Pihak Sambo Ngotot Putri Candrawathi Dilecehkan Brigadir J, Kriminolog: Logiskah Meminta Pertanggungjawaban Kepada yang Sudah Meninggal?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 20 November 2022 03:00 WIB
Jakarta, MI - Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Kurnia Zakaria menyoroti tim kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang tetap ngotot bahwa Putri Candrawathi dilecehkan.Bahkan Putri Candrawathi, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin, juga tetap bersikukuh mengaku dilecehkan oleh Brigadir J di rumahnya di Magelang, Jawa Tengah, satu hari sebelum penembakan atau pada hari Kamis (7/7/2022) lalu.Menurut Kurnia, dalam persidangan itu sudah tidak fokus lagi pada pasal yang didakwakan yakni pasal 338 KUHP , akan tetapi yang ada Brigadir J terus diserang dengan dugaan pelecehan tersebut. Padahal, laporan dugaan pelecehan tersebut saat itu telah dihentikan oleh pihak Kepolisian."Saya melihat dalam sidang kemarin, pengacara Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo tidak fokus pada untuk membela pasal 338 KUHP, tapi terus menyudutkan Brigadir J soal pelecehan itu. Seakan-akan mendiang J punya kepribadian buruk suka dengan PC dan sering dugem dan dalam kesaksian Adzan Romer bahwa J pernah melihat J menodongkan senjata ke foto FS," jelas Kurnia kepada Monitor Indonesia, Minggu (20/11).Pakar Hukum Pidana dari Universitas Bung Karno (UBK) ini, lantas mempertanyakan soal dugaan pelecahan terhadap istri mantan Kadiv Propam Polri itu ada didalam surat dakwaan itu."Dugaan pelecehan yang di Magelang kenapa masih ada dalam surat dakwaan, kemudian di persidangan terus dibangun, fokusnya disitu, ditanyakan terus sampai kepada kepribadian Brigadir J punya kebiasaan buruk dan suka sama PC," lanjut Kurnia.Padahal, jelas Kurnia, didalam pasal 77 KUHP menyebutkan bahwa Hak Menuntut Hukuman gugur lantaran si tertuduh meninggal dunia."Maka dalam suatu perkara pidana yang terdakwanya meninggal dunia, seharusnya itu kewenangan negara untuk menuntut menjadi hapus," tegas Kurnia.Karenanya, tambah Kurnia, tidak mungkin membebankan kesalahan kepada orang yang sudah meninggal dunia. Kalaupun benar pelaku bersalah, kesalahan tersebut tidak bisa dialihkan kepada siapapun."Prinsip pertanggungjawaban pidana adalah individual, tidak bisa diwariskan atau digantikan," ungkapnya.Lebih lanjut, Kurnia menjelaskan, bahwa dalam perspektif hak asasi manusia dan kepentingan praktis dalam hukum acara pidana, tidaklah logis meminta pertanggungjawaban kepada seorang yang sudah tiada dimana ia tidak lagi dapat membela dirinya. "Bagaimana mungkin seseorang yang diduga sebagai pelaku yang sudah meninggal dunia dapat membela dirinya? Akan dianggap sebagai sebuah ketidakadilan jika peradilan diterapkan hanya dengan kehadiran salah satu pihak," tutupnya.Sebagaimana diketahui, bahwa Putri Candrawathi mengaku mendapatkan tindakan pelecehan seksual dari almarhum Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Kejadian pelecehan ini juga terjadi di rumah dinas di Duren Tiga Jakarta Selatan pada Jumat, 8 Juli 2022. Padahal tanggal itu jelas J dalam rekaman CCTV datang berbeda mobil dan hanya angkat koper hingga sampai garasi mobil. Pengakuan Putri ini terungkap dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat membacakan dakwaan terhadap terdakwa Ferdy Sambo soal rekayasa pembunuhan terhadap Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022).Pengacara Putri juga ngotot mengatakan kliennya dilecehkan dan mengeklaim telah mengantongi sejumlah bukti. Sementara, dua asisten rumah tangga (ART) Sambo dan Putri yang ketika itu berada di Magelang, mengaku tak tahu menahu soal adanya pelecehan.Kesaksian ART Susi hanya mengatakan J akan mengangkat PC yang terjatuh di rumah Magelang tapi dilarang terdakwa KM. Dalam kasus ini, lima orang dijerat pasal pembunuhan berencana. Kelimanya yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf. Atas perbuatan tersebut, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 340 KUHH subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP. (Ode) #Putri Candrawathi Dilecehkan