BEI Gembok Perdagangan Saham BUMN Karya, INDEF: Berat Diselamatkan Meski Menterinya Ngasih Pendanaan Terus!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 20 Januari 2024 15:33 WIB
WIKA Karya Tower (Foto: MI/Aswan)
WIKA Karya Tower (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara (suspensi) perdagangan saham emiten kontruksi PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA). BEI menggembok saham WIKA karena perusahaan melakukan penundaan pembayaran sukuk.

"Perseroan telah menunda pembayaran pokok Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I Tahun 2020 Seri A (SMWIKA01ACN1) yang jatuh tempo pada tanggal 18 Desember 2023," tulis pengumuman BEI, Senin (18/12) lalu.

BEI menjelaskan, hal tersebut mengindikasikan adanya permasalahan pada kelangsungan usaha Perseroan.

Dengan mempertimbangkan hal tersebut, BEI memutuskan untuk melakukan penghentian sementara perdagangan efek PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) di seluruh pasar terhitung sejak sesi I perdagangan efek 18 Desember 2023, hingga pengumuman Bursa lebih lanjut.

Melansir keterbukaan informasi, Senin (18/12), ada dua alasan utama mengapa saham WIKA dihentikan sementara oleh BEI. Pertama, surat WIKA No. SE.01.01/A.CORSEC.02005/2023 tanggal 14 Desember 2023 perihal Informasi terkait Pembayaran Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I Tahun 2020 Seri A.

Kedua, surat PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) No. KSEI-4860/DIR/1223 tanggal 15 Desember 2023 terkait Penundaan Pembayaran Pelunasan Pokok Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I Tahun 2020 Seri A (SMWIKA01ACN1).

Perseroan telah menunda pembayaran pokok sukuk mudharabah Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I Tahun 2020 Seri A (SMWIKA01ACN1) yang jatuh tempo pada tanggal 18 Desember 2023.

“Hal tersebut mengindikasikan adanya permasalahan pada kelangsungan usaha Perseroan,” ujar Bursa dalam keterbukaan informasi.

Tak hanya WIKA, BEI mensuspend saham emiten BUMN karya, PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT), dan telah diperpanjang.

Suspensi telah berlangsung sejak Mei 2023. Pengumuman BEI tanggal 16 November menyebutkan suspensi saham Waskita sudah diberhentikan untuk seluruh pasar terhitung sejak Sesi I Perdagangan Efek tanggal 16 November 2023, hingga pengumuman Bursa lebih lanjut. 

Adapun suspensi dilakukan berdasarkan surat PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) No. KSEI-4271/DIR/1123 tanggal 15 November 2023 perihal Penundaan Pembayaran Bunga Ke-18 Obligasi Berkelanjutan III Waskita Karya Tahap IV Tahun 2019 Seri B (WSKT03BCN4) “Dalam rangka menjaga perdagangan efek yang teratur, wajar dan efisien, maka Bursa Efek Indonesia (Bursa) memutuskan untuk melakukan penghentian sementara Perdagangan Efek PT Waskita Karya (Persero) Tbk.,” demikian pengumuman BEI.

Saham Waskita disuspensi sejak sesi I perdagangan 8 Mei 2023 lantaran penundaan pembayaran bunga ke-11 atas Obligasi Berkelanjutan IV Waskita Karya Tahap I Tahun 2020 yang jatuh tempo pada 6 Mei 2023.  

Sementara itu, pembayaran bunga tersebut seharusnya dilakukan pada 8 Mei 2023. Penundaan pun dilakukan karena tidak tercapainya persetujuan dari Pemegang Obligasi PUB IV Tahap I Tahun 2020 seri B. 

Waskita kala itu meminta permohonan untuk menunda Pembayaran Bunga semula pada 6 Mei 2023 menjadi 6 Agustus 2023 dalam rapat umum pemegang obligasi (RUPO) pada 3 Mei 2023. 

Alasannya Waskita meminta penundaan adalah karena sedang dalam masa standstill yang merupakan bentuk equal treatment yang memberikan waktu bagi Waskita melakukan preservasi kas untuk operasi dalam rangka Master Restructuring Agreement (MRA). 

Hasilnya, Waskita tidak dapat melakukan pembayaran apapun selama periode tersebut, termasuk melakukan pembayaran bunga dan/atau pokok atas kewajiban keuangan terhadap seluruh pemegang obligasi dan pemberi pinjaman perbankan. 

Suspensi pun diperpanjang oleh pihak BEI sejak sesi I perdagangan efek tanggal 7 Agustus 2023 sebagai buntut gagal bayar bunga dan pokok obligasi Berkelanjutan IV yang jatuh tempo pada 6 Agustus 2023.  

Waskita pun tidak melakukan pembayaran bunga dan pokok obligasi berkelanjutan IV Waskita Karya Tahap I Tahun 2020. Sementara jumlah pokok yang harus dibayarkan mencapai Rp135 miliar dengan bunga 10,75 persen per tahun, artinya bunga yang harus dibayar mencapai Rp14,56 miliar. 

"Waskita tidak dapat melakukan penyetoran dana kepada KSEI sebagai Agen Pembayaran sehubungan dengan pembayaran bunga ke-12 dan pelunasan pokok atas Obligasi Berkelanjutan IV Waskita Karya Tahap I Tahun 2020 yang akan jatuh pada tanggal 6 Agustus 2023 sebagaimana diperjanjikan dalam Perjanjian Perwaliamanatan" kata manajemen BEI kala itu. 

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad turut prihatin akan hal ini. Pasalnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diharapkan mendapatkan deviden dan menyumbang penerimaan negara serta mendorong perekonomian itu ternyata kena suspend. Itu artinya, kata dia, hal ini menjadi cerminan dan akan mempengaruhi secara umum kinerja BUMN secara keseluruhan. 

"Karena kedua BUMN ini yang selama ini seringkali mendapatkan penugasan dari pemerintah. Artinya di challenge-kan dua BUMN ini untuk bekerja mendapatkan projek-projek penugasan, tetapi dalam lima tahun terakhir tenyata tidak kunjung membaik, saya kira kita harus prihatin," kata Ahmad begitu disapa Monitorindonesia.com, Jum'at (19/1).

Selanjutnya, menurut Ahmad, hal ini juga akan menjadi cerminan bahwa jangan-jangan BUMN Karya yang lain ini memiliki potensi yang sama. "Karena kita nggak tau seberapa parah projek-projek ini hasilnya ternyata tidak menguntungkan secara finansial dan setiap tahun harus menjadi cost center," ungkapnya.

Meskipun ada projek baru yang mendatangkan keuntungan, ungkap Ahmad, tetapi cost center ini harus dibiayai terus, makanya dia akan tidak terlalu bagus terutama di BEI-nya. Karena dapat potensi proyek, tapi dia mempunyai beban masa lalu. 

"Saya kira itu menjadi poin penting. Ini harus diselamatkan. Tetapi model penyelamatannya ini apakah merger atau apapun, dan memang mau tidak mau suspend ini juga harus dicegah. Artinya saya kasihan terhadap pemilik saham apalagi sampai delisting," katanya.

Ini juga, tambah Ahamd, sebagai pembelajaran juga (delisting) bagi BUMN-BUMN lain hati-hati kalau memang mendapatkan penugasan tetapi potensi kerugiannya jauh lebih besar harusnya agak sedikit lebih tegas.

"Dampak dari permasalahan ini yang pertama adalah BUMN itu sendiri di dalamnya tentu saja, entah karyawan, direksi terdampak, termasuk mitra-mitra kerjanya. Mereka juga punya sub kontraktor dan sebagainya pasti kesulitan pembayaran," cetusnya.

Termasuk juga para pemegang saham, kata dia, baik masyarakat maupun pemerintah sendiri pasti mengalami penurunan value yang luar biasa besar. Dan terakhir otomatis pemerintah. Dampak lebih luas adalah kineja BUMN keseluruhan kalau ada masalah dan kasus seperti ini akan membuat yang lain tercoreng.

"Saya kira kerugian negara yang tadinya bisa memberikan manfaat ekonomi seperti PNPB menjadi tidak bisa. Potensi BUMN ini selamat cukup berat, makanya harus di merger dan sebagainya."

"Kalau menterinya kasih pendanaan terus, masih terus selamat. Cuma kan gini, dia ada di BEI, BEI itu kan tergantung operasional dan sebagainya-kan gitu, istilah secara fundamental," tutupnya.

Apa Kata OJK?

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menanggapi soal saham emiten BUMN, antara lain PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) yang masih terkena suspensi karena belum membayar obligasi. 

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menuturkan, pihaknya akan terus melakukan pengawasan terhadap emiten berdasarkan prinsip keterbukaan dengan melakukan penelaahan laporan yang disampaikan oleh emiten, baik laporan berkala maupun insidentil.

"OJK telah melakukan permintaan penjelasan tertulis dan mengundang WIKA dan WSKT untuk dapat memberikan informasi mengenai penyebab terjadinya suspensi, rencana WIKA dan WSKT terhadap pembayaran obligasi dan sukuk termasuk rencana restrukturisasi atas utang tersebut," kata dia dalam keterangan resminya, Kamis (11/1).

Menurutnya, OJK telah melakukan pemantauan atas proses restrukturisasi yang dilakukan oleh WIKA dan WSKT. 

Selain itu, penetapan potensi delisting berdasarkan ketentuan Bursa antara lain jika disuspensi lebih dari 24 bulan. Namun, hingga saat ini suspensi belum melewati masa 24 bulan. 

"Dalam hal ini, OJK terus melakukan pengawasan dalam langkah WIKA dan WSKT untuk memenuhi kewajibannya dan proses restrukturisasi kepada pemegang obligasi," tandasnya. 

Saham WIKA

Berdasarkan data RTI, pada periode 11-15 Desember 2023, saham WIKA sempat bergerak di zona merah pada 11-13, dan 15 Desember 2023. Saham WIKA turun 19,62 persen ke posisi Rp 254 per saham pada 11 Desember 2023. Koreksi saham WIKA berlanjut pada 12 Desember 2023 dengan turun 8,66 persen ke posisi Rp 232 per saham. Pada 13 Desember 2023, saham WIKA terpangkas 15,95 persen ke posisi Rp 195 per saham.

Kemudian saham WIKA melesat 24,10 persen ke posisi Rp 242 per saham pada 14 Desember 2023. Lalu saham WIKA turun 0,83 persen ke posisi Rp 240 per saham pada 15 Desember 2023. (wan/zef)