Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Pakai Kode 'Garuda' saat Minta Rp 40 M Imbal Pemberian WTP BTS Kominfo

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 14 Mei 2024 16:40 WIB
Achsanul Qosasi (Foto: Dok MI)
Achsanul Qosasi (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Mantan Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi, memakai kode 'Garuda' ketika meminta uang Rp 40 miliar pengurusan kasus BTS Bakti Kominfo. 

Uang itu diduga terkait imbal pemberian status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap proyek BTS yang berujung agar Kejaksaan Agung berhenti melakukan pengusutan.

Uang Rp 40 miliar itu kemudian diterima Achsanul dari Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan, melalui Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama. Achsanul mengutus koleganya, Sadikin Rusli, untuk mengambil uang.

Achsanul pun sempat mengingatkan Sadikin Rusli soal kode 'Garuda'. 

Hal itu yang kemudian didalami hakim dari Achsanul saat pemeriksaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (14/5/2024).

"Ada kode?" tanya Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri.

"Nah, Yang Mulia...," timpal Achsanul.

"Hahaha, ada pakai kode enggak?" cecar hakim memotong jawaban Achsanul.

"Itu [kode] bukan tujuan untuk menyembunyikan sesuatu, Yang Mulia, hanya untuk mempermudah Beliau [Anang], tidak ada maksud. Karena waktu itu, kan, tidak, Saya tidak ada, Yang Mulia, tidak ada keluar Rp 40 miliar dari Saya," jawab Achsanul.

Achsanul pun mengakui menggunakan kode 'Garuda' tersebut dan kemudian disampaikan ke Sadikin Rusli. Kode itu dicetuskan oleh dirinya sendiri.

"Memang ada kode 'Garuda' itu?" tanya hakim.

"Iya," jawab Achsanul.

"Siapa yang mencetuskan adanya kode 'Garuda'?" tanya hakim.

"Saya," ucap Achsanul.

"Oh Saudara, untuk apa?" tanya hakim.

"Agar mudah, karena ini mempermudah pertemuan tapi bukan untuk menyembunyikan sesuatu, Yang Mulia, karena Saya tidak berpikir ada, ini bukan urusan duit, Yang Mulia," timpal Achsanul.

Dalam dakwaan, Achsanul disebut menerima uang sejumlah Rp 40 miliar dari Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan, melalui Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama. 

Tujuannya, memberikan status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap proyek BTS yang berujung agar Kejaksaan Agung berhenti melakukan pengusutan.

Terhadap Program BTS/Lastmile Project 2021, Achsanul Qosasi selaku Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan Pemeriksaan dengan membentuk tim.

Termasuk Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Belanja Modal TA 2021 Kominfo dan pemeriksaan Laporan Keuangan TA 2021 Kominfo. Tim pun mendapatkan sejumlah temuan dari pemeriksaan tersebut.

Atas temuan itu, Achsanul kemudian memanggil Dirut BAKTI Kominfo saat itu, Anang Achmad Latif, ke ruangannya pada bulan Juni 2022. Kala itu, Achsanul menanyakan apakah Anang sudah membaca draf laporan hasil pemeriksaan.

Anang yang sudah membacanya menyebut bahwa draf tersebut sangat memberatkan karena banyak temuan. Achsanul kemudian menyampaikan bahwa akan ada PDTT lanjutan terhadap proyek BTS. Anang hanya terdiam mendengarnya.

Achsanul kemudian mengatakan, 'tolong siapkan Rp 40 miliar', sambil menyodorkan kertas yang berisikan tulisan nama penerima dan nomor telepon.

Anang kemudian menelepon Irwan Hermawan dan Windi Purnama untuk menyiapkan uang Rp 40 miliar itu. Transaksi kemudian terjadi pada 19 Juli 2022 di sebuah kafe di Hotel Grand Hyatt Jakarta.

Usai menerima uang, Sadikin Rusli melaporkannya kepada Achsanul Qosasi. Ia kemudian meluncur ke lokasi untuk mengambil uang.

Anang Achmad Latif memberikan uang tersebut karena ketakutan apabila permintaan tersebut tidak dipenuhi maka BPK akan memberikan penilaian atau temuan yang merugikan proyek BTS 4G seperti kemahalan harga, kelebihan spesifikasi (Overspec), dan inefisiensi.

Adapun Achsanul Qosasi didakwa menerima uang senilai USD 2,640 juta atau sebesar Rp 40 miliar terkait kasus proyek BTS 4G Bakti Komindo. Jaksa mengatakan Achsanul Qosasi menyalahgunakan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan RI Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi.

Achsanul Qosasi didakwa melanggar Pasal 12 huruf e atau kedua Pasal 5 ayat 2 atau ketiga Pasal 11, atau keempat Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sampai November 2023 lalu, Kejagung telah menetapkan 16 orang tersangka dalam kasus tersebut. Salah satunya mantan Menteri Kominfo Johnny G. Plate, yang kini sudah divonis 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta pidana tambahan membayar uang pengganti Rp15,5 miliar.