Audit Investigatif Utang Sekarang Juga!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 15 April 2025 11:41 WIB
Iskandar Sitorus (Foto: Dok MI)
Iskandar Sitorus (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Di warung kopi, pertanyaan sederhana sering terdengar: “Negara kita utangnya banyak ya?” “Tenang, masih aman kok. Pemerintah rajin bayar,” jawab sebagian orang.

Tapi, apa benar kondisi kita benar-benar aman? Mari kita kuliti perlahan. Bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk menyadarkan. Karena bahaya terbesar dalam ekonomi bukanlah krisis, tapi kesombongan yang dibungkus dengan kata ‘aman’.

1. Negara Rajin Utang, Tapi Rakyat Tetap Sulit

Utang negara meningkat drastis dari Rp2.600 triliun pada 2014 menjadi hampir Rp8.000 triliun di 2025. Tapi pertanyaannya: Kenapa utang terus ditarik? Untuk apa? Dan apa rakyat benar-benar merasakan hasilnya? Faktanya: lapangan kerja tak kunjung memadai, harga bahan pokok terus naik, dan belanja sosial justru dikurangi.

2. Kita Rajin Bayar Bunga, Tapi Suku Bunganya Tetap Mahal

Di dunia keuangan, biasanya jika kita disiplin membayar, bunga diturunkan. Tapi anehnya, negara ini rajin bayar bunga utang tiap tahun, ratusan triliun, tapi suku bunga utangnya tetap tinggi. Contoh: Obligasi pemerintah (SBN) diterbitkan dengan bunga 6%–7% per tahun, bahkan ketika kondisi ekonomi sedang resesi.

Sementara negara-negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia bisa menerbitkan surat utang dengan bunga hanya 2%–3%. Mengapa kita lebih mahal? Apakah ada “permainan” dalam sistem pinjaman kita?

3. Perbandingan: Negara ASEAN Lain Lebih Strategis

Vietnam – Utangnya naik, tapi diarahkan sepenuhnya untuk industrialisasi dan pertumbuhan ekspor. Mereka punya National Public Investment Plan yang mewajibkan audit manfaat proyek sebelum utang ditarik.

Thailand – Punya lembaga fiskal independen yang menilai apakah utang dibutuhkan atau tidak. Rasio bunga terhadap penerimaan negara dijaga di bawah 10%.
Malaysia – Tiap utang luar negeri diwajibkan melalui proses penilaian cost-benefit yang ketat. Transparansi dijamin melalui laporan publik yang mudah diakses.
Indonesia? – Proyek jalan, bendungan, bandara atau IKN dibiayai utang, tapi belum ada audit kinerja utang secara strategis. 

Hanya catatan angka yang rapi, tanpa menyentuh: “Apakah hasilnya sesuai dengan biaya pinjamannya?”

4. Negara Bisa ‘Dibohongi’ Lewat Narasi ‘WTP’

Indonesian Audit Watch mencatat bahwa opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diberikan BPK RI tiap tahun hanya menilai kerapian laporan, bukan kebermanfaatan utang. Padahal menurut Pasal 6 UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK, audit bisa menyasar kinerja dan tujuan tertentu, bukan hanya hitung-hitungan.

Kami tanya: Mengapa tak pernah ada audit investigatif soal utang? Mengapa tak pernah dibongkar siapa yang diuntungkan dari bunga utang yang tinggi itu?

5. Audit Investigatif Adalah Jalan Keselamatan Negara

Rakyat Indonesia perlu tahu:
Siapa yang memberi pinjaman terbesar ke Indonesia?
Apakah ada kontrak pinjaman dengan bunga tidak wajar?
Apakah ada kebocoran dana proyek berbasis utang?
Apakah sebagian utang dipakai bayar utang sebelumnya (ponzi style)?

Ini bukan cuma soal transparansi, tapi soal kedaulatan fiskal. Jangan sampai rakyat sudah susah, tapi negara tetap tenang karena data APBN terlihat rapi.

6. Dasar Hukumnya Tegas dan Sah

Pasal 3 UU Keuangan Negara No. 17/2003 mewajibkan pengelolaan keuangan negara secara efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab. Pasal 33 UUD 1945 menjamin bahwa kekayaan negara harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. UU No. 15/2006 tentang BPK memperbolehkan audit kinerja dan audit investigatif. Artinya: tidak ada alasan untuk terus menutup-nutupi proses utang.

7. Seruan Tegas Kepada Presiden Prabowo dan BPK

Bapak Presiden, jangan warisi utang yang tidak jelas untuk generasi masa depan. Bapak Ketua BPK, jangan warisi narasi “WTP” yang meninabobokan, sementara ekonomi rakyat merintih diam-diam.

IAW mendesak Presiden untuk:
1. Meminta audit investigatif kepada BPK dilakukan terhadap seluruh proses utang 10 sampai 20 tahun terakhir.
2. Memerintahkan Menkeu paparkan ke publik bunga utang kita dan siapa saja pihak swasta atau asing yang diuntungkan.
3. Memerintahkam pembantunya membentuk Komisi Audit Utang Negara dengan mandat transparansi total.

Negara yang sehat bukan negara yang utangnya kecil, tapi negara yang berani jujur tentang utangnya. Dan rakyat yang kuat bukan yang diam, tapi yang berani bertanya: “Kemana uang itu pergi? Untuk siapa bunga itu dibayar?” Karena utang negara, adalah beban rakyat. Dan jika dibungkam, itu jadi kejahatan fiskal yang pelan-pelan bisa membunuh masa depan.

[Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW)]

Topik:

Utang