibabat, Rumah Lapis yang tak jelas juntrungannya, Kelebihan Bayar disana-sini, serta Rumah Sehat yang bikin pusing, dan berbagai “lelucon yang tidak lucu” telah membuat orang untuk tidak mengulangi kemandegan ini.
Apa boleh buat, developmentalism (atau pembangunanisme) kita tidak punya waktu banyak. Pekerjaan besar seperti pemindahan ibu kota negara, jendela kesempatan yang memanfatkan bonus demografi yang tidak bakal terulang dalam seratus tahun mesti kita manfaatkan seoptimal mungkin.
[Andre Vincent Wenas - Pemerhati Politik]
Topik:
Pilkada DKI Jakarta Ridwan Kamil Suswono