Indikasi Persaingan Pengusutan Korupsi LPEI, KPK Didorong Lakukan Supervisi

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 26 Maret 2024 19:04 WIB
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) (Foto: Istimewa)
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Direktur Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti menyoroti indikasi persaingan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam penanganan perkara dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). 

Menurut Ray, jika satu kasus ditangani satu lembaga penegak hukum, seharusnya tidak diambil oleh KPK. KPK, tegas dia, memang mempunyai kewenangan mengambil alih kasus, jika dirasa kasus tersebut tidak berjalan. 

“KPK memang punya wewenang supervisi jika kasus tidak berjalan,” ungkap Ray kepada wartawan, Selasa (26/3/2024).

Maka dari itu, lebih baik KPK melakukan supervisi saja, tanpa harus mengambil alih perkara yang sudah ditangani Kejagung. Hal ini, karena kasus LPEI bukan kasus pertama yang ditangani Kejagung. 

Sebelumnya Kejagung juga sudah menangani kasus LPEI pada 2021 dan sudah ada yang sampai di putusan pengadilan. “Apalagi sekarang pelapor (Menkeu Sri Mulyani) juga melapornya ke Kejaksaan Agung bukan KPK. Ini merupakan bagian pelimpahan dari penyelidikan awal (Kementerian Keuangan) kepada aparat penegak hukum di luar KPK,” ungkapnya. 

Dengan begitu, ungkap Ray, biarkan saja Kejaksaan Agung yang menangani perkara LPEI. KPK cukup melakukan supervisi saja. “Baru kalau nanti kasusnya tidak berjalan atau macet boleh saja diambil alih,” ungkapnya. 

Dalam perkara LPEI, KPK mengaku kasus ini sudah mereka tangani sejak Mei 2023. Sedangkan Kejagung, selain mendapat pelaporan langsung dari Sri Mulyani, kasus LPEI sudah mereka tangani sejak 2021. Bahkan kasus tahap pertama ini sudah inkracht pada 2022. 

Kronologi penanganan kasus LPEI di dua APH tersebut:

KPK mengumumkan penyidikan kasus dugaan korupsi pembiayaan ekspor pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Selasa (19/3/2024). Selang satu hari setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan kasus yang sama ke Kejaksaan Agung, Senin (18/3/2024).

Hal ini kemudian memunculkan kritik dua lembaga penegak hukum tersebut tengah adu pacu untuk berebut menangani kasus tersebut. 

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron pun secara tegas mengungkap dua alasan lembaga antirasuah tersebut yang berhak untuk mengusut kasus korupsi LPEI.

Pertama, posisi penanganan KPK sudah lebih maju karena telah memulai penyidikan melalui penerbitan sprindik pada 19 Marel 2024. Kedua, Ghufron merujuk pada Pasal 50 UU KPK yang mengatur kepolisian dan kejaksaan wajib menghentikan penyelidikan sebuah kasus jika KPK sudah lebih dulu memulai penyidikan pada kasus yang sama. "Penyidikan yang dilakukan kepolisian atau kejaksaan segera dihentikan," kata Ghufron.

Pada tanggal 10 Mei 2023, KPK menerima laporan tentang dugaan korupsi pembiayaan ekspor di LPEI. Pimpinan lembaga antirasuah tersebut pun sudah mengetahui tentang laporan tersebut.

Soal pelapor, KPK enggan mengungkap identitasnya. Dia juga tak mau mengkonfirmasi laporan tersebut sama seperti yang diserahkan Kemenkeu kepada Kejaksaan. "Apakah Kemenkeu? Kami tidak perlu menyampaikan," kata Ghufron.

Pada, 13 Februari 2024, laporan tentang korupsi pembiayaan ekspor LPEI diserahkan kepada Direktorat Penyelidikan KPK. Pada hari yang sama tim penyelidik memulai proses penyelidikan kasus yang disebut berpotensi menimbulkan kerugian negara hingga Rp3,4 triliun tersebut.

"Usai dilakukan penelaahan [sejak diterima laporan 10 Mei 2023] tersebut dilaporkan ke direktorat penyelidikan," kata Ghufron.

Pada tanggal, 18 Maret 2024, fi Kejaksaan Agung, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyerahkan laporan tahap pertama dari tim terpadu - gabungan Inspektorat Jenderal Kemenkeu, Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), LPEI, dan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) - kepada Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.

Laporan berisi dugaan korupsi atau fraud empat debitur LPEI dengan nilai Rp2,5 triliun. ST Burhanuddin pun menyerahkan laporan Sri Mulyani kepada Jampidsus.

Sementara di KPK, sejumlah pegawai menemui pimpinan KPK untuk mengingatkan soal perkara korupsi LPEI yang sudah naik penyelidikan pada 13 Februari lalu itu.

Para pegawai tersebut melaporkan perkara ini siap untuk dilakukan ekspose untuk dinaikan menjadi penyidikan. Pimpinan setuju.

"Begitu ada laporan Menkeu ke Kejagung, para staf menyampaikan ke pimpinan, 'pak kita juga sedang menangani perkara itu'," kata Alexander.

Selanjutnya pada tanggal 19 Maret 2024, penyelidik, penyidik, dan penuntut melakukan gelar perkara kasus korupsi LPEI di hadapan pimpinan KPK. 

Hasilnya, pimpinan menyetujui dinaikkannya status penyelidikan menjadi penyidikan. Pada saat yang sama pimpinan meneken surat perintah dimulainya penyidikan atau Sprindik kasus korupsi LPEI. Pimpinan KPK Nurul Ghufron dan Alexander Marwata kemudian menggelar konferensi pers penyidikan kasus korupsi LPEI pada sore hari. 

Lembaga antirasuah ini mengklaim telah mengubah metode pengumuman penyidikan yaitu tanpa menyebut nama tersangka. "Kami merespon supaya penyelidikan yang akan dilakukan Kejagung tidak redundent. Kami akan koordinasi [dengan kejaksaan]," kata Ghufron.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, menyatakan bahwa  ada banyak kasus terkait LPEI. 

Kasus empat perusahaan debitur yang diduga fraud juga masih didalami oleh Kejagung.

"Kasus LPEI itu banyak, bahkan ada batch 1, 2 dan 3. Kita baru menerima dan tahap mempelajari, yang dimaksud dengan menghentikan itu yang mana dan yang ditangani KPK juga yang mana," ujar Ketut kepada Monitorindonesia.com, Rabu (20/3/2024).

Ketut bahkan menyebut ada kasus LPEI yang berkaitan dengan dugaan tindak pidana umum. Perihal kasus ini pun sedang ditangani oleh Mabes Polri.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali itu pu  mempersilakan KPK melakukan koordinasi agar proses penanganan perkara tidak tumpanh tindih. 

"Silakan datang ke kami kasus yang dimaksudkan, kami terbuka untuk itu. Kami juga tidak mau ada pekerjaan yang tumpang tindih jadi rebutan di antara penegak hukum," ujar Ketut. 

Adapun dugaan korupsi di LPEI menjadi sorotan setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan dugaan fraud senilai Rp 2,5 triliun terkait empat perusahaan penerima kredit ekspor ke Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.