Nasib Pedagang Taman Mini, Siapa Peduli?

Nicolas
Nicolas
Diperbarui 13 Februari 2022 20:32 WIB
Erika duduk termenung di sudut warungnya yang berada di Food Court Wisata Pasar Tiban, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Cipayung, Jakarta Timur pada Minggu (13/2/2022) siang. Tatapan mata perempuan paruh baya itu terlihat kosong. Entah apa yang dipikirkan Rika, begitu teman-temannya menyapa sesama pengelola warung makan di area wisata ternama di Indonesia itu. Siapa yang tak kenal Taman Mini? Berbagai lokasi wisata daerah ada di tempat itu. Pengunjung Taman Mini kini sepi melompong. Pengunjung pun sudah sangat minim sejak hantaman pandemi Covid-19 dua tahun silam. Bahkan di pintu masuk Taman Mini sudah bebas masuk. Di pintu utama terpantau hanya gilir mudik mobil proyek yang masuk kawasan itu. Kini semua wahana maupun tenan yang menjadi ikon setiap daerah Provinsi di Indonesia itu juga sepi. Begitu juga wahana wisata yang ada. Taman Mini kini dalam proses pembangunan. Lebih dari 6 perusahaan milik negara atau BUMN Karya sejak Januari lalu sedang melakukan pemugaran dan pembangunan besar-besaran di kawasan itu. Ratusan bahkan ribuan pekerja dari perusahaan pelat merah itu sibuk melakukan pembangunan. BUMN Karya itu seperti Nindya Karya, PP, Waskita, Brantas, Adhy Karya, dan Hutama Karya. Selain itu puluhan perusahaan sub kontraktor bekerja untuk merevitalisasi Taman Mini. Proyek Taman Mini dikebut menjelang G20 di Jakarta akhir tahun ini. Kementerian Pekerjaaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menggelontorkan dana sekitar 1,2 triliun untuk merehabilitasi Taman Mini. Kembali ke Rika. Dia mengaku sejak 2 tahun lalu, pengunjung Taman Mini sudah jauh berkurang. Alhasil, bisnis kuliner yang dia tekuni tak lagi ada pembeli. "Sudah dua tahun seperti ini mas, sepi pembeli," ucap Rika ketika disambangi Monitorindonesia.com di lokasi kiosnya yang tak jauh dari Desa Wisata Taman Mini. Rika mengakui, bukan hanya kiosnya yang sepi pembeli. Ada puluhan kios kuliner yang berada di lokasi itu merasakan nasiib yang sama. Bahkan, kios-kios kuliner itu kebanyakan sudah tutup karena tak mampu membayar operasional seperti sewa, listrik hingga pekerja. Revitaliasi Taman Mini ini menambah sepi pengunjung. Wahana wisata ditutup dengan pagar yang tinggi. Walaupun ribuan pekerja yang ada di lokasi itu, namun untuk kebutuhan makan dan minum mereka memilih mendatangkan dari luar area Tamaan Mini. "Pembangunan sudah berjalan sebulan di sini, perusahaan kontkrator lebih memilih kebutuhan komsumsi seperti makan dan minum dari luar Taman Mini," lirih Rika. Hal senada juga dikatakan pemilik warung lainnya Parulian. Ayah dua putri itu mengaku hanya mendapkan omset penjualan Rp 100 ribu per hari. "Untuk bayar gaji pekerja aja tidak cukup," tutur pria yang ini berusia 52 tahun itu. Belum lagi bayar listrik, retribusi, sewa kios dan lainnya. Sementara situasi sudah berlangusng sekitar 2 tahun belakangan ini. Parulian berharap, pengelola Taman Mini sebagai induk semang dari para pelaku UMKM memberikan perhatian ke pedagang kuliner. Caranya, pengelola bisa menyampaikan kepada perusahaan-perusahaan milik negara yang kini sedang bekerja di kawanan Taman Mini memesan catering dari mereka. "Kan bapak kami di sini pengelola Taman Mini. Pengunjung sudah enggak ada, setidaknya pekerja proyek membeli kebutuhan sehari-hari di sini. Kalau masalah harga saya kira bisa dinegoisasi. Ini malah pedagang asongan dari luar bebas berjualan di dalam Taman Mini," katanya. Padahl, ratusan pedagang kuliner di berbagai titik di Taman Mini membutuhkan perhatian pengelola. "Kami kan sewa kios ke pengelola, kalau jualan tidak ada yang membeli, anak-anak kami makan apa?" ucapnya. Dia mengaku sudah membicarakan hal itu ke bagian pengelola. Namun, justru yang terjadi sebaliknya, pedagang dari luar Taman Mini yang menjadi prioritas untuk melayani kebutuhan ribuan pekerja proyek.[Lin]