Pertemuan Diam-diam Mega-Prabowo dan Politik Rasa Malu Serta Tahu Diri ala Surya Paloh


Jakarta, MI - Hampir tengah malam (Senin malam, 7 April 2025), Prabowo menemui Megawati di rumahnya, tidak ada keramaian dan tak ada pula press-conference yang menjelaskan apa saja yang dibicarakan.
Memang terkesan diam-diam. Padahal momen pertemuan itu yang paling ditunggu-tunggu publik. Besoknya Prabowo sudah berangkat kunjungan luar negeri diantar Wapres Gibran Rakabuming Raka ke bandara.
Beritanya pun seadanya saja, tak ada cameraman professional yang meliput untuk mengiringi wartawan dari media main-stream untuk bikin beritanya. Liputannya jadi amatiran.
Tapi dari liputan yang amatiran itu ada banyak komentar para pengamat professional yang berusaha menginterpretasikan makna pertemuan kedua tokoh itu. Tapi semua hanya menduga-duga, tak ada yang pasti.
Sementara ketika ditanya wartawan (Selasa, 8 April 2025), Joko Widodo menyambut baik pertemuan Megawati dan Prabowo di rumah kediamannya.
Katanya, “Pertemuan Pak Prabowo dan Bu Mega sangat baik, untuk kebaikan negara. Kalau bisa berkumpul akan jauh lebih baik dibandingkan tidak berkumpul.” Jokowi mengatakan pertemuan antartokoh bangsa sangat baik untuk kedamaian Indonesia. “Ini masih dalam suasana Lebaran, silaturahim antarpemimpin, antartokoh dengan baik.”
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) juga menyambut pertemuan kedua tokoh sebagai hal yang positif. Andy Budiman, Wakil Ketua Umum DPP PSI pada Rabu 9 April 2025 mengatakan, “Sangat positif. Pertemuan tokoh bangsa selalu baik dan bermanfaat. Kita butuh kebersamaan dan kekompakan dalam mengatasi masalah bangsa.”
Ditambahkan, “Jika pertemuan dengan Pak SBY dan Pak Jokowi terjadi, pasti membuat suasana semakin baik dan kondusif. Masyarakat butuh teladan dari para pemimpin bangsa.”
Prabowo yang berinisiatif menyambangi, dengan alasan ke publik untuk silaturahmi lebaran. Don Dasco dan Ahmad Muzani yang menemani Prabowo, ada juga Budi Gunawan yang dikatakan menemani Megawati. Banyak pengamat menginterpretasikan macam-macam. Ya boleh saja, bebas.
Tapi yang jelas pernyataan Sekjen Gerindra Ahmad Muzani yang perlu kita garis bawahi, “Ibu Mega mengharapkan agar masa kepresidenan Pak Prabowo yang telah dilantik pada tanggal 20 Oktober 2024 bisa efektif untuk kebaikan dan kesejahteraan rakyat. Karena itu jika dianggap perlu silahkan menggunakan PDIP sebagai instrumen yang bisa digunakan untuk memperkuat pemerintahan tetapi tidak dalam posisi dalam koalisi.”
Catat, PDIP tidak dalam posisi dalam koalisi, maksudnya tidak bergabung dalam Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM Plus).
Belum lama berselang pernyataan senada, walau konteks peristiwanya berbeda, juga diucapkan oleh Surya Paloh, Ketua Umum Partai NasDem, pada Kamis, 3 April 2025 di kantor DPW NasDem Bali.
Kata-kata Surya Paloh persisnya begini, "Kenapa kami tidak ada dalam kabinet rezim Prabowo? Karena kami tahu diri, ada budaya malu lah bagi kami.” Sambil juga mengingatkan bahwa pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 lalu, Partai NasDem tidak mendukung pasangan Prabowo-Gibran.
Makanya, menurut Surya Paloh, tidak etis jika partainya kini mengambil posisi dalam kabinet pemerintahan. Dia bilang, “Saat ini NasDem tahu diri, memahami sepenuhnya NasDem memang tidak pantas untuk berada di dalam lapisan mengisi anggota kabinet karena memang kami tidak berjuang banyak.”
Sikap ini menurutnya adalah bentuk konsistensi sikap dan nilai yang selama ini dijunjung Partai NasDem. Konsekuensi politik ini harus dijalani dengan kesadaran penuh. Kata-kata Surya Paloh, “Dalam Pemilu 2024, kami tidak mencalonkan Prabowo sebagai presiden. Maka, inilah konsekuensi politik yang harus kami buktikan, NasDem tahu diri, ada budaya malu.”
Surya Paloh mengaku sebenarnya partainya sempat ditawari posisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran. Namun, tawaran tersebut ia tolak, lantaran ia ingin menunjukkan bahwa tidak semua partai politik haus kekuasaan. “Kami ingin membuktikan bahwa tidak semua partai di negeri ini mabuk kekuasaan,” tegas politisi asal Banda Aceh itu.
Ia menganalogikan, “Posisi Partai NasDem saat ini seperti dua sisi pada mata uang. Dalam konteks ekonomi, misalnya, NasDem akan mendukung pemerintah ketika stabilitas ekonomi terjaga. Namun, ketika terjadi gangguan terhadap stabilitas tersebut, partai juga tidak bisa tinggal diam."
Tak memilih jalan oposisi meskipun partainya tidak masuk dalam pemerintahan. Surya Paloh menolak anggapan bahwa NasDem akan menjadi oposisi, pihaknya menegaskan pihaknya tetap akan memberikan dukungan kepada pemerintah.
Katanya, “Kami tidak anti, kami tidak tidak suka, melainkan ini adalah bentuk komitmen terhadap nilai-nilai moralitas. Esensi perubahan yang kami perjuangkan, perilaku dan sikap kami buktikan. Saya ingin pikiran-pikiran ini terus berlanjut, NasDem tetap bisa menjadi mitra kritis pemerintah”.
Jadi kedua parpol parlemen ini, PDIP dan NasDem, sudah menyatakan diri tidak barada dalam rezim pemerintahan Prabowo-Gibran, namun bukan sebagai oposisi melainkan mitra-strategis yang kritis.
Maka peta kekuatan politik bis akita gambarkan begini, di sisi eksekutif tidak ada “perwakilan” mereka di kabinet, tapi bagaimana di legislatif atau parlemen (DPR RI)?
Total ada 580 kursi parlemen, yang dikuasai oleh PDIP dengan 110 kursi, Golkar 102 kursi, Gerindra 86 kursi, NasDem 69 kursi, PKB 68 kursi, PKS 53 kursi, PAN 48 kursi, Demokrat 44 kursi.
Apakah faksi “Mitra Strategis yang Kritis” (PDIP 110 kursi dan NasDem 69 kursi, total 179 kursi atau 30 persen) akan kerap berhadapan dengan Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM Plus) yang punya 401 kursi atau 70 persen kekuatan parlemen (Golkar 102 kursi, Gerindra 86 kursi, PKB 68 kursi, PKS 53 kursi, PAN 48 kursi dan Demokrat 44 kursi)?
Ini perlu kita pantau terus, karena dinamika di parlemen mesti dilihat atau dipantau dari hari lepas hari, dari minggu ke minggu, dan dari bulan ke bulan. Tergantung isu atau RUU yang sednag dibahas. Kita lihat saja kenyataannya nanti.
Tapi yang jelas kedua “mitra strategis yang kritis” (PDIP dan NasDem) sudah menyatakan bahwa mereka berdua bukan oposisi, bukan lawan dari pemerintah.
Kalau pakai istilah dari Surya Paloh, mitra yang punya rasa malu dan tahu diri. Istilah yang pas untuk di kemukakan sebagai wacana publik akhir-akhir ini. Karena kedua hal ini kerap dalam dunia politik praktis sudah tidak dikenal lagi. Ya, rasa malu dan tahu diri. Keduanya sudah jadi barang langka dan mahal harganya.
Pejabat tinggi bahkan konglomerat pun tidak mampu (atau enggan) membelinya (atau membayarnya), itu kiasannya. Arti harafiahnya, sudah banyak politisi (atau konglomerat hitam) yang tidak mau (atau tidak mampu) melakukannya. Tidak tahu malu.
Sebagai “mitra strategis yang kritis” tentunya kita berharap mereka bisa memberikan pandangan yang kritis, bukan nyinyir, apalagi menyeponsori sikap-sikap yang kita kenal sebagai DFK (Disinformasi/penyesatan, Fitnah dan Kebencian).
Kritis, secara etimologis berasal dari kata Yunani kritikos, yang bermakna “dapat didiskusikan”. Diambil dari kata krenein, yang artinya memisahkan, mengamati, menimbang dan membandingkan. Dalam unsur-unsur ini jelas tidak ada maksud untuk menyesatkan, memfitnah dan menyebar kebencian.
Persatuan atau kekompakan diantara para elit politik ini sangat diperlukan sebagai kekuatan bangsa menjelang kenaikan kelas dari negara berpenghasilan menengah menuju negara maju.
[Andre Vincent Wenas - Pemerhati Ekonomi dan Politik, Direktur Ekskutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta.
Topik:
Prabowo MegawatiBerita Sebelumnya
PT Timah Dukung Pembangunan Daerah Lewat Program TJSL
Berita Selanjutnya
Sewa Jet Pribadi Ditumpangi Bahlil Rp135 Juta per Jam
Berita Terkait
![Paus Fransiskus Wafat, Prabowo: Pesanmu untuk Menjaga Bhinneka Tunggal Ika Akan Selalu Membekas di Hati Presiden RI Prabowo Subianto dan Paus Fransiskus [Foto: Tangkapan layar]](https://monitorindonesia.com/storage/news/image/prabowo-paus-1.webp)
Paus Fransiskus Wafat, Prabowo: Pesanmu untuk Menjaga Bhinneka Tunggal Ika Akan Selalu Membekas di Hati
2 jam yang lalu

Jokowi Beri Arahan ke Peserta Sespimmen Polri Perkuat Dugaan 'Parcok'
20 April 2025 21:47 WIB

Jokowi Beri Arahan ke Peserta Sespimmen Polri: Matahari Kembar Memang Benar Adanya!
20 April 2025 21:44 WIB