Miris! Oknum Petinggi Citilink "Tilep' Gaji 18 Pramugari

Nicolas
Nicolas
Diperbarui 30 Juni 2022 13:16 WIB
Jakarta, MI - Sebanyak 18 orang pramugari Citilink dikabarkan gajinya belum dibayar selama berbulan-bulan perusahaan. Setelah gaji tak dibayar, sejak Maret 2022, status 18 pramugari itu sudah dinonaktifkan. Seorang pramugari Citilink gajinya tidak dibayar itu mengaku tak habis pikir kenapa manajemen Citilink tega tidak membayar gaji mereka. Kini para pramugari itu agar menuntut haknya hingga ke pengadilan. "Informasi dari dalam, gaji kami itu dipakai oleh atasan berinisial AD digunakan untuk biaya berobat anaknya di Singapura. Kami heran kenapa dia tega melakukan seperti itu?" lirih pramugari DN kepada Monitorindonesia.com, Kamis (30/6/2022). DN bersama teman-temannya mengungkap masalah ini sudah dilaporkan ke manajemen Citilink. Namun, bukannya ditanggapi atau membayar gaji pramugari, malah semua atribut Citilink seperti ID Card dan lainnya malah diminta dikembalikan ke perusahaan. "Mengapa gaji pramugari tidak ditransfer ke rekening masing-masing? Mengapa gaji pramugari bisa diambil (oknum) AD ini?," tambah perempuan berparas cantik itu. Menurutnya, gaji adalah hak pramugari. Seharusnya, Direktur Citilink Dewa Kadek Rai mengganti gaji pramugari yangg ditilep bawahannya. Sementara Dewa Kadek Ray yang dikonfirmasi Monitorindonesia.com atas masalah itu, belum memberikan komentar. pesan whattsApp yang dikirimkan juga hingga Kamis siang belum ada jawaban. Kasus sebelumnya juga terkuak di Citilink. Kasus itu bermula ketika PT Citilink Indonesia mendadak menghentikan kontrak kerja Mulia Siregar pertengahan April 2022. Sebelumnya, berkali-kali Siregar dikontrak oleh pihak Citilink sejak awal tahun 2018. Kontrak atau Perjanjian Jasa Advisory yang terakhir bertanggal 9 Desember 2021 dengan masa berlaku selama 1 (satu) tahun. “Berlaku sampai dengan tanggal 9 Desember 2022,” ujar advokat Dr Ir Albert Kuhon MS SH mengutip isi Pasal 1 perjanjian antara PT Citilink Indonesia dengan Mulia Siregar. Pihak PT Citilink Indonesia yang diwakili oleh Sumedi, melalui surat tertanggal 18 Maret 2022 melakukan “pengakhiran Perjanjian No CITILINK/JKTDHQG/Adv-003/XII/2021”. Disebutkan tanggal efektif pengakhiran perjanjian adalah 17 April 2022. Kuhon bersama advokat Guntur Manumpak Pangaribuan SH yang mendampingi Mulia Siregar, sudah dua kali mengirim somasi kepada Dewa Kadek Rai, Direktur Utama PT Citilink Indonesia. Mereka minta, PT Citilink Indonesia memenuhi kewajibannya kepada Drs Lidson Mulia Siregar sehubungan pemutusan perjanjian kerja sepihak. “Sampai batas waktu yang ditentukan, pihak Citilink tidak membayar kewajibannya kepada klien,” kata Pangaribuan. Menuntut hak Siregar tidak berkeberatan kontrak tersebut diakhiri. Namun ia minta haknya dibayar sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pasal 81 (angka 16) Undang-undang No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang mengubah Pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) menegaskan, pihak yang mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja (Pasal 62 UU Ketenagakerjaan) dan pengusaha wajib memberikan uang kompensasi yang besarannya dihitung berdasarkan jangka waktu PKWT yang telah dilaksanakan oleh pekerja (Pasal 17 PP 35/2021). Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 4/Yur/Pdt/2018, juga menyatakan pemutusan perjanjian secara sepihak termasuk perbuatan melawan hukum. Karena pihak PT Citilink tidak memenuhi kewajibannya, Mulia Siregar minta bantuan advokat Albert Kuhon dan Guntur Pangaribuan. Sejauh ini Dirut PT Citilink Indonesia, Dewa Kadek Rai melalui VP Bidang Human Capital Management, Sumedi, bersikukuh bahwa tindakan yang dilakukannya sudah benar. Padahal Mahkamah Agung dalam putusan nomor 1051 K/Pdt/2014 tanggal 12 November 2014 menegaskan pembatalan perjanjian secara sepihak merupakan perbuatan melawan hukum yang bertentangan dengan Pasal 1338 KUHPerdata. Dalam putusan Peninjauan Kembali No 580 PK/Pdt/2015, Mahkamah Agung menegaskan penghentian Perjanjian Kerjasama secara sepihak merupakan perbuatan melawan hukum, dan pelakunya harus membayar kerugian yang ditimbulkan. [Lin]

Topik:

Citilink