69 Ribu Anak di Papua Barat Tidak Sekolah

Nicolas
Nicolas
Diperbarui 1 November 2022 10:50 WIB
Sorong, MI - Sebanyak 68.988 orang anak/generasi emas usia SD, SMP, SMA/SMK di Papua Barat tahun 2020, tidak bersekolah. Sedangkan di Papua, jumlah kasus yang sama sebanyak 407.546 orang. Jadi di Papua dan Papua Barat, yang tidak sekolah 476.534 orang. Ini baru tahun 2020 saja. Demikian kajian Dr Agus Sumule, Dosen Universitas Papua (Unipa) Manokwari, Papua Barat, yang berjudul: “Apa yang Bisa Kita Lakukan untuk Menangani Anak tidak Sekolah dan Kekurangan Guru di Papua Barat?” Dalam Rapat Kerja 13 Bupati/Walikota Se-Papua Barat yang dipimpin Penjabat Gubernur Papua Barat, Komjen Pol (Purn) Paulus Waterpauw, pekan lalu, Agus Sumule memaparkan kondisi konkret pelaksanaan wajib belajar di Papua dan Papua Barat. Menanggapi generasi emas yang tidak bersekolah, Paulus Waterpauw yang didampingi Sekda Papua Barat Dr Nataniel Mandacan, meminta para Bupati/Walikota dan memanfaatkan Dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk pembangunan pendidikan dan kesehatan. ”Jangan pakai dana Otsus untuk kepentingan pribadi. Pendidikan dan kesehatan diutamakan, kesejahteraan guru diperhatikan. Jika tidak, kita akan kehilangan lebih banyak lagi generasi emas Papua,” tandas Waterpauw. Waterpauw juga meminta supaya para pejabat membeli dagangan/jualan dari Mama-mama Papua, di pasar-pasar tradisional dan pinggir jalan. Dengan demikian ikut meningkatkan kesejahteraan mereka. “Uang di tangan kita adalah uang negara melalui dana Otsus untuk membangun rakyat Papua. Dalam UU Otsus diamanatkan empat program prioritas: Pendidikan, Kesehatan, Perekonomian Rakyat dan Pembangunan Infrastruktur. Uang untuk membangun dan mensejahterakan Orang Asli Papua (OAP) dan penduduk Papua Barat sebagai Rakyat Indonesia,” tegas Waterpauw. Terungkap pula penyebab anak-anak tidak bersekolah, yaitu karena kekurangan guru, biaya pendidikan yang mahal, tempat tinggal jauh dari sekolah, mengikuti orangtua pindah ke kota atau ke dusun lain, bahkan kebanyakan guru tidak berada di tempat tugas. IPM Menengah Menurut Agus Sumule, keberhasilan pembangunan suatu negara atau daerah ditentukan kualitas sumber manusia (SDM). Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, semakin tinggi kualitas SDM di negara atau daerah tersebut. Sebaliknya, jika banyak anak yang tidak bersekolah; jumlah guru bermutu terbatas, banyak penduduk dewasa yang berpendidikan rendah, maka sulit bagi suatu daerah untuk mencapai kesejahteraan yang diharapkan. Demikian pula Indeks Prestasi Manusia (IPM) Papua Barat, tahun 2021 adalah 65,26 (menengah). Sedangkan IPM rata-rata nasional/Indonesia sudah mencapai 72,297. Untuk mencapai IPM 70 (tinggi), dengan rata-rata pertumbuhan IPM 0,57% (2014-2021), diperkirakan butuh waktu 8,3 tahun lagi. Agus Sumule mengkaji anak tidak sekolah berdasarkan Wilayah Adat Domberai dan Bomberai. Untuk Domberai yang meliputi Kabupaten Teluk Wondama yang tidak sekolah 2.682 anak, Manokwari 12.204 anak, Sorong Selatan 6.877 anak, Sorong 4.110 anak. Kemudin di daerah wisata yang sangat terkenal Raja Ampat yang tidak sekolah sebanyak 4.825 anak, Tambrauw 3.069 anak, Maybrat 3.737 anak, Pegunungan Arfak 8.509 anak, Manokwari Selatan 2.430 anak dan Kota Sorong 8.598 anak. Total 57.040 orang anak yang tidak bersekolah tahun 2020, meliputi SD, SMP dan SMA/SMK. Sedangkan jumlah Anak Tidak bersekolah di Wilayah Adat Bomberai sebanyak 14.504 anak, tersebar di Kabupaten Fakfak 4.318 anak, Kaimana 4.588 anak, Teluk Bintuni 5.598 anak. Data yang disajikan Sumule adalah data resmi, diolah dari Data Neraca Pendidikan Daerah (Kemendikbud & Ristek 2020). Kekurangan Guru Agus Sumule mengungkapkan pula, kekurangan guru di Papua Barat sebanyak 5.507 orang. Terdiri dari guru SD (Sekolah Dasar) 2.313 orang, guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1.429 orang, guru Sekolah Menengah Atas (SMA) 747 orang, guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 514 orang. Maka Papua Barat harus segera merekrut 5.507 guru. Sumule menyarankan penyediaan guru disesuaikan dengan amanat Peraturan Pemerintah 106/2021, minimum lulusan SMA, SMK, MA atau MAK, dan telah mengikuti pendidikan guru selama dua tahun di lembaga pendidikan yang ditetapkan pemerintah, dengan mengutamakan OAP. Terkait pembiayaan dan rekrutmen guru, bisa menggunakan dana Otsus, yang meliputi pemerataan pelayanan dan peningkatan kualitas pendidikan. Dana untuk pendidikan adalah penggunaan Dana Bagi Hasil (DBH) pertambangan minyak bumi dan gas alam 35% diperuntukkan belanja pendidikan provinsi/kabupaten/kota. Dalam rapat kerja tersebut, para Bupati dan Walikota mengakui kekurangan guru. Mereka juga sangat sedih karena banyak guru yang sudah lama mengabdi sebagai guru honorer, tetapi tidak diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) – karena usia sudah di atas 35 tahun. Padahal sudah diusulkan berkali-kali kepada pemerintah. Para Bupati/Walikota mengharapkan kebijakan khusus bagi pengangkatan guru dan petugas kesehatan di Papua Barat dan Papua, karena banyak sekali yang sudah lama mengabdi sebagai honor. “Para guru dan petugas kesehatan adalah peletak dasar generasi masa depan bangsa,” kata seorang Walikota. Meskipun selama ini para Bupati dan Walikota sudah bekerja sama dengan Unipa dan universitas swasta lain untuk pengadaan guru, dengan menggunakan dana Otsus, namun jumlah guru tetap masih kurang juga. Sumule menyarankan, pemerintah pusat hendaknya secara khusus membahas situasi pendidikan di Papua Barat. Dana pendidikan yang sedikitnya Rp1,217 triliun pada tahun 2022, harus menciptakan pendidikan bermutu bagi semua usia, terutama Orang Asli Papua (OAP). Sekolah Sepanjang Hari Untuk memajukan pendidikan di Papua Barat, di 1.742 kampung dan 218 distrik, perlu diadakan Sekolah Sepanjang Hari (SSH) dengan melibatkan orangtua murid dan masyarakat kampung, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), lembaga-lembaga keagamaan. Dibutuhkan relawan profesional sebagai pemberdaya atau literasi masyarakat dan aktivis SSH. Saatnya pula menyediakan Dana Abadi Pendidikan di Provinsi Papua Barat dan Papua. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM) menegaskan, pendidikan adalah HAM yang mendasar bagi setiap orang. Pasal 31 UUD 1945 juga menyatakan, setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan, dan pemerintah wajib membiayainya. Pasal 56 (Ayat 3) UU Nomor 2/2021 (Otonomi Khusus Papua) menyatakan, setiap penduduk Papua dan Papua Barat berhak memperoleh pendidikan bermutu sampai tingkat SMA untuk memajukan Orang Asli Papua dan penduduk Papua sebagai WNI. ***   Oleh: Wolas Krenak/Kepala Biro Monitor Indonesia untuk Papua dan Papua Barat