Selain Karena Justice Collaborator, Ternyata Ini Alasan Richard Divonis Ringan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 16 Februari 2023 10:36 WIB
Jakarta, MI - Justice collaborator yang diajukan oleh terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua, Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E pada sidang vonis kemarin, Rabu (15/2), telah dikabulkan oleh majelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Justice collaborator mantan ajudan atau ADC eks Kadiv Propam Polri sebelumnya tak dihiraukan oleh jaksa penuntut umum (JPU). Namun pada akhirnya hakim menyatakan seseorang bisa diberi status justice collaborator jika bukan pelaku utama dan hanya bagi tindak pidana tertentu. Alasannya, hakim juga berpatokan pada syarat-syarat justice collaborator, seperti diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung hingga Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban. [embed]https://youtu.be/2rSqbBapBVA[/embed]   Hakim mengatakan Richard Eliezer mempunyai peran menembak Yosua tapi bukan pelaku utama. Sedangkan Sambo merupakan aktor intelektual pembunuhan Brigadir Yosua dan dipandang sebagai pelaku utama. Ada dua jenis peraturan penerapan justice collaborator yakni Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 dan Undang-Undang (UU) Perlindungan Saksi dan Korban Nomor 31 Tahun 2014. Kedua jenis acuan tersebut memiliki perbedaan, salah satunya dikarenakan tahun pengesahannya yang berbeda. Adapun penerapan keduanya, jika mengacu pada pernyataan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), keduanya digunakan sebagai acuan yang saling melengkapi dalam penerapan justice collaborator di Pengadilan. SEMA itu sebenarnya sebagai acuan bagi Hakim untuk menyidangkan kasus-kasus terkait dengan justice collaborator dan WB (whistleblower). Akan tetapi, UU Perlindungan Saksi dan Korban tahun 2014 yang muncul setelah penerapan SEMA nomor 4 tahun 2011, tentunya menjadi lebih terbaru dan terperinci dalam implementasinya. Perbedaan mendasar jika menilik pada SEMA Nomor 4 Tahun 2011, status penanganan khusus justice collaborator di dalam pengadilan diambil berdasarkan Pasal 10 UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Menurut ketentuan SEMA, perlakuan khusus bagi justice collaborator hanya diberikan dalam dua bentuk pertimbangan. "Menjatuhkan pidana percobaan bersyarat khusus; dan/atau menjatuhkan pidana berupa pidana penjara yang paling ringan di antara terdakwa lainnya yang terbukti bersalah dalam perkara yang dimaksud," tulis keterangan SEMA pada nomor sembilan dalam poin C. Sedangkan perbedaan justice collaborator yang terbaru mengacu pada Pasal 10 A UU Perlindungan Saksi dan Korban Nomor 31 Tahun 2014, yang didalamnya mendapatkan penambahan terkait penanganan secara khusus dalam pengadilan. Penanganan khusus yang dimaksud menitikberatkan pada penghargaan atas kesaksian yang diberikan oleh justice collaborator atau saksi pelaku. Harus diketahui, bahwa pelaku justice collaborator memang memperoleh perlindungan hukum, tetapi tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila terbukti bersalah. Namun, menurut pasal 10 UU Nomor 13 tahun 2006 kesaksian pelaku justice collaborator bisa dipertimbangkan oleh hakim untuk meringankan pidananya. Pasal 10 (1) Saksi, Korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya. (2) Seorang Saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap Saksi, Korban, dan pelapor yang memberikan keterangan tidak dengan itikad baik. Hakim mengatakan keterangan Richard Eliezer membuat terang kasus pembunuhan Yosua dan sangat membantu perkara terungkap. "Menetapkan terdakwa sebagai saksi pelaku yang bekerja sama," ujar hakim di PN Jaksel, Rabu (15/2). Atas status justice collaborator ini, menjadi salah satu alasan mengapa Richard Eliezer dijatuhi hukuman 1,5 tahun penjara atas tewasnya Brigadir yang kerap dipanggil Richard "Bang Yos" saat menjalani persidangan sebelumnya. Namun demikian, masih ada hal-hal yang membuat Richard Eliezer divonis ringan dari tuntutannya, dari 12 tahun menjadi 1,5 tahun penjara. Apa saja? Seperti dirangkum Monitor Indonesia, Kamis (16/2), hal yang membuat vonis Richard Eliezer lebih ringan adalah sebagai berikut; 1. Permintaan maaf Richard Eliezer ke keluarga Yosua, hingga dimaafkan. Permohonan maaf dalam penyelesaian perkara pidana juga dikenal dalam hukum pidana dengan istilah konsep rechterlijk pardon atau judicial pardon. Dalam beberapa tindak pidana tertentu, khususnya dalam kategori tindak pidana ringan diperbolehkan melakukan perdamaian. Terkait permohonan maaf dalam penyelesaian perkara pidana juga dikenal dalam hukum pidana dengan istilah konsep rechterlijk pardon atau judicial pardon. Konsep ini juga dianut oleh hukum Belanda, di mana hukum dapat memberikan pemaafan terhadap terdakwa. Pemberian maaf ini diberikan dengan pertimbangan tertentu, hakim bisa memberikan maaf dan terdakwa dinyatakan bersalah meski tidak dijatuhi hukuman. Mengenai judicial pardon merupakan konsep yang ditawarkan oleh perancang untuk penanganan tindak pidana yang ringan atau tidak terlalu berat. Konsep judicial pardon diatur dalam Pasal 60 ayat (2) RKUHP per 2 Februari 2018. Pasal ini mengatur kategori penerapan judicial pardon sebagai dasar pertimbangan hakim yaitu ringannya perbuatan, keadaan pribadi pembuat dan keadaan pada waktu dilakukan tindak pidana atau yang terjadi kemudian. 2. Richard Eliezer masih muda dan diharapkan mampu memperbaiki kelak di kemudian hari dan menyesali perbuatannya, bahkan juga berjanji tidak menyesali perbuatannya lagi. Hal ini merupakan suatu yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 572 K/PID/2006 Tahun 2006. Dalam pertimbangan hukum yang diberikan pada Putusan tersebut, Majelis Hakim memaparkan hal-hal yang meringankan pidana terdakwa yaitu: 1. Terdakwa berlaku sopan di persidangan; 2. Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya; 3. Terdakwa belum pernah dihukum; 4. Terdakwa menyesali perbuatannya. Adapun Putusan Mahkamah Agung yang menggunakan alasan sopan sebagai peringan pidana terdapat pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 2658 K/PID.SUS/2015, hal-hal yang menjadi pertimbangan Hakim sebagai hal yang meringankan terdakwa yaitu: 1. Terdakwa belum pernah dihukum; 2. Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan. Kekuasaan Kehakiman Pertimbangan hukum dalam suatu Putusan merupakan bentuk pertanggungjawaban Majelis Hakim atas apa yang diputuskannya dalam Amar Putusan, sehingga segala sesuatu yang diputuskan di dalam Amar Putusan harus dipertimbangkan dengan baik, termasuk hal-hal yang peringan atau pemberat pidana. Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur bahwa “Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, Hakim wajib memperhatikan sifat yang baik dan jahat dari terdakwa”. Lebih lanjut terkait dengan pengurangan pada kondisi-kondisi di atas, perlu juga memperhatikan Pasal 58 KUHP yang menegaskan, “Dalam menggunakan aturan-aturan pidana, keadaan-keadaan pribadi seseorang, yang menghapuskan, mengurangkan, atau memberatkan pengenaan pidana, hanya diperhitungkan terhadap pembuat atau pembantu yang bersangkutan itu sendiri.” Melihat dari hal tersebut, memang benar pemberian peringanan maupun pemberatan pidana merupakan kewenangan dari Majelis Hakim, dan hal tersebut harus dicantumkan dalam pertimbangan hukum dalam Putusan sebagai bentuk pertanggungjawaban Majelis Hakim. Pertimbangan pemberian keringanan karena telah berlaku sopan di persidangan juga merupakan kewenangan dari Majelis Hakim. Oleh karenanya memang benar bersikap sopan di persidangan dapat menjadi bahan pertimbangan pemberian keringanan pidana oleh Majelis Hakim, tetapi perlu diingat bahwa hal tersebut tidak membebaskan kita sepenuhnya dari hukuman pidana. Dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua ini baru 5 terdakwa yang telah divonis yakni; Ferdy Sambo mendapat vonis hukuman mati, Putri Candrawathi vonis 20 tahun penjara, Kuat Ma’ruf vonis 15 tahun penjara dan Ricky Rizal 13 tahun penjara, serta Richard Eliezer 1,5 tahun penjara. Sementara untuk para terdakwa obstruction of justice atau perintangan penyidikan mulai hari ini menjalani sidang vonisnya.