Soal Hukuman Mati di KUHP Baru, Begini Respons Pengacara Bharada E

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 16 Desember 2022 01:46 WIB
Jakarta, MI - KUHP baru kini masih terus menimbulkan polemik akibat beberapa pasal yang dianggap banyak kalangan dapat membunuh kebebasan berbicara dan pasal lainnya. Salah satu pasal yang dipermasalahkan adalah mengenai terpidana mati hukumannya dapat dikurangi jika berkelakuan baik selama percobaan hukuman selama 10 tahun. Diketahui, Pasal 100 KUHP berbunyi, "Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan memperhatikan: a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; atau b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana.” Pasal hukuman mati ini juga dikait-kaitkan dengan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang mana kuat dugaan diotaki oleh Ferdy Sambo dimungkinkan lolos dari jeratan hukum itu, meski KUHP baru itu akan berlaku 3 tahun kedepannya. Lalu bagaimana dengan terdakwa lainnya di kasus ini, Bharada Richard Eliezer atau Bharada dan yang lainnya? Pengacara Bharada E, Ronny Talapessy menilai KUHP baru ini sebenarnya sudah mencerminkan batin dari kliennya itu. "Saya kemarin mengikuti RKUHP yang sudah disahkan. Ada yang pro-kontra juga. Tetapi menurut saya, dari sisi kasus Richard Eliezer, yang menarik di KUHP yang baru itu adalah sikap batin," kata Ronny Talapessy dalam video yang beredar di media sosial seperti dikutip Monitor Indonesia, Jum'at (16/12). "Jadi seseorang melakukan perbuatan pidana itu ditentukan oleh sikap batin. Buat kami dalam kasus ini, ini menggambarkan sebenarnya kondisi Bharada E, sikap bantinnya," sambungnya. Karena faktanya, lanjut Ronny, ketika Richard (sapaan akrab Bhadara E) saat menjalankan perintah itu (menembak Brigadir J), dia ketakutan kalau tidak menembaknya, maka akan berdampak pada Richard itu sendiri Kemudian dari aspek psikologi dia, tambah Ronny, tergambarkan sekali, Richard tidak mungkin menolak perintah Jenderal bintang dua, juga Kasatgas lagi waktu itu. "Dia ketakutan tidak bisa menghindar ada ketakutan dan ini terungkap dalam persidangan, saya tanyakan kepada penyidik Polres Jakarta Selatan, kepada Propam situasi Richard saat itu bagaimana, ketakutan Pak, panik," ungkap Ronny. "Itu kan menggambarkan sikap batinnya dia. Walaupun KUHP yang baru ini akan disahkan 3 tahun lagi. Tetapi sebenarnya kita sudah melangkah maju terkait dengan penegakan hukum, karena setiap tindak pidana itu juga harus diperhitungkan sikap batinnya," jelasnya. Sebagaimana diketahui, bahwa Richard merupakan tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat yang dijerat Pasal 340 juncto 338 juncto 55 juncto 56 KUHP. Ronny Talapessy, berharap kliennya bisa mendapatkan vonis bebas di pengadilan Selain itu, Ronny mengungkapkan salah satu fokus utama yang diupayakan kuasa hukum yakni agar Bharada E tidak dijerat pasal pembunuhan berencana atau 340 KUHP. "Iya, fokus kita juga salah satu poinnya adalah di bawah perintah ya, Pasal 51 ayat 1. Salah satu fokus ya itu saya kasih bocoran sedikit," ungkapnya. Menurut dia, kliennya akan memberikan kesaksian yang sebenar-benarnya di persidangan. Diketahui, secara total ada 5 tersangka di kasus pembunuhan berencana Brigadir J yang diduga melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP. Selain Bharada E, tersangka lain adalah Ferdy Sambo, Bripka RR atau Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf, dan Putri Candrawathi. Sementara untuk perkara obstruction of justice di penyidikan Brigadir J telah ditetapkan tujuh tersangka, termasuk Ferdy Sambo. Sedangkan 6 tersangka lain adalah Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto. Para tersangka obstruction of justice itu diduga melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat 1 jo Pasal 32 ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE. Selain itu, mereka juga dijerat Pasal 55 ayat (1) dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke-2 dan/atau Pasal 233 KUHP.