Vonis Ferdy Sambo Didiskon, Pengamat: Masyarakat Tak Bisa Berharap Lebih dari MA!

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 10 Agustus 2023 17:02 WIB
Jakarta, MI - Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menyoroti putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang menganulir vonis mati menjadi penjara seumur hidup untuk Ferdy Sambo, terdakwa utama kasus pembunuhan berencana terhadap ajudannya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Bambang Rukminto menilai vonis penjara seumur hidup tersebut sebenarnya sudah bisa diprediksi oleh masyarakat. “Vonis ringan dari kasasi Ferdy Sambo itu sudah diprediksi oleh masyarakat, jadi tidak terlalu mengagetkan,” ujar Bambang, Kamis (10/8). Kultur penegkan hukum di Indonesia, menurut dia, masih cenderung pragmatis karena tidak mempertimbangkan rasa keadilan yang muncul di masyarakat. Vonis kasasi yang meringankan Ferdy Sambo seharusnya disertai dengan bukti-bukti baru yang layak dipertimbangkan. “Tanpa ada bukti-bukti baru, putusan memperingan hukuman itu jauh dari semangat penegakan hukum untuk mencapai keadilan,” kata Bambang. Putusan ini, memang mengecewakan sekaligus menyakiti rasa keadilan masyarakat. Namun, itulah potret penegakan hukum di Tanah Air. “Bukan hanya penegakan hukum pada sisi kepolisian saja, tetapi pada sistem penegakan hukum yang meliputi kejaksaan sampai kehakiman,” ungkap Bambang. Lebih lanjut, Bambang mengatakan, dengan melihat putusan MA tersebut, masyarakat akan menilai tidak bisa berharap lebih kepada Mahkamah Agung terkait penegakan hukum di Indonesia. “Putusan itu memang sangat berat untuk diterima, tetapi itu sudah menjadi keputusan yang final. Masyarakat akan menganggap tidak bisa berharap lebih dari Mahkamah Agung dari putusan seperti itu," pungkasnya. Sebagaimana diketahui, Mahkamah Agung menganulir hukuman empat pelaku kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Melalui putusan kasasi, MA meringankan vonis mati Ferdy Sambo menjadi penjara seumur hidup. Lalu, hukuman istri Sambo, Putri Candrawathi, dipangkas setengahnya, dari 20 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara. Sementara, asisten rumah tangga (ART) Sambo dan Putri, Kuat Ma’ruf, hukumannya dikorting dari 15 tahun menjadi 10 tahun penjara. Sedangkan hukuman mantan ajudan Sambo, Bripka Ricky Rizal, didiskon dari penjara 13 tahun menjadi 8 tahun. Terkait ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku sudah tidak mempunyai kewenangan untuk mengajukan Peninjauan Kembali. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan hal itu berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XXI/2023 tanggal 14 April 2023. Putusan tersebut menyatakan bahwa Penjelasan Pasal 30C huruf h Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. "Menggugurkan kewenangan jaksa penuntut umum dalam mengajukan Peninjauan Kembali terhadap putusan pengadilan pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan hanya bisa diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya," kata Ketut dalam keterangannya, Rabu (9/8). (Wan)

Topik:

MA Ferdy Sambo