Analis Ungkap Sebab Ambruknya Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 13 April 2024 02:38 WIB
Petugas menunjukan uang pecahan rupiah di Jakarta, Rabu (31/1/2024)
Petugas menunjukan uang pecahan rupiah di Jakarta, Rabu (31/1/2024)

Jakarta, MI - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ambruk atau mengalami pelemahan pada perdagangan, Jumat (12/4/2024) kemarin.

Mengutip data Google Finance, nilai tukar rupiah hari ini sudah tembus level 16.000 per dolar AS. Tepatnya pada pukul 21.55 WIB, rupiah berada di posisi 16.135 per dolar AS.

Sedangkan berdasarkan tradingeconomics untuk jam yang sama, rupiah berada di kisaran 16.132 per dolar AS. Angka ini melemah 101 poin atau 0,63 persen secara harian.

Menanggapi hal ini, Analis Pasar Uang Ariston Tjendra menyatakan bahwa di Indonesia aktivitas jual beli rupiah sedang tidak aktif. Karena masih libur cuti bersama Idul Fitri dan baru aktif kembali pekan depan. "Tapi selama libur Lebaran mata uang dolar AS menguat terhadap mata uang utama dunia. Hari Rabu kemarin (10/4/2024), data inflasi konsumen di AS menunjukkan angka di atas  ekspektasi pasar," ujar Ariston, Jumat (12/4/2024).

Biro Statistik AS mengumumkan inflasi konsumen sebesar 0,4 persen. Sedangkan perkiraan pasar, inflasi konsumen bulan ini di kisaran 0,3 persen.
Itu artinya, inflasi di AS sulit turun. Sehingga menurunkan harapan akan pemangkasan suku bunga bank sentral AS  di bulan Juni ini.

"Penurunan ekspektasi itu mendorong penguatan dolar AS. Hari ini, indeks dolar AS bergerak di atas level 105, sebelum data inflasi dirilis indeks dolar berada di level 104," jelasnya.

Selain data inflasi AS yang masih tinggi, penyebab menguatnya indeks dolar adalah kekhawatiran akan situasi geopolitik. Utamanya ketegangan di Timur Tengah dan di Ukraina-Rusia. "Para pelaku pasar menganggap dolar AS sebagai aset aman. Inilah yang menyebakan mata uang dolar semakin menguat," tandas Ariston.

Bukan hal yang mengagetkan
Pengamat mata uang, Lukman Leong melihat, peristiwa pelemahan rupiah saat ini bukanlah suatu hal yang mengagetkan. Hal itu mengingat dolar Amerika sangat kuat seiring data Inflasi yang naik secara mengejutkan.

Inflasi AS di luar dugaan menanjak ke 3,5% year on year (yoy) pada Maret 2024, dari 3,2% pada Februari 2024. Inflasi inti - di luar makanan dan energi - stagnan di angka 3,8%. 

Selain itu, data tenaga kerja AS juga menunjukkan adanya penambahan tenaga kerja hingga 303.000 untuk non-farm payrolls (NFP) yang berada jauh di atas ekspektasi pasar yakni 200.000.

Lonjakan inflasi Amerika Serikaty dan masih panasnya data tenaga kerja AS ini menimbulkan kekhawatiran jika bank sentral AS yaitu The Federal Reserve alias The Fed akan menahan suku bunga lebih lama.

Adapun perangkat CME FedWatch Tool menunjukkan pelaku pasar kini bertaruh 23,6% jika The Fed akan memangkas suku bunga pada Juni 2024. Angka ini turun drastis dibandingkan dua pekan lalu yang mencapai kisaran 70%.

Lukman menuturkan, peluang the Fed untuk memangkas suku bunga sudah mundur hingga September yang dari semula Juni. Ini artinya pada pertemuan Juli pun the Fed diperkirakan masih akan tetap menahan suku bunga.

“Pelemahan rupiah sangat tidak mengagetkan, mengingat dolar AS sangat kuat sepekan ini. Apalagi setelah data inflasi AS yang secara mengejutkan naik dan di atas perkiraan,” kata Lukman.

Lukman mengatakan, hampir tidak ada sentimen yang positif yang dapat mendukung rupiah saat ini. Data dari China minggu ini yaitu inflasi yang lebih rendah dari perkiraan serta data perdagangan yang di mana surplus, ekspor dan impor semuanya juga lebih rendah dari perkiraan semakin menekan rupiah.

Oleh karena itu, menurut Lukman, satu-satunya sentimen yang dapat mendukung rupiah hanyalah intervensi Bank Indonesia (BI) dan kembali menaikkan suku bunga pada pertemuan bulan April ini.

“Rupiah diperkirakan masih akan tertekan, kecuali apabila BI kembali mengintervensi. Apabila tidak ada intervensi, rupiah masih akan terus melemah di atas Rp 16.000 per dolar AS,” ujarnya.

Lukman mengamati, tidak banyak data ekonomi penting yang akan dirilis pekan depan. Satu-satunya data penting adalah Produk Domestik Bruto (PDB) China. Dari domestik, pergerakan rupiah akan dipengaruhi data penjualan ritel Indonesia, indeks kepercayaan konsumen dan data neraca perdagangan.

Dia memperkirakan rupiah akan berada di rentang Rp 16.000 per dolar AS – Rp 16.200 per dolar AS pada Selasa (16/4/2024). Rupiah diproyeksi akan dibuka dalam rentang Rp 16.000 usai libur panjang lebaran.

Topik:

rupiah dolar-as