RUU Perampasan Aset Koruptor Macet! "Tikus-tikus Kantor" Terus Menggerogoti Fondasi Rumah Kita

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 10 Agustus 2023 16:15 WIB
Jakarta, MI - Tiga bulan lalu, sejak 4 Mei 2023 pemerintahan Presiden Joko Widodo meneken dan mengirim Surat Perintah Presiden (Surpres) perihal RUU Perampasan Aset ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tapi sekarang malah macet, tak ada kejelasan kapan disahkan. Setidaknya, sudah enam kali rapat paripurna digelar sejak surpres diterima DPR, tetapi nasib RUU Perampasan Aset tetap saja menggantung. Ini terjadi lantaran proses politik di meja antarfraksi hingga ini belum juga tuntas. Padahal, DPR sebelumnya telah memperlihatkan sikap tegasnya dengan mendesak pemerintah agar segera mengirim surpres RUU Perampasan Aset. Akan tetapi, setelah pemerintah mengirim surpres, sikap tegas DPR perlahan memudar hingga membuat nasib RUU Perampasan belum ada kepastian. "Supres itu bernomor R-22/Pres/05/2023 ditujukan pada DPR. Sekaligus juga dikirim draf Naskah Akademik RUU Perampasan Aset. Lengkaplah sudah, sejak 3 bulan lalu. Tapi tidak ada progress dari pihak DPR sampai sekarang," ujar Direktur Eksekutif, Lembaga Kajian Strategis Perspektif (LKSP) Jakarta, Andre Vincent Wenas kepada Monitorindonesia.com, Kamis (10/8). [caption id="attachment_525679" align="alignnone" width="727"] Andre Vincent Wenas (Foto: Doc MI)[/caption] "Bahkan dibacakan juga belum, boro-boro mau dibahas dalam persidangan. Menkumham Yasona Laoly, katanya mau dibacakan dan dibahas bersama-sama dengan pemerintah. Tapi sampai sekarang pemerintah seperti menunggu godot yang tak kunjung terdengar langkah kakinya," timpal Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu. Pernah ada yang tanya ke pihak DPR, mereka mengaku sudah terima supres serta naskah RUU tersebut. Lalu kenapa belum dibahas? "Alasannya klasik, seperti "kaset rusak" yang diputar berulang, mekanismenya rumit, sedang menunggu antrian karena fraksi masih sibuk membahas soal lainnya. Jadi RUU Perampasan Aset Koruptor ini nggak prioritas ya? Kelihatannya sih begitu. DPR yang sekarang punya prioritas yang lain rupanya," bebernya. Adapun fraksi-fraksi di DPR periode 2019-2024 adalah sebagai berikut: Fraksi PDIP terdiri dari 128 orang. Ketua Frasksinya adalah Utut Adianto dan Sekretarisnya, Bambang Wuryanto. Fraksi Golkar, ada 85 anggotanya. Ketua: Kahar Muzakir, Sekretaris: Adies Kadir. Fraksi Gerindra, anggotanya 78 orang. Ketua: Ahmad Muzani Sekretarif: Desmond J Mahesa (Alm) kini digantikan oleh Habiburokhman. Fraksi Nasdem, anggotanya 59 orang. Ketua: Robeth Rouw, Sekretaris: Saan Mustopa. Fraksi PKB, anggotanya 58 orang. Ketua: Cucun Ahmad Syamsurijal, Sekretaris: Fathan Subchi. Fraksi Demokrat, anggotanya 54 orang. Ketua: Edhie Baskoro Yudhoyono, Sekretaris: Marwan Cik Asan. Fraksi PKS, anggotanya 50 orang. Ketua: Jazuli Juwaini, Sekretaris: Ledia Hanifa. Fraksi PAN, anggotanya 44 orang. Ketua: Saleh Partaonan Daulay, Sekretaris: Eko Hendro Purnomo. Fraksi PPP, anggotanya 19 orang. Ketua: Amir Uskara, Sekretaris: Achmad Baidowi Fraksi adalah kelompok anggota dewan yang berasal dari partai yang sama. Situs resmi DPR menyebutkan bahwa fraksi itu bertugas mengkoordinasikan kegiatan anggotanya demi mengoptimalkan efektivitas dan efisiensi kerja anggota dewan. Fraksi juga bertanggungjawab untuk mengevaluasi kinerja anggotanya dan melaporkan hasil evaluasi tersebut kepada publik. "Tapi mengapa terhadap RUU Perampasan Aset (yang prioritas ini) fraksi-fraksi ini malah sunyi senyap. Sudah tiga bulan lebih seakan tiada yang ambil perduli. Tak ada hasil evaluasi yang dilaporkan kepada publik. Sementara itu, tikus-tikus koruptor terus menggerogoti fondasi rumah kita," tutup Andre. (Wan) #RUU Perampasan Aset

Topik:

DPR Ruu perampasan aset