Johnny G Plate Mastermind Korupsi BTS Kominfo Atau Hanya Operator?

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 12 Juli 2023 00:26 WIB
Jakarta, MI - Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, menolak eksepsi terdakwa Johnny G Plate di kasus korupsi BTS kominfo yang merugikan negara Rp 8,32 triliun. Jaksa menilai nota keberatan atau eksepsi Johhny G Plate telah masuk ke pokok perkara. Menurut jaksa, dasar keberatan atau eksepsi penasihat hukum Johnny G Plate tidak berdasar hukum, dan tidak bisa diterima. Karena itu, jaksa meminta majelis hakim melanjutkan sidang kasus dugaan korupsi BTS kominfo ini ke tahap pemeriksaan saksi. Atas hal ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta menanggapinya dengan serius, sebab nota pembelaan mantan Sekjen partai NasDem itu sangat mendalam, apalagi ia sempat menyebut proyek BTS 4G BAKTI itu merupakan arahan dari Presiden Joko Widodo. "Apakah Johnny G Plate master mind korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo? Atau hanya operator?," tanya Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Selasa (11/7). Menurut Anthony, kalau sudah ada anggarannya di APBN 2020, maka presiden tidak perlu lagi memberi arahan. Karena proyek yang sudah ada anggarannya wajib dilaksanakan. Selanjutnya, pengacara Johnny Plate, Dion Pongkor, mengatakan, pengadaan BTS 4G periode 2020-2022 merupakan penjabaran pelaksanaan arahan Presiden yang disampaikan dalam berbagai rapat terbatas dan rapat internal kabinet. Pertama, Presiden minta percepatan transformasi digital bagi pelaku UMKM, yang disampaikan dalam rapat 12 Mei 2020, setelah pandemi, melalui konferensi video. "Apa arti percepatan? Percepatan berarti anggaran belum ada, jadi harus cari sumber dananya?," tanya Anthony. Kedua, lanjut Anthony, Presiden Jokowi berbicara tentang peta jalan pendidikan tahun 2020-2035, disampaikan pada rapat terbatas kabinet 4 Juni 2020. Dion Pongkor tidak menyinggung relevansi peta jalan pendidikan dengan proyek BTS 4G BAKTI. "Apakah perlu dipercepat, meskipun tidak ada anggaran?" Ketiga, Presiden kembali menyinggung pengadaan infrastruktur komunikasi dalam rapat kabinet 29 Juli 2020 di Istana Merdeka. Kali ini Presiden menjelaskan, ada penambahan ruang fiskal sebesar Rp179 triliun, di mana Rp38 triliun untuk pendidikan, dan Rp 9 triliun untuk kesehatan. Sisanya sekitar Rp 131 triliun belum tahu penggunaannya, tetapi hanya boleh dipakai untuk 3 hal, yaitu untuk urusan terkait pangan, kawasan industri, dan ICT (Information and Communication Technology). Kemudian Presiden minta Menteri Kominfo menyampaikan satu lembar daftar kebutuhan investasi infrastruktur telekomunikasi, dan anggaran yang dibutuhkan. Arahan Presiden juga eksplisit dinyatakan di dalam BUKU III Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran Tahun anggran 2022. “Anggaran Kemenkominfo pada tahun 2021 tersebut digunakan dalam rangka mendukung arahan Presiden untuk melaksanakan percepatan transformasi digital antara lain untuk penyediaan infrastruktur TIK dan ekosistem digital.” Berdasarkan eksepsi Johnny G Plate dan penjelasan Dion Pongkor, dapat disimpulkan, tidak ada rincian dan jumlah anggaran untuk percepatan proyek BTS 4G BAKTI hingga 4 Juni, bahkan 29 Juli 2020, kecuali yang sudah masuk APBN 2020. "Meskipun pemerintah sudah revisi dua kali postur dan rincian APBN 2020 (UU Nomor 20 tahun 2019) dua kali, melalui Perpres No 54/2020 (3 April 2020) dan Perpres Nomor 72/2020 (24 Juni 2020)," lanjut Anthony. Perlu menjadi catatan, tegas Anthony, kedua Perpres perubahan APBN tersebut tidak melalui persetujuan DPR, yang mana bertentangan dengan konstitusi Pasal 23, bahwa APBN harus ditetapkan dengan undang-undang, setelah mendapat persetujuan dari DPR. "Perpres No 54/2020 (3 April 2020) membuat defisit anggaran naik dari Rp307 triliun menjadi Rp853 triliun. Perpres No72/2020 (24 Juni 2020) membuat defisit anggaran naik lagi menjadi Rp1.039 triliun (6,34 persen dari PDB). Kenaikan defisit anggaran diduga membuat ruang fiskal bertambah Rp197 triliun, seperti dimaksud dengan pernyataan Presiden?" tanya Anthony. Meskipun belanja negara naik tajam, kata Anthiny, dari Rp2.540 triliun menjadi Rp2.739 triliun, tetapi tidak ada rincian anggaran sampai ke fungsi, organisasi dan program seperti diwajibkan UU Keuangan Negara. Artinya, pemerintah bebas melakukan realokasi mata anggaran, sesukanya, atau sesuai kebutuhannya. Menurut Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Tahun 2020, anggaran BTS 4G BAKTI Kominfo ditetapkan Rp3,17 triliun, dan diproyeksikan kurang lebih sama untuk tiga tahun ke depan, 2021, 2022, 2023 (Buku III, Himpunan RKA, Formulir II, hal. 49). "Pandemi Covid-19 meledak akhir Februari 2020. Musibah dimanfaatkan untuk memperkaya diri sendiri. Anggaran BAKTI Kominfo menggelembung, tanpa perlu persetujuan DPR, tanpa perlu diperinci, hanya difasilitasi PERPPU No 1 Tahun 2020 / UU No 2 Tahun 2020 tentang Pandemi Covid-19," bebernya, Menurut Anthony, anggaran Kominfo direvisi, sangat mudah sekali, cukup dengan mengisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Anggaran BTS 4G BAKTI 2020 membengkak dari Rp3,17 triliun menjadi Rp5,5 triliun (realisasi), atau Rp2,33 triliun di atas anggaran APBN 2020 (Audit LKPP BPK, Lampiran 2.A, Hal. L.2). "Bahkan anggaran BTS 4G BAKTI melonjak menjadi Rp10,9 triliun pada 2021. Ambles pula. Luar biasa. Aji mumpung?" ungkap Anthony. Dijelaskan Anthony bahwa kenaikan belanja BTS 4G BAKTI tersebut, tidak bisa tidak, berasal dari dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional), yang merupakan bagian dari penanggulangan Covid-19? Tetapi amblas dikorupsi. "Untuk itu, hukumannya, harusnya, sangat berat. Bisa kena Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor, dengan ancaman hukuman mati," tegasnya. Oleh karena itu, kata Anthony, Kejaksaan Agung harus mendalami pernyataan Johnny Plate dan pengacaranya, siapa aktor intelektual sebenarnya yang membuat anggaran BTS 4G BAKTI menggelembung, dengan cara (terindikasi kuat) melanggar konstitusi. "Kejaksaan Agung juga harus mendalami, apakah ada korelasi pembengkakan anggaran BAKTI Kominfo dengan arahan Presiden? Apakah ada oknum di sekitar Presiden yang memanfaatkan situasi tersebut?'' ungkap Anthony. Karena, menurut informasi publik, Johnny G Plate hanya menerima aliran korupsi Rp17 miliar. Jumlah korupsi ini sangat kecil dan janggal, karena jauh lebih kecil dari yang diterima, misalnya, Windu Aji atau Dito Ariotedjo. "Kalau Johnny G Plate sebagai aktor tunggal, sebagai inisiator korupsi, dengan mudah dia bisa memperkaya dirinya bergelimang ratusan miliar rupiah. Karena, setiap satu persen dari anggaran proyek Rp10 triliun, setara dengan Rp100 miliar. Kalau dia minta komisi 5 persen, maka dapat Rp500 miliar. Kenapa tidak dilakukan?" tanya Anthony lagi. Itulah kejanggalan yang harus dibongkar oleh Kejaksaan Agung. "Apakah Johnny Plate master mind atau penggagas korupsi ini? Atau dia hanya operator dan pengguna anggaran saja, yang kecipratan Rp17 miliar?" katanya. "Kejahatan BTS 4G BAKTI ini sangat tidak nomal, dilakukan di masa pandemi. Mungkin masuk kategori kejahatan luar biasa (extraordinary crime)? Maka itu, Kejaksaan Agung harus bisa bongkar misteri BTS 4G BAKTI yang luar biasa ini. Rakyat menunggu dan mengawasi," imbuh Anthony. Seperti diberitkana, jaksa menilai perbuatan Johnny G Plate secara jelas merupakan tindak pidana korupsi sesuai dengan surat dakwaan dengan cermat, jelas, dan lengkap. "Lengkap suatu rangkaian peristiwa yang memenuhi rumusan peran perbuatan Tipikor yang dilakukan oleh terdakwa," kata jaksa di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (11/7). Jaksa menjelaskan konstruksi penyertaan Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHAP, yang mana perbuatan Johnny G Plate melawan hukum dalam BTS 4G Bakti Kominfo. Dia mengatakan perbuatan tersebut ialah instrumen atau modus operandi Johnny G Plate melakukan tindak pidana korupsi. "Selanjutnya, sebagaimana penilaian penasehat hukum terdakwa tersebut tidak berarti pada perbuatan Johnny G Plate menjadi tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana yang kemudian menjadi bagian materi pokok perkara yang akan kami buktikan di dalam persidangan," jelasnya. Oleh karena itu, jaksa mengatakan eksepsi yang diajukan terdakwa Johnny G Plate dan kuasa hukumnya bisa dikesampingkan. "Maka alasan keberatan hukum penasehat hukum tersebut telah menyentuh dan masuk dalam materi pokok perkara, sehingga tidak relevan dengan materi keberatan yang telah ditentukan batasannya secara limitatif dalam Pasal 156 ayat 1 KUHAP," tutur jaksa. "Dengan demikian dari atau alasan keberatan atau eksepsi penasehat hukum terdakwa tersebut tidak berdasar dan harus di kesampingkan atau tidak diterima," tambahnya. (AL)