Togu Cs Takkan Pulang Sebelum Bertemu Presiden Jokowi, Beberkan Pelanggaran Berat TPL

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 29 Juli 2021 19:22 WIB
Monitorindonesia.com - Tim 11 Ajak Tutup TPL berangkat tanggal 14 Juni 2021 dari Makam Sisingamangaraja XII di Soposurung di Balige. Pada 27 Juli 2021 di hari ke 44, Tim 11 "ditangkap" polisi di Jalan Sisingamangaraja, Jakarta Selatan dengan atribut Sisingamangaraja di punggungnya Bumi. “Bukan sebuah kebetulan. Semangat Opung Sisingamangaraja mengalir deras di Bumi,” tulis Togu pada akun Facebooknya yang dikutif Kamis (29/7/2021) Togu Simorangkir merupakan keturunan dari Raja Sisingamangaraja XII. Putri bungsu Sisingamangaraja XII, bernama Poernama Rea Sinambela, menikah dengan marga Simorangkir, ompung Togu Simorangkir. Jadi dia cicit atau Bahasa batak disebut nono, (sebutan untuk cucu dari anak perempuan). Kemarin, terjadi insiden, seseorang, diduga anggota polisi berpakaian sipil, membentak-bentak Bumi Simorangkir, bocah 8 tahun, putra Togu, yang ikut misi Tutup TPL. Lelaki itu keberatan logo dan bendera Sisingamangaraja dikenakan anak kecil. Lalu Togu mendebat. “Sisingamangaraja itu ompungku (kakek), ”kata Togu yang juga lulusan S2 dari Inggris itu. Menurut Togu, Aksi Jalan Kaki ini belum selesai. “Masih ada 8 kilometer lagi untuk tiba di Istana Negara. Kami akan tuntaskan itu. Atur strategi lagi," katanya. Ia mengatakan Tim 11 tidak kembali ke Toba sebelum bertemu dan menyampaikan aspirasi Tutup TPL secara langsung kepada Presiden Jokowi. "Tim 11 akan stay di Jakarta sampai Pak Presiden punya waktu untuk bertemu. Kalau enggak ketemu, ya enggak pulang kami. Aku akan terus menunggu," ungkapnya. "Ini soal kedaulatan Bangsa Batak. Apalah artinya menunggu satu bulan dibandingkan puluhan tahun kita tersiksa dan masa depan kita akan suram di Danau Toba," kata Togu. Aliansi Gerakan Rakyat (Gerak) Tutup TPL Posko Jabodetabek Abdon Nababan mengatakan, telah mengajukan surat audiensi kepada Presiden Jokowi. Surat dikirim pada Senin (26/7/2021) langsung ke Istana. “Surat sudah kami masukkan dan telah tercayat sistem elektronik persuratan Setneg. Kami tinggal menunggu waktu bapak presiden yang sangat rendah hati, mau berdialog langsung dengam rakyatnya,” ujar Abdon, menjabat Wakil Ketua Dewan Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Hingga kini, seluruh anggota tim dalam keadaan sehat dan terus menunggu jawaban resmi dari pihak Istana Presiden Joko Widodo. "Kami nanti PCR setelah ada jawaban aja kapan Presiden akan ketemu. Dan sekarang masih di apartemen yang ada di Jakarta Selatan bersama Tim 11," katanya. Menurut Togu, swab antigen yang hasilnya reaktif, agak aneh. “Aneh, nih (pemeriksaan antigen). Aku kan nomor urut 16. Hasilku belum keluar, tapi sudah teriakan dari mikrofon polisi, Togu Simorangkir reaktif katanya. Padahal hasil pemeriksaan nomor 13 belum keluar,” ujar Togu. “Tapi tidak apa-apa, kita ikuti permainan. Kita bukan teroris kok,”ujarnya melalui siaran langsung akun medsos Facebook. Dugaan keanehan serupa disampaikan Anita Martha br Hutagatung, sesama pejalan kaki dari Toba ke Jakarta. “Setelah distop ratusan polisi di Tugu Pemuda, dengan senjata lengkap, lalu kami dipaksa untuk swab Antigen. 22 orang diperiksa, hanya Togu Simorangkir yang reaktif. :Kemudian kami naik mobil keranjang trus dibawa polisi kami raun-raun dengan sirine yang meraung-raung membelah kota Jakarta,”tulis Oni akronim Ompung Anita, sebutan nenek Anita. Ia melanjutkan, “Aneh...Togu yang Reaktif disatukan satu mobil dengan kami yang negatif. Aneh... yang nomer 13 belum keluar hasilnya, tapi Togu yang nomer 16 sudah diteriakkan pakai toa, reaktif. Tim diangkut menggunakan mobil polisi ke Wisma Atlet di Kemayoran. Setelah tiba di halaman Wisma Atlit, mereka tidak diperbolehkan turun. Mobil memutar lalu keluar lagi. “Trus dibawa lagi kami raun-raun dengan suara sirine yang meraung-raung.Dan kami berhenti di Pasar Rumput. Ada banyak tentara di situ. Trus KTP kami dikumpulin, lalu didata. Abis itu kami dibiarin,”tulisnya. Kemudian dibawa ke markas Polres Metro Pusat. Dia jam di sana, baru boleh pergi, ke tempat penampungan di satu apartemen tumpangan seorang dermawan. Aktivis lingkungan hidup dan pencinta Danau Toba yang menggelar Aksi Jalan Kaki (Ajak) Tutup TPL, dimotori Togu Simorangkir. Ia adalah pegiat literasi di Danau Toba. Kemudian ada Anita Martha boru Hutagalung (nenek usia 54 tahun), dan Irwandi Sirait. Adapun peserta Aksi Jalan Kaki (Ajak) Tutup TPL berjumlah 11 orang. Selain tiga nama di atas, adalah Jevri Manik, Christian Gultom, Erwin Hutabarat, Ishak Aritonang, Agustina boru Aritonang, Lambok Siregar dan Yman Munthe. Turut serta Bumi Simorangkir (siswa kelas 3 SD), putra dari Togu Simorangkir. Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL menyegarkan ingatan, video viral yang memperlihatkan keberingasan ratusan lelaki bertubuh tinggi-tegap menggunakan kayu bulat dan bambu, bertindak kasar menyerang, memukuli dan menganiaya puluhan anggota masyarakat adat Desa Natumingka, Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Sebanyak 12 warga lula-luka, termasuk nenek-nenek dan kakek usia lanjut dalam insiden kekerasan pekerja PT TPL, pada 18 Mei 2021. Seorang perempuan pun berusaha meminta pertolongan anggota Polri yang ada di lokasi kejadian, agar menghentikan kekerasan para pekerja TPL. Namun polisi itu, melambaikan tangan, dan menolak. Bukan kali itu saja perbuatan yang tidak berperikemanusiaan dipertunjukkan PT TPL. Selama 35 tahun beroperasi di Porsea, Kabupaten Toba, tahun 1985, pelanggaran berat atau kejatan serius sering terjadi, sehingga sungguh patut perusahaan ini tiga kali dihentikan operasionalnya. Contoh kekerasan yang mengakibatkan kematian dialami Ir Panuju Manurung saat membantu ibu-ibu yang menjadi korban kekerasan pekerja PT Inti Indorayon Utama dan aparat keamanan, pada 22 November 1998. Panuju meninggal empat hari kemudian, 26 November 1998. “Fakta kejahatan dan pelanggaran disampaikan warga kepada pemerintah. Puncaknya, ketika Presiden BJ Habibie menutup operasional PT Inti Indorayon Utama (IIU), sekarang bernama PT TPL, selama tiga tahun, sejak 19 Maret 1999,”demikian perwakilan Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL yang ditandatangani Benget Sibuea selaku ketua dan Jhontoni Tarihoran (sekretaris). Mendengar isu PT Indorayon akan beroperasi, warga selalu menolak. Satu kajadian, kekerasan merenggut nyawa Hermanto Sitorus, siswa STM Porsea pada 21 Juni 2000. Hermanto meninggal oleh kekerasan pasukan pengamanan. Setelah dibekukan, dan beroperasi PT Indorayon telah berganti baju menjai PT Toba Pulp Lestari, dan kembali Februari 2003. Apakah janji paradigma baru perusahaan dijalankan? Ternyata tidak. Pelanggaran demi pelanggaran, kejahatan dan kejahatan masih saja terjadi. Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL mencatat lima daftar pelanggaran berat dan kejahatan serius PT TPL. Pertama, kejahatan kemanusiaan, politik pecah belah PT PTL dan dampaknya terhadap sosial-budaya. Kedua, pemiskinan secara sosial-ekonomi kontra pencitraan penciptaan lapangan kerja. Ketiga, kejahatan ekologis, pencemaran lingkungan, dan perubahan iklim. Keempat, akuisisi lahan (Land Grabbing) TPL vs masyarakat adat, pelanggaran HAM (intimidasi-kriminalisasi-kekerasan korporasi), illegalitas kawasan dan konsesi, deforestasi, kerusakan fungsi hidrologis DTA Danau Toba. Dan kelima, perusahaan rugi, minim kontribusi untuk negara dan manipulasi pajak Untuk menyampaikan aspirasi itu, Aliansi Gerak Tutup TPL telah melakukan berbagai langkah dan kegiatan. Misalnya, penyampaian pendapat secara terbuka di depan umum melalui kegiatan unjuk rasa di Kabupaten Toba, Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan, semuanya di Sumatera Utara. Intinya meminta pemerintah dan DPRD menutup operasional PT TPL, karena lebih banyak kerugian aau mudharatnya dibandingkan manfaatnya buat masyarakat dan bangsa. Kemudian, aktivis lingkungan hidup dan pencinta Danau Toba juga menggelar satu kegiatan Aksi Jalan Kaki (Ajak) Tutup TPL. [Man]

Topik:

Aksi Tutup TPL Pelanggaran Berat PT TPL