Akademisi UI: Kerangkeng Manusia Langkat adalah Kasus Extraordinary

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 19 Februari 2022 20:13 WIB
Monitorindonesia.com - Akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Patricia Rinwigati mengatakan kasus kerangkeng manusia milik mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin adalah sebuah kasus yang sangat luar biasa atau extraordinary dibandingkan dengan kasus-kasus lainnya. Maka dari itu kasus tersebut, kata dia, harus menjadi perhatian karena telah membuka tabir bahwa masih adanya dugaan praktik perbudakan hingga saat ini. "Kasus Langkat adalah kasus yang extraordinary, dibanding sehari-hari yang kita temui. Oleh karena itu perlu disikapi sebenarnya bersama karena yang dekat dengan kita juga tidak dilupakan," ujar Patricia dalam diskusi daring, Sabtu (19/2/2022). Menurutnya, perbudakan adalah status atau keadaan seseorang yang atasnya sebagian atau seluruh kekuasaan yang melekat pada hak kepemilikan dijalankan. "Si budak itu tidak punya satu hak apapun, termasuk dia untuk berdiri dan mengatakan bahwa 'saya diperlakukan sewenang-wenang' tidak ada. Karena dia pun di dalam beberapa peraturan perundang-undangan nasional di beberapa negara bahwa mereka tidak memiliki legal standing," katanya. Ia juga menjelaskan, bahwa pada tahun 2012 lewat Bellagio Harvard Guideline on the Legal Parameters of Slavery perbudakan adalah kekuasaan yang melekat pada hak kepemilikan kontrol atas seseorang. Sehingga secara signifikan menghilangkan kebebasan individunya dengan maksud untuk dieksploitasi melalui penggunaan, pengelolaan, keuntungan, transfer, atau pelepasan. "Kepemilikan itu harus diartikan sebagai kepemilikan dan kontrol. Jadi kontrolnya itu untuk dieksploitasi, jadi milik dalam konteks ini adalah bisa kepemilikan de jure, bisa de facto," ujarnya. Sementara itu, lanjut dia, di Indonesia, ihwal hak asasi manusia diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dalam Pasal 28I Ayat 1 berbunyi, "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun". Perlu diketahui, bahwa perdagangan manusia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Di dalamnya mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tujuan seseorang untuk mengeksploitasi seseorang untuk keuntungannya. "Yang saya mau lihat adalah perbudakan itu masih belum kekeh, karena studi kasusnya masih sedikit. Jadi definisinya juga masih sangat sederhana," ujar Patricia. (Aswan)
Berita Terkait